BAB 18

0 0 0
                                    

"Btw, permintaan gue masih ada 2 lagi, kan?" Ujar Nadira memecah keheningan.

"Hmm." Jawab Azka.

"Lo, siap-siap aja. Gue masih harus berpikir, apa yang gue mau."

"Gila!" Ucap Azka.

"Eh?"

"Ya, lo. Permintaan lo gue pastiin nggak akan wajar, kan. Nggak heran sih gue, lo aja kurang waras."

"Heran ya, sekalinya ngomong panjang lebar, omongannya melebihi bom hiroshima, nagasaki." Gumam Nadira, yang masih bisa di dengar oleh Azka.

"Di depan lampu merah sedikit ada tukang ketoprak. Berhenti sebentar dulu ya, gue mau beli ketoprak." Ucap Nadira.

"Lo kira gue supir?"

"Berhenti sebentar apa susahnya sih? Demi keselamatan, kesejahteraan, dan kenyamanan perut gue nih. Lagi pula nggak akan lebih dari 15 menit, kok."

"Lo pikir, waktu gue nggak sepenting itu?"

"Bodo amat, mau sepenting apa waktu, lo. Pokoknya berhenti sebentar di depan warung ketoprak. Titik, nggak ada penolakan."

"Oke. Gue anggap itu sebagai permintaan kedua, lo."

"Eh? Apaan?! Nggak bisa begitu ya!" Tolak Nadira.

"Permintaan pertama gue, mengharuskan lo antar gue sampai depan rumah gue dengan selamat. Jadi apapun yang terjadi di tengah perjalanan selama pulang dan selagi lo yang antar gue, lo wajib ikutin apa yang gue mau." Tambah Nadira.

"Makin nggak waras, lo." Ketus Azka.

"Nyenyenye." Ledek Nadira.

"Pokoknya setelah lampu merah di depan, lo harus berhenti, ya." Pinta Nadira.

"Hmm." Gumam Azka menjawab permintaan Nadira barusan. Dan benar saja, Azka memberhentikan mobilnya di depan warung ketoprak tepat setelah lampu merah.

"Lo mau?" Ujar Nadira.

"Nggak. Cepat!" Jawab Azka.

"Iya, iya!" Ucap Nadira.

"Heran deh, kok ada ya manusia kayak dia." Gumam Nadira dan segera turun dari mobil untuk memesan ketoprak.

"Gimana, nggak lama, kan?" Ujar Nadira setelah kembali ke dalam mobil, yang tak mendapatkan respon apapun dari Azka.

"Ini buat, lo. Terserah mau lo buang, lo makan, atau lo sumbangin sekalipun gue nggak masalah." Ucap Nadira meletakan bungkusan disebelah Azka, dan tak mendapat respon apapun juga dari Azka sehinggak menciptakan keheningan diantara keduanya, bahkan sampai tiba di rumah Nadira pun, tak ada lagi yang bersuara.

"Ini." Ucap Azka sesaat sebelum Nadira turun dari mobil.

"Apa?"

"Lo bawa, makanan yang lo kasih ke gue tadi."

"Itu buat lo."

"Gue nggak mau."

"Ya, terserah. Gue kan udah bilang tadi, mau lo buang, lo makan, atau lo sumbangin sekalipun gue nggak masalah. Yang penting gue ikhlas ngasih makanan itu buat lo, jadi lo tenang aja. Lo, nggak akan sakit perut atau bahkan keracunan karena makanannya." Ujar Nadira, kemudian turun dari mobil dan Azka juga berlalu meninggalkan pekarangan rumah Nadira.


***


"Assalamu'alaikum. Nadira pulang."

"Wa'alaikumussalam." Jawab seorang pria yang sudah lumayan berumur tetapi kharismanya masih tetap menyala.

"Papa! Nadira kangen banget!" Teriak Nadira yang langsung memeluk laki-laki yang ia sebut sebagai Ayahnya.

"Papa juga, kangen banget sama anak papa yang satu ini." Balas sang Kepala Keluarga kemudian mengecup sayang dahi sang putri.

"Papa lama banget baru pulang. Lagi ada masalah besar di kantor papa?" Tanya Nadira.

"Nggak ada masalah kok, sayang. Emang kerjaan papa lagi banyak-banyaknya untuk saat ini. Apalagi kalian sudah besar-besar, otomatis kebutuhan Nadira sama Bara juga bertambah banyak, kan? Jadi papa harus tambah semangat buat cari uangnya." Jawab Nugraha yang diakhiri tawa olehnya.

"Tuh, cepat cepat deh lo lulus kuliah, bantu papa urus kantor!" Ketus Nadira.

"Hmm." Jawab Bara malas.

"Jangan hmm hmm doang!" Galak Nadira.

"Baik, nyonya." Jawab Bara memaksakan senyum.

"Kasihan papa aku, udah nggak muda lagi tapi harus tetap kerja keras urus perusahaan." Ujar Nadira kemudian mengajak sang ayah untuk duduk di sofa.

"Karena itu memang sudah tanggung jawab papa, sayang." Jawab Nugraha.

"Oh iya, gimana sama Sekolah baru kamu? Suka?" Tanya Nugraha.

"Beres kok pah, tenang aja. Nadira senang bisa Sekolah lagi di Indonesia jadi nggak harus video call sama mama, papa kalau lagi kangen. Sekarang bisa peluk langsung kayak gini, kapan pun Nadira mau. Tiga tahun kemarin kan Nadira bisa peluk papa sama mama kalau kalian lagi kunjungi Nadira doang, atau nggak sewaktu Nadira pulang ke Indonesia buat liburan Sekolah. " Ujar Nadira.

"Kamu Bara, gimana kuliah kamu?"

"Beres, pah. Tenang aja, Bara juga udah masuk semester akhir."

"Bagus deh, papa senang dengarnya. Benar kata adik kamu, kalau setelah kamu lulus kuliah nanti kamu langsung pegang perusahaan. Jadi kamu harus belajar dari sekarang."

"Iya, pah." Jawab Bara patuh.

"Oh iya, gimana kalau hari sabtu ini kita family time, pah. Udah lama banget kayaknya kita nggak liburan sekeluarga, kan buat quality time." Pinta Nadira.

"Nggak bisa sayang, dua hari lagi papa harus balik ke Singapura, lagi." Jawab Nugraha.

"Yah, kok cepet banget sih, pah? Masa papa di rumah dua hari doang. Sebentar banget." Cemberut Nadira.

"Seminggu lagi, papa janji. Setelah pulang dari Singapura, kita akan langsung liburan. Nadira mau kemana? Bara?" Tanya Nugraha kepada anak-anaknya.

"Bara mau ke Pantai dong, pah. Udah lama banget kayaknya nggak kesana." Ujar Bara.

"Nadira ikut aja, pah. Kemana aja, asal perginya sekeluarga, Nadira senang kok." Jawab Nadira.

"Oke, setelah papa pulang dari Singapura lagi, kita ke Bali aja, gimana?"

"Setuju!" Ujar Nadira dan Bara bersamaan.

"Janji ya, pah." Pinta Nadira

"Iya, sayang. Papa janji." Ucap Nugraha

"By the way, papa nggak lupa bawain Nadira Cokelat Singapura kan, pah?"

"Iya, nggak mungkin dong papa lupa sama kesukaan anak-anak papa."

"Makin sayang deh sama papa!"

"Jadi, papa doang nih yang disayang? Mama nggak di sayang juga?" Tanya Irene yang sedari tadi melihat interaksi diantara suami dengan anak-anaknya.

"Sayang mama juga, kok. I love you, both!" Ujar Nadira.









Alhamdulillah bisa update sedikit lebih cepat dari biasanya🤭

Happy reading💙

Stay safe and healthy, guys🥰

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang