23

2K 182 7
                                    

Happy Reading

Winda mencoba untuk menghubungi Archen. Anak itu sudah jarang ke apartemenya, perasaan Winda jadi tidak enak. Takut Archen kenapa-napa.

Akhirnya panggilan Winda dijawab oleh Archen. Winda menginginkan agar Archen dapat pulang ke apart nya malam ini, dan alhamdulillah Archen mau.

Wanita itu dapat bernapas lega, akhirnya rasa kangen yang telah ia pendam selama ini  akan segera ia lepaskan pada anak kesayanganya itu.

Winda kembali mengecek laptop yang ia letakkan pada meja ruang tamu. Sembari menunggu Archen, kerjain yang lain dulu deh.

Jari-jari lentik itu seakan tak merasakan beban menari diatas keyboard. Satu jam, dua jam bahkan lebih, namun mereka tidak protes. Sepertinya memang itu sudah menjadi tugas dan kewajiban jari.

Ting tung

Ah, sepertinya Archen sudah datang. Winda lansung pergi untuk membukakan pintu.

Ceklek

Terlihat pemuda jangkung yang ada di hadapanya, Archen segera menyalimi tangan Winda.

"Kamu nggak kangen apa sama bunda?" Tanya Winda kesal.

"Hehe maaf bun, Archen sibuk."

"Sibuk apa sampe nggak inget bunda sama sekali," Winda berujar sembari berjalan kearah dapur.

"Mau minum apa ganteng?" Ah, Winda sepertinya sudah keracunan sinetron sctv. Dimana pelayan yang ganjen itu menawari menu-menu yang ada di resto mereka.

"Archen kok geli ya bunda ngomong gitu," jawab Archen bergidik ngeri.

Winda maju dengan menjewer kuping anak nakalnya itu "akhh, bunda sakit-sakit. Iya bun maaf Archen cuma becanda kok."

"Tinggal ngomong aja mau apa susah amat sih," kesal Winda.

"Bunda yang mulai, ya Archen jabanin."

"Eh sendal bunda baru lo, kenalan dulu gih. Bunda lempar ke muka kamu ya," Winda segera mengambil salah satu  sendal yang terpasang pada kakinya.

"Yaampun bunda, kalo muka Archen nggak ganteng lagi gimana. Bunda juga yang malu punya anak jelek, iya kan."

"Iya-iya. Sekarang mau adu mulut lagi atau mau bunda bikinin minum?" Tawar Winda.

"Susu kocok kasih es, kasih boba, kasih toping oreo, kasih mesis kasih cerry, kasih-"

"Bunda campurin sama deterjen skalian aja biar lengkap," sargas Winda dan berlalu melanjutkan langkahnya ke dapur.

"BUNDA MAU BUNUH ARCHEN," teriak Archen.

"IYA!"

"Bunda gue bedosa," gumam Archen sembari mengelus dadanya sabar. Tapi Archen juga tersenyum, dia dapat merasakan kasih sayang ibu dari Winda.

"Suasana disini cerah tapi kalo gue balik kesana jadi suram," lanjut Archen bergumam.

Pemuda itu melangkahkan kakinya menuju sofa ruang tamu. Archen memutuskan untuk duduk disana agar nanti bisa mengobrol dengan Winda.

Mata Archen tertarik pada laptop Winda yang ada diatas meja. Winda memang selalu begitu, jika sudah ada Archen. Dia akan lupa segalanya, terutama pekerjaan. Menurut Winda, Archen lebih penting dari apapun.

Archen membenarkan posisi duduknya agar lebih mudah membaca pekerjaan Winda. Bukanya kepo ya, tapi cuma penasaran aja.

"Addison Company," kening Archen mengkerut. Bukanya itu perusahaan Sandy ya, tapi ada urusan apa Winda sama Sandy.

Boys of Transmigation [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang