BAB 23

0 0 0
                                    

"Maa, hari ini teman-teman adik mau main ke rumah ya. Boleh kan, maa? Rencananya mereka mau menginap disini" Tanya Nadira.

"Iya, boleh dong, sayang."

"Yes! Rencananya nanti kita mau masak-masak, Maa. Amanda yang akan ajari Nadira, Vira, juga Farah."

"Amanda bisa masak, dek?" Tanya Irene.

"Bisa, Maa. Dia jago banget masak."

"Oh, iya? Mama baru tau."

"Iya, Maa. Kemarin aja dia bawa nasi goreng ke Sekolah terus kita cicipi tuh nasi goreng buatan Amanda, rasanya enak banget tau, Maa. Tapi tetap masakan Mama sih yang paling paling enak sedunia." Jawab Nadira kemudian memeluk Mamanya manja.

"Eh, eh. Ada apa gerangan sih kawan? Kok main acara peluk-pelukan nggak ngajak-ngajak Bara." Ujar Bara dengan nada yang dibuat-buat.

"Apa, lo!? Nggak usah ikut-ikutan deh, sana. Hush!" Usir Nadira.

"Apa sih, Macan."

"Apa!?"

"Dek, jangan teriak-teriak, ah." Tegur Irene.

"Itu, dia ledek aku barusan, Maa." Jawab Nadira manja.

"Bara juga, nggak usah godain adiknya gitu, ah." Nasihatnya kepada Sang Putra.

"Apaan, dia aja yang lebay tuh, Maa. Orang Bara panggil Mama, kok. Macan, Mama cantik. Emang dasar Nadiranya aja yang terlalu percaya diri." Ucap Bara kemudia duduk disebelah Irene, dan jadilah Irene berada ditengah-tengah Putra juga Putrinya.

"Halah, alasan doang itu, Maa."

"Dih."

"Udah-udah. Abang tumben jam segini masih ada di rumah. Nggak mau keluar sama Kanya, bang?"

"Nggak, Maa. Hari ini Kanya lagi pergi sama keluarganya."

"Udah bagus Abang di rumah aja, Maa."

"Loh, kenapa, sayang?"

"Biar dia pendekatan ulang sama si Farah."

"Dih. Apa banget, lo."

"Parah, Maa. Dia ghosting si Farah bertahun-tahun tuh, Maa. Kasihan kan, teman aku."

"Apaan. Dia aja yang terlalu berharap sama gue. Jelas-jelas selama ini respon gue ke dia biasa aja. Gue nggak mau punya pacar sama dia yang lebih muda dari gue. Terlalu childish, lagian selama ini teman-teman lo itu udah gue anggap kayak adik, gue sendiri. Bilang sama teman lo itu." Jelas Bara.

"Tuh kan, Maa. Kasihan banget si Farah. Poor Farah."

"Awas aja lo nanti jadi suka sama dia!"

"Dih, nggak akan. Percaya gue, lo bisa pegang omongan gue, dek."

"Gue do'ain lo jadi suka sama Farah. Maa, bantuin aku do'ain abang dong, Maa."

"Nggak boleh kayak begitu ah, dek."

"Hahaha. Emang enak, lo." Ledek Bara menjulurkan lidahnya.

"Nyenyenye. Nggak denger. Bodo amat."

"Ada yang pencet bel rumah, tuh. Teman-teman kamu bukan, dek?" Ucap Irene sesaat setelah mendengar suara bel berbunyi.

"Kayaknya sih iya deh, Maa. Tadi mereka whatsapp aku sih katanya udah berangkat dari rumah Farah."

"Loh, ngapain teman-teman lo ke rumah?"

"Kenapa? Masalah buat lo?"

"Udah ah, jangan berantem terus. Sana buka pintu, dek. Kasihan nanti mereka kelamaan nunggu."

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang