BAB 6

16 4 5
                                    


Setelah semalaman penuh dinasehati oleh Mama dan Abang tercintanya mengenai rusaknya handphone keluaran terbaru milik Nadira akibat dari keteledorannya, Ia pun kembali masuk Sekolah seperti biasa.

"Nad." Panggil Amanda disebelahnya.

"Hmm." Jawabnya dengan tidak semangat.

"Kenapa sih lo hari ini?" Tanya Manda kembali.

"Iyaa, kayaknya lo nggak semangat banget ngejalanin hidup. Kenapa sih?" Ucap Farah.

"Nah bener tuh, lo lagi ada masalah?" Tambah Vira.

"Nggak tahu, gue lagi nggak mood aja ngapa-ngapain hari ini." Balas Nadira dengan menenggelamkan kepalanya diatas meja.

"Kenapa? Gara-gara masalah handphone lu yang kemaren jatuh itu?" Tanya Vira sambil memakan coklat yang sebelumnya sudah ia beli di Kantin Sekolah.

"Bukan, kalo cuman masalah handphone doang sih gue nggak masalah. Yaaaa, walaupun sebenarnya gue harus istighfar banyak-banyak karena ngedengerin ceramahan Abang gue sepanjang malam yang bawelnya melebihi Mamah." Ujarnya terhadap para sahabatnya.

"Oh iya, btw kemaren gimana Nad rasanya pulang bareng Azka? you're so lucky Nadira bisa pulang bareng sama salah satu pangeran disini." Ujar Vira dengan antusias.

"Heh! lucky dari mananya, nih ya gue kasih tahu sama kalian. Setiap gue ketemu sama tuh orang kayaknya hidup gue selalu sial. Pertama, dia penyebab gue jadi kumel and dekil disaat mau ketemu sama kalian. Kedua, waktu pertama kali gue masuk sekolah dan dia nabrak gue di koridor depan UKS. Terus juga kemaren, dia yang udah buat handphone kesayangan gue jadi hancur." Cecarnya dengan nada yang tak biasa.

"Terus beruntungnya dibagian mananya Munarohh?! Masalah yang dia nganter gue balik itu mah emang udah seharusnya sih, yaahh paling nggak itu sebagai bentuk tanggung jawab dia. Kan gara-gara dia gue nggak bisa ngehubungin Abang gue buat jemput. Ditambah lagi kemaren dia segala bilang gue cari perhatian lah sama dia, ih ogah banget gue caper sama manusia kayak begitu." Tambahnya lagi.

"Gue bilangin aja nih yah, hati-hati kalo benci sama orang tuh. Sewajarnya aja lah nggak usah berlebihan, nanti seandainya lo punya rasa sama dia kan gawat." Ucap Vira.

"Gue punya rasa sama dia? Big no! Vir lo nggak usah jadi kayak Abang gue deh please. Jangan samain dunia nyata ini kayak sinetron-sinetron di TV." Kesal Nadira.

"Yaudah iya, terserah lo deh Nad, hati-hati aja kemakan omongan sendiri nantinya. Ehh btw lo nggak cemburu kan Man? Hahahaha." Tawa Vira mengisi kesunyian yang ada didalam kelas.

"Gila lo, ya nggak lah. Ngapain juga, nggak penting banget." Jawab Amanda dengan malas, memutar bola matanya jengah.

***

"Woi Ka, kemaren gue lihat lo balik bareng cewek. Siapa tuh, cewek lo? Udah berubah haluan lo sekarang?" Tanya Vano yang terkenal playboy seantera sekolah.

"Oh iya kemaren gue juga ngelihat tuh. Jadi udah move on nih lo ceritanya Ka? Baguslah." Tambah Danish sambil men-drible bola basket.

"Nggak tahu, gue juga nggak kenal." Jawabnya sambil berjalan ke pinggir lapangan.

"Lah lo balik bareng sama anak orang tapi nggak kenal sama orang yang lo tumpangin? Gimana ceritanya. Nanti kalo tiba-tiba yang lo tumpangin cewek jadi-jadian kan berabe, Ka. Gimana sih lo!" Ujar Faiz sambil mensejajarkan langkahnya dengan Azka.

"He-em bener banget tuh apa yang dibilang sama si Faiz. Btw, kayaknya gue baru ngeliat dia deh selama gue sekolah disini." Sahut Danish sambil merebut bola basket dari Vano.

"Dia anak baru disini bro. Katanya sih dia pindahan dari luar negeri gitu, terus gue denger denger dia juga sahabatan sama Manda CS." Ujar Vano yang terkenal tukang gosip juga. Meninggalkan Danish di lapangan dan berjalan kearah Azka dan Faiz.

"Oh, jadi cewek bar-bar itu anak baru?" Tanya Azka kepada teman-temannya.

"Jadi lo beneran nggak kenal sama dia, Ka?" Danish kembali bersuara sambil menatap gadget-nya.

"Nggak." Singkat Azka.

"Terus kemaren lo kenapa bisa balik sama dia? Udah gitu main ninggalin kita bertiga gitu aja lagi." Ujar Vano.

"Tau lo! Nggak asik banget tiba-tiba pulang gitu aja selesai pertandingan." Tambah Faiz.

"Dia berisik, caper, suaranya persis kayak toak." Jawab Azka sambil mengambil gadget miliknya dari saku celana.

"Jadi, kalo lo ketemu sama orang-orang yang berisik, terus suaranya kayak toak lo mau langsung ajak balik bareng gitu?" Kali ini Vano yang kembali bersuara.

"Gila lo." Jawabnya dengan nada tak suka.

"Makanya Ka, kalo ngomong itu jangan singkat-singkat dong, kebiasaan. Kita kan nggak ngerti maksud dan tujuan lo ngomong gitu. Pantes aja doi nggak pernah ngerespon lo selama ini." Tambah Vano dengan kesal.

"Nggak nyambung lo!" Lagi dan lagi Azka kembali bersuara, tapi sedikit kata yang terlontarkan.

"Tapi nih yah Ka, kalo dilihat-lihat cewek yang kemaren balik sama lo itu oke kok, oke banget malah. Nggak malu-maluin lah kalo buat diajak jalan." Ujar Danish.

"Ngomong kayak gitu udah kayak Vano lo." Kali ini Faiz yang bersuara.

"Lah iya ya, bener juga woi tapi apa yang dibilang si Danish barusan. Lo nggak capek apa Ka ngejar yang nggak pernah pasti? Gak mau coba berpaling ke yang lain dulu gitu? Siapa tahu kan ada, apalagi Jumlah cewek di sekolah kita udah nambah satu lagi noh." Tanya Vano seserius mungkin kepada Azka.

"Nggak minat!" Jawab Azka sambil berlalu meninggalkan ketiga temannya dari lapangan basket.

"Mau sampe kapan woi lo ngejar yang nggak pernah pasti? Emang nggak capek? Di dunia ini cewek bukan cuman satu!" Teriak Danish sambil berdiri.

"Bacot!" Ketus Azka kepada ketiga temannya.








Baru sempet update lagi nih teman-teman, semoga sukaa yaaa sama karya aku yang biasa-biasa saja ini🥰

Selamat hari kamis, buat kamu yang manis💙

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang