27

1.8K 149 4
                                    

Selamat membaca🤗
Semoga suka sama ceritanya...

Dengan langkah gontai, pemuda itu berjalan menyusuri gelapnya jalanan ibu kota. Keadaanya terbilang sangat tidak baik.

Seragam yang juga masih ia kenakan lengkap dengan sepatu hitam putih itu masih tertempel pada kedua kakinya.

Urakan satu kata yang dapat menggambarkan keadaan Archen saat ini. Setelah tadi ia mencoba bertahan di mansion itu, namun justru kini ia harus menerima kenyataan dirinya tetap diusir.

Awalnya Varo dan Gavin sempat tertegun oleh pendapat Archen yang menuyuruh keduanya untuk mengecek cctv. Namun apalah daya, Sandy tiba-tiba saja pulang dan langsung menyeret Archen keluar dari kamarnya.

Sandy memukuli Archen tanpa ampun. Bukan hanya tongkat baceball serta cambuk saja yang ia gunakan, tapi juga sajam seperti pisau.

Luka sayat dan tusukan yang Archen dapat itu tak sebanding dengan rasa sesak di dadanya. Maureen, mamahnya telah tiada dan dia yang menjadi tersangka.

Mungkin sepertinya bukan hanya jiwa Archen saja yang merasa kehilangan, tapi juga Archer. Ya, orang tua Archer yang asli meninggal dunia pada saat kecelakaan itu. Archer mengetahuinya dari Nara tadi siang, saat perempuan itu sedang bercakap melalui sambungan telepon.

Hati Archer mencelos, mati rasa itu yang dia rasakan sekarang. Menangis? Sudah tidak bisa, karena air matanya entah kenapa tak bisa dikeluarkan.

Awalnya Archer masih bersyukur sebab dengan adanya Maureen dan Sandy dapat menggantikan posisi kedua orang tua aslinya. Tapi setelah Archer pulang, ternyata Maureen juga menyusul kedua orang tua aslinya. Terus, untuk apa sekarang Archer hidup? Semua orang sudah tak akan ada yang percaya pada dirinya.

Pembunuh!

Orang jahat!

Anak kriminal!

Tak tahu malu!

Untuk apa kau hidup jika hidupmu hanya membuat orang bahaya!

Kata-kata Sandy terus berputar pada otaknya. Seakan memutari kepala Archer saat ini.

Ditambah rintik hujan yang menemani malam Archer malam ini. Menambah kesan dingin serta perih pada luka-luka hadiah dari Sandy. Archen memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing.

"Ssthh," rintih Archer.

"Arghh," cengkraman di kepalanya mulai mengkuat. Jari-jarinya menjambak rambut hitam itu, ia berusaha meredam rasa sakit. Tapi tak bisa.

"Cher talongin gue!"

"Talongin gue Cher hiks, gue nggak kuat."

"Suara siapa itu," Archer berusaha untuk melihat sekitarnya. Tapi nihil, tak ada siapapun, lantas suara itu siapa.

"Tolong Cher, tolong."

"Gue nggak kuat hiks, tolongin gue Cher."

"Tolong."

"Tolong."

"Tolong."

"Archen," gumam Archer lirih seraya memegang kepalanya yang semakin berat.

"Lo dimana Chen?!" Teriak Archer, ia mengedarkan pandangannya.

"Chen lo dimana?!"

"Tolongin gue Cher."

"Tolong."

Kata 'tolong' semakin berputar cepat di kepala Archer. Pemuda itu kini tak kuat menopang tubuhnya sendiri, ia jatuh seraya memegang kepalanya erat.

Boys of Transmigation [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang