Daerah Pinggiran Tumapel, 1220
Shit, sakit. Erangku dalam hati.
Aku tersembab jatuh ke tanah karena terpeleset. Sepertinya kebiasaanku untuk sering terjatuh karena kesleo tetap mengikutiku meskipun aku telah berada jauh di peradaban 800 tahun lalu ini.
Arok membantuku berdiri dengan masih menggenggam erat tanganku, lalu kami kembali berlari melewati pepohonan rindang dan jalanan hutan yang tidak beraturan dengan akar pohon yang saling menjuntai keluar.
Kami saling diam dan fokus berlari mencari tempat bersembunyi. Sialnya, kami sampai ke penghujung jalan dimana hanya ada jurang yang lumayan dalam yang tersisa. Kami terpojok.
"TANGKAP DUBRIKSA LAKNAT ITU!! JANGAN BIARKAN MEREKA KABUR!!" sahut para prajurit dari kejauhan. Aku dapat melihat ekspresi panik dari Arok, yang sama paniknya denganku.
Ya.
Misi kami kali ini gagal.
Kami masuk ke perangkap yang dibuat oleh mereka, dan membuat mereka membabi buta mengejar kami. Sepertinya mereka benar-benar sangat berambisi untuk mendapatkan kepala Arok dan komplotannya.
Gilakk. Seumur-umur gue ngga nyangka bakal terlibat ke adegan action kek gini. Seru njir!! Batinku dalam hati.
HEH, GEBLEK! Lu lagi ada di situasi hidup dan mati, Lila. Wake up!! Batinku lagi dalam hati, berseteru dengan batinku sendiri.
"Umang, kau percaya padaku kan?" tanya Arok tiba-tiba
"What The..??! kalo gua ngga percaya ke elu, gua kudu percaya siapa anjir." Sahutku tanpa sadar, menggunakan Bahasa indonesia yang sejurus kemudian langsung aku jawab kembali menggunakan Bahasa jawa.
"Baiklah kalau seperti itu, tutup matamu." Perintah Arok yang kemudian langsung aku lakukan tanpa menunggu detik berlalu.
Mau ngapain nih anak? Batinku dalam hati.
Aku merasakan arok melepaskan genggaman tangannya, lalu memelukku dan mengangkatku. Aku otomatis mengalungkan tanganku ke lehernya.
Aku sebenarnya sudah memiliki pikiran bahwa dia akan melakukan ini, namun tak kusangka dia benar-benar melakukannya.
Kami terjun dari atas jurang.
Aku memeluk erat lehernya, takut terjatuh. Aku kemudian merasakan sensasi angin yang menerpa kami saat kami terjatuh, membuat gejolak aneh di perutku.
Aku excited.
Rasanya persis seperti saat menaiki wahana hysteria dufan. Bedanya, aku tidak dalam posisi duduk dengan kursi pengaman.
DUG!! Kami mendarat di dasar jurang.
Aku tahu, kami telah sampai. Namun entah mengapa aku masih belum berani melepaskan tanganku dari leher Arok ataupun membuka mataku. Aku masih tenggelam dalam pelukan Arok.
"Tidak apa-apa Umang, kita telah sampai." Kata Arok lembut kepadaku, tanpa memaksaku untuk turun dari gendongannya.
Ini kalo diliat sama orang, udah kek adegan di film dimana superman nyelametin pacarnya yang hampir jatuh dari Gedung.
Dengan ragu aku membuka mataku dan melihat sekitar, lalu tanpa sadar melihat ke arah Arok.
Shit. Too close!!
Aku yang salah tingkah langsung melepaskan tanganku dan meminta Arok untuk menurunkanku.
Aku kembali melihat ke atas jurang. Mendongakkan kepalaku dan tanpa sadar membuka mulutku seperti orang desa yang pertama kali datang ke Jakarta melihat Gedung tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ken Umang dalam cinta Ken Arok
Historical FictionPria itu memandangku tersenyum lalu memandang lagi ke depan. Dia tidak memakai baju atasan, hanya selendang yang disampirkan ke samping dengan rambut disanggul dan memakai ikat kepala berwarna hitam seperti mahasiswa sedang demo. Dia hanya memakai c...