BAB 7

9 4 7
                                    

Waktu terus berjalan, tak terasa sudah dua bulan Nadira bersekolah di SMA Harapan Bangsa.

"Girls, nanti pulang sekolah temenin gue dong." Ujar Nadira sambil meminum jus apel yang telah dipesannya.

"Mau kemana emang?" Tanya Farah yang duduk dihadapan Nadira.

"Gue mau beli novel nih, udah nggak ada bacaan baru di rumah." Jawab Nadira.

"Masih suka baca novel Nad?" Kali ini Amanda yang bersuara, yang duduk disebelah Farah.

"Kalian gimana sih guys, temen kalian yang satu ini kan emang novel addict." Ucap Vira yang duduk bersebelahan dengan Nadira.

"Smart girl! makin sayang deh sama Viraaa." Ucap Nadira, dan memeluk Vira.

"Jadi gimana kalian mau kan temenin gue nanti ke toko buku?" Tanya Nadira.

"Oke." Jawab Vira.

"Iya, sekalian juga deh nanti gue mau beli something." Ujar Amanda.

"Ada traktiran nggak nih tapi? Kalo nggak ada males ah gue." Kali ini Farah yang bersuara.

"Tenang aja, serahkan semua kepada Nadira Almira." Ujar Nadira dengan bangga.

"Okee dehh." Jawab Farah dengan semangat.

"Giliran traktiran aja, cepet lo, Far." Ucap Amanda yang disetujui oleh Vira.

"Ehh btw, kita kan belum buat keputusan nanti mau ngerjain tugas kelompok seni budaya dimana. Gimana menurut kalian? Kita mau buat tugas dimana?" Tanya Vira sambil menatap gadget miliknya.

"Oh iya ya, kalo menurut gue sih mending sekalian aja nanti kita ngerjain tugas nya pulang dari toko buku, gimana? Kita ngerjainnya di tempat bia---"

Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Tiba-tiba ada seseorang yang menumpahkan minuman berwarna ke atas kepala Amanda.

Setelah aksi menumpahkan minumannya berhasil, seseorang itu tertawa puas atas perbuatannya.

"Maksud lo apa?!" Bukan, bukan Amanda yang berteriak tapi justru Nadira lah yang bangkit dari kursi kantin dan meminta penjelasan atas kelakuan yang dilakukan salah seorang Siswi kepada sahabatnya.

"Apasih lo!" Ujar Siswi yang telah menumpahkan minuman berwarna tadi.

"Maksud lo tadi apa numpahin minuman ke temen gue?" Tanya Nadira sambil mendorong sedikit bahu siswi tersebut.

"Heh, denger ya anak baru. Gue numpahin minuman itu bukan ke lo! Jadi kenapa harus lo yang repot sih, Hah?!" Jawab siswi tersebut, tak mau kalah ia mendorong bahu Nadira juga.

"Karena dia temen gue jadi itu urusan gue juga!" Tanpa disadari perdebatan mereka jadi tontonan seisi Kantin.

"Nadira, udah deh. Ayo kita ke kelas aja, biarin aja ini si nenek lampir mau ngapain kek dia. Kasihan baju Manda sedikit basah tuh, mendingan kita temenin Amanda ke toilet aja deh yuk." Ajak Farah berusaha menengahi perdebatan yang terjadi antara sahabatnya dengan siswi yang ia sebut nenek lampir.

"Iya, gue nggak apa-apa kok. Ayo temenin gue ganti baju olahraga aja yuk, sekalian lo ganti juga. Lagian habis ini kan kita pelajaran Pak Hendri, Nad." Tambah Amanda, juga berusaha menengahi perdebatan sahabatnya. Karena tidak ingin berurusan dengan Siswi tersebut.

Tak sengaja mata Nadira melirik kearah meja samping tempatnya berdiri, ia melihat ada segelas jus alpukat yang masih utuh disana.

Lalu bergegas membalas siswi di depannya ini dengan menyiram segelas jus alpukat tersebut, tepat di wajahnya.

"Heh! Apa-apaan sih lo?!" Teriaknya tak terima atas perbuatan Nadira.

"Itu balasan yang paling tepat buat lo, dasar nenek lampir!" Jawabnya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Temen lo aja biasa aja, kok malah lo yang repot?! Lo nggak tahu gue siapa?! Gue cucu dari yang punya yayasan disini!" Balasnya tak terima.

"Denger ya nenek lampir, mau lo anak Menteri sekalipun gue nggak takut! Karena apa? Karena emang lo yang salah disini!" Tegas Nadira.

Merasa tak terima atas perilaku Nadira tadi, yang membuat siswi tersebut emosi. Ia pun mendorong Nadira hingga terjatuh, yang mengakibatkan pelipisnya sedikit berdarah karena terkena ujung kursi besi yang ada di Kantin.

Nadira bangkit. "Maksud lo apa?!" Tanya nya merasa tak terima atas perilaku siswi yang katanya cucu dari pemilik yayasan tempat dirinya menempuh pendidikan, sambil memegang pelipisnya yang sedikit robek dan mengeluarkan darah atas perilaku siswi tersebut.

"Itu balasan yang paling tepat buat lo! Yang udah ikut campur sama urusan orang lain." Jawab siswi tersebut dengan senyum meledek.

"Rasain lo! masih anak baru aja udah sok-sokan mau jadi pahlawan disini." Ucap salah seorang antek-antek siswi yang telah membuat heboh seisi kantin.

"Diem! Urus aja tuh muka lo yang udah kayak tepung terigu. Ngaca! Nggak punya kaca? Apa perlu lo gue beliin kaca?! Mau berapa?" Sewot Nadira kepada siswi yang barusan berbicara kepadanya.

"Berani-beraninya lo! Inget ini baik-baik ya anak baru, gue ini kakak kelas lo sekaligus cucu yang punya yayasan disini. Kalo lo mau hidup aman dan tenteram disini, jangan pernah lo ikut campur sama urusan orang lain. Terutama gue!" Teriak siswi yang sedari tadi beradu argumen dengan Nadira.

"Udah gue bilang kan tadi, mau lo anak Menteri sekalipun gue nggak takut sama lo. Karena apa?! Karena emang lo yang salah disini, bukan cuman karena lo udah bersikap kurang ajar sama temen gue. Satu lagi, tadi lo bilang apa? Kakak kelas? Jadi lo masih mentingin senioritas disini? Hellow lo hidup di zaman apa sih? Zaman batu? Inget lo ini hidup di tahun berapa. Masih ada senioritas di zaman modern kayak gini? kuno lo!" Ucap Nadira dengan gemas, rasanya ia ingin menceburkan Siswi yang katanya kakak kelasnya beserta geng nya ke dalam kolam piranha.

Merasa tak terima dengan ocehan sang adik kelas, akhirnya ia mengambil sebotol air mineral yang ada di depannya dan menyiramkannya. "Udah gue peringatin sama lo, jangan pernah main-main sama gue!"

Merasa shock atas apa yang dilakukan kakak kelasnya ini, Nadira terdiam sejenak. Belum lagi ia merasa perih di pelipisnya akibat terkena air mineral yang disiram terhadap dirinya tadi.

"Denger ya, kakak kelas gue yang terhormat. Eummh, Maudy Anastasya. Nama lo cantik tapi nggak secantik perilaku lo! Kasihan orang tua lo ngasih nama bagus banget ke anaknya, tapi kelakuan anaknya beringas kayak begini." Ujar Nadira melihat ke arah name tag yang tertera di seragam kakak kelasnya itu.

Lagi dan lagi, merasa tak terima atas perkataan sang adik kelas yang membuat emosinya mencuat. Tangan kanannya melayang di udara, tanda siap untuk menampar pipi mulus adik kelasnya. Namun, sebelum aksinya terealisasikan dengan baik ada seorang laki-laki yang sudah menarik lengannya terlebih dahulu untuk menjauh dari tempat perdebatan.

"Tunggu pembalasan dari gue! Lo salah udah cari gara-gara sama gue anak baru!" Teriaknya menjauhi kantin.

"Gue tunggu pembalasan lo dengan senang hati, nenek lampir!" Tak mau kalah, Nadira pun ikut berteriak dari kantin seperti yang dilakukan kakak kelasnya tadi.








Happy saturday night teman-teman💙

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang