Seperti hari yang sedang gelap, rasanya sulit untuk percaya. Kalau tidak mau menunggu, ya.. jangan jatuh cinta.
"Ayo dong, dek. Kamu mau ya, temanin Mama ke rumah teman Mama." Bujuk Irene yang kini duduk disebelah putrinya yang sedang asik menonton drama di laptop.
"Aku nggak mau deh, Maa. Mama ajak Abang aja deh, aku mau selesai-in drama yang lagi aku tonton." Tolak Nadira menjeda drama yang sedang ia tonton.
"Kalau Bara yang ikut nggak seru, dek. Nggak ada yang bisa diajak ngobrol nanti sama teman-teman Mama. Mereka semua bawa anaknya masing-masing, masa nanti Mama doang sih yang nggak bawa anak."
"Mama tenang aja, Bang Bara orangnya asik juga kok kalo diajak ngobrol-ngobrol santai ala ciwi-ciwi gitu, dia kan sok kenal, sok dekat banget anaknya." Ujar Nadira meyakini Irene.
"Ah, kamu nggak asik deh, dek."
"Mau, ya."
"Tapi, drama yang lagi aku tonton ini belum selesai, Maa. Di episode ini lagi seru-serunya nih."
"Nanti lagi, dilanjut nontonnya, setelah pulang dari rumah teman Mama."
"Tapi Maa aku ka---"
"Pokoknya, kamu temanin Mama. Oke? Deal ya?"
"Nanti kamu pakai baju warna broken white gitu ya, dek. Biar baju kamu seragam sama baju Mama warnanya."
"Hmm. Iya, iya." Jawab Nadira yang akhirnya menyetujui ajakan Irene, meskipun sedikit terpaksa. Dari pada nanti ia dikutuk jadi batu, kan? Lebih baik ia menuruti ajakan Irene.
"Selesai sholat ashar nanti, Mama tunggu Nadira di bawah ya, sayang." Ujar Irene mengusap lembut surai putrinya, kemudian pergi berlalu meninggalkan kamar Nadira.
"Sabar Nadira, sabar. Lo bisa lanjut nonton lagi setelah pulang dari rumah teman Mama, kan. Inhale, exhale, inhale, exhale." Ucap Nadira sambil mengusap dadanya, menenangkan diri.
"Aaaaaaa, tapi gue nggak sabar. Episodenya udah sampai di klimaks. Please help me, God." Teriak Nadira yang mendapatkan teguran dari depan pintu kamarnya.
"Woi, dek, jangan teriak-teriak, berisik! Gue lagi sakit gigi nih!" Tegur bara dari depan pintu kamar Nadira.
"Bodo amat! Kalau sakit itu ke rumah sakit!" Balas Nadira tak mau kalah.
***
"Eh, ini anak kamu, Ren? Cantik banget, persis banget kayak kamu waktu muda dulu, ya." Ucap salah seorang yang Nadira yakini itu adalah salah seorang teman Mamanya.
"Siapa namanya, cantik?" Tanya yang lain.
"Aku Nadira, Tante."
"Masya Allah, cantiknya kamu, nak."
"Anak kamu, berapa sih, Ren?"
"Alhamdulillah dua, sepasang. Nadira ini anak bungsu, anakku yang pertama laki-laki. "
"Wah, yang satu laginya mana, nih? Nggak diajak?"
"Ada tante, dia lagi sakit gigi di rumah." Jawaban Nadira yang menghadirkan tawa dari teman-teman sang Mama.
"Kalau anak tante kebetulan juga ada dua, sepasang. Cuman, kalau anak tante yang terakhir justru laki-laki. Kayaknya beda setahun sama Nadira."
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPOSSIBLE
JugendliteraturKetika 3 hati dipertemukan dalam 1 cinta. "Kamu tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya menjadi aku. Ah salah, bahkan untuk berbalik menatapku pun, rasanya kamu enggan bukan?" -Nadira Almira