BAB 30

2 0 0
                                    

Kita tidak pernah tau, hal seperti apa yang tengah menanti kita di depan sana.

"Emang dasar si Bara, nggak bisa banget lihat gue santai sedikit. Bisa-bisanya dia suruh gue ke Minimarket malam-malam begini. Begonya lagi, gue mau-mau aja. Begini nih, nasib nggak punya Adik, tapi justru jadi Adik. Harusnya waktu SD, gue minta Adik aja sama Mama juga Papa." Gerutu Nadira kesal karena waktu santainya disabotase oleh Bara.

"Banyak banget lagi ini yang harus dibelanjain. Mie instant udah, keripik kentang sama keripik singkong oke, cairan pembasmi nyamuk dan serangga udah, pengharum ruangan juga udah. Oke sip, berarti tinggal ke stand minuman doang nih gue." Ujar Nadira berbicara sendiri sambil menceklis apa saja yang sudah ia masukan kedalam keranjang belanjaan yang ia jinjing.

"Sebelum ke kasir mending gue ambil cokelat batang dulu deh, enak aja dia suruh-suruh gue tanpa ada bayaran. Paling nggak cokelat 5 batang, nggak akan buat dia miskin mendadak, kan." Tambahnya lagi mencari dimana letak cokelat favoritnya, sebelum berjalan ke arah kasir.

"Ini aja, Kak? Ada yang mau ditambah lagi? Nggak sekalian sama biskuitnya, Kak, lagi ada promo." Ujar pegawai kasir menawari beberapa produk yang katanya sedang ada promo.

"Nggak dulu deh, Mba."

"Mau isi ulang pulsanya sekalian, Kak? Atau paket datanya?" Tawar pegawai minimarket kembali.

"Nggak, Mba. Makasih, deh. Saya pakai wi-fi di rumah." Jawab Nadira spontan.

"Totalnya jadi dua ratus empat ribu delapan ratus, Kak."

"Oh, iya. Sebentar, Mba."

"Eh? Duitnya mana? Astaga, jangan bilang duitnya nggak gue bawa!?"

"Gimana, Kak?"

"Sebentar, Mba. Dompet sama duit saya kayaknya nggak kebawa deh, hp saya juga saya tinggal di meja belajar." Jawab Nadira tak enak hati, sekaligus malu.

"Jangan nge-prank ya, Kak."

"Saya lagi nggak nge-prank loh, Mba. Serius, duitnya nggak kebawa sama saya kayaknya, karena buru-buru mau kesini."

"Terus belanjaan Kakaknya gimana ini? Udah terlanjur saya input, loh."

"Aduh, gimana, ya. Kalau nggak, boleh pinjam sebentar hp Mba nya dulu nggak, buat telpon Abang saya sebentar? Nanti pulsanya saya ganti deh."

"Nih." Jawab sang Kasir dengan nada tak enak di dengar.

"Oh iya! Saya kan, nggak hafal nomor Abang saya, Mba."

"Yaudah hubungi nomor Kakaknya aja, dipercepat ya, Kak. Itu dibelakang antriannya udah lumayan banyak soalnya."

"Nomor hp saya sendiri aja saya nggak hafal, Mba." Cicit Nadira, kemudian menggaruk tengguknya yang tak gatal.

"Terus gimana?" Tanya pegawai Minimarker lagi.

"Ya saya juga nggak tahu, Mba." Sahut Nadira dengan kesal.

"Punya dia bayar sekalian sama punya saya aja, Mba." Ucap seseorang yang berdiri disebelah Nadira.

"Kak Azka?!"

"Mas, siapanya kakak itu? Abangnya?" Tanya Kasir perempuan itu.

"Berapa totalnya?" Ujar Azka kemudian mengeluarkan dompet dari saku celananya.

"Nggak usah, Kak. Kalau boleh gue boleh minta tolong pinjam hp lo sebentar aja, nggak? Buat hubungi Amanda, minta tolong buat kasih tau ke Abang gue, nomor lo masih ada di grup panitia donasi kemarin kan, Kak?"

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang