Ganteng

228 39 0
                                    


Tumapel, 1220 awal

Ngesti sangat sabar denganku. Tak salah dia adalah seorang anak dari pimpinan suatu padepokan, bisa dibilang ia adalah anak kiayi masa kini. Dia menjawab semua pertanyaan yang seharusnya bisa dianggap bodoh oleh orang-orang. Seperti dimana aku bisa mandi, bagaimana cara berpakaian, bagaimana cara makan, dan bahkan dia menunjukkanku tempat penyimpanan buku-buku untukku baca-baca ketika aku luang. And of course I doubt I will read it. Aku bahkan tidak mengerti apakah itu benar-benar aksara jawa atau huruf Thailand. Tulisan-tulisan ini benar-benar berbeda dengan aksara jawa yang ku kenal. Apakah di zaman ini belum ditemukan hanacaraka?

"Mbak ngesti, boleh kah aku bertanya?" basa-basiku yang dijawab dengan anggukan persetujuan darinya. "bisakah kau ceritakan kepadaku keadaan disini saat ini, sedang dimana kita sekarang, dan mengapa aku bisa bersama Arok?" tanyaku detil padanya. Sebenarnya ini semua bisa diceritakan oleh Arok, tapi sifat 'mengumpulkan banyak sumber untuk menyimpulkan lebih'-ku ini memang sudah menjadi bawaan. Aku tidak bisa hanya mendengar dan menyimpulkan dari satu atau dua sumber saja.

"Apakah kamu juga sebenarnya ingin mendengar cerita Arok, Umang? Seperti apa Arok dimata orang-orang disini, dan apa peranmu dalam kehidupan Arok?" tanya Ngesti menyelidik namun tetap dengan senyum lembut. Memang bener-bener sakti ini anak kiayi. Aku terperanjat lalu mengangguk antusias.

"hmm... Aku sebenarnya bingung mulai dari mana, namun mungkin aku akan mulai dari awal Ayahandaku bercerita mengenai pertemuannya dengan Arok." Katanya memulai.

"Ayahandaku bertemu Arok di Banjar Kacopet, dia sebenarnya disana memang mencari Arok, sang perampok dan perusuh yang ditakuti oleh semua orang di bumi Tumapel yang membuat geram pemimpin Tumapel, Tunggul Ametung. Bahkan kabarnya kini baginda Sri Kertajaya juga sudah mendengar mengenai Arok." Katanya sambil menatap ke langit-langit seolah sedang mengingat-ingat.

Well, sepertinya memang cerita di buku sejarah itu benar, dia maling perusuh yang bikin susah negara. Sial. Apakah aku akan benar-benar menjadi istri maling perusuh yang membunuh banyak orang? Pasti Mpu Paloh menemui Arok untuk memberi hukuman karena saking nakal dan jahatnya orang itu, lalu Mpu Paloh mencoba menuntunnya ke jalan yang benar. Titimangsa sialan. Kutukku dalam hati, keberatan dengan 'takdir yang memilihku' ini.

Melihat raut mukaku yang sudah kesal karena 'penilaian sesaat', Ngesti melanjutkan.

"Kamu jangan salah sangka. Biarpun dia terkesan biang onar, tapi dia merupakan pahlawan rakyat Tumapel." Kata Ngesti sambil tersenyum mencoba meluruskan stigma yang telah aku simpulkan terlalu awal mengenai Arok itu. Aku terheran dan tidak sadar memicingkan mata serta mengerutkan alisku, lalu mencoba untuk lebih mendengarkan.

"Dia hanya mengambil harta dari Orang-Orang kaya yang jahat kepada rakyat, dan juga menghadang upeti yang harusnya dikirim untuk Kediri. Dia lalu membagikannya ke rakyat miskin yang ada di Tumapel ini. Kamu mungkin tidak tahu, bahwa di jaman ini sekarang rakyat sangat menderita karena harus memberikan upeti yang besar untuk Kerajaan Kediri. Juga tindak laku semena-mena dari Akuwu Tunggul Ametung, membuat rakyat yang lemah tersiksa. Namun Arok dan kelompoknya muncul untuk memberi pelajaran bagi mereka dan juga memberikan bantuan kepada rakyat yang kesulitan untuk bahkan sekedar mendapatkan sesuap nasi. Maka dari itu, rakyat melindunginya saat Arok dikejar oleh prajurit kerajaan." Katanya menjelaskan.

"Suatu ketika, Ayahandaku pergi untuk mencarinya dan kemudian bertemu dengannya di Banjar Kacopet. Arok yang melihat orang tua renta sendirian di tengah hutan menanyainya, dan setelah tau ayahanda membawa lima tahil emas, dia menemani Ayahanda hingga sampai ke rumah. Mengawalnya dengan aman sendirian. Saat itu sebenarnya Ayahanda hanya ingin mengujinya apakah hatinya jahat atau tidak. Namun, ternyata Arok memang bukan orang jahat, dia tidak akan merampok orang yang lemah dan tidak bersalah. Justru akan membantu mereka. Maka dari itu ayahandaku menerimanya untuk belajar kanuragan disini. Sepertinya membutuhkan waktu sekitar setahun sebelum tiba-tiba Arok mengetuk pintu rumah untuk meminta diajarkan ilmu kanuragan. Tentunya Ayahandaku sangat senang dan terbuka menerimanya sebagai cantrik." Cerita Ngesti mengenang.

Baiklah, Jadi dia ternyata semacam Robin Hood versi jawa? Pikirku takjub.

"Dan lalu, Kau pun sebenarnya seorang yang sama dengannya, Umang. Kau bertemu dengannya saat kelompokmu mencoba untuk merampoknya. Hahahaa.... Itu adalah cerita yang sangat lucu. Hahahaha..." kata Ngesti tertawa yang membuat aku terperanjat.

Sial, gue disini ternyata seorang anggota rampok anjir! Pikirku ngeri. Meskipun katanya rampok Budiman, namanya rampok tetep aja rampok. Gua dikantor sebisa mungkin ngga ikut-ikutan praktik korupsi sekecil apapun sampe jadi figur yang hampir dikucilkan gara-gara dianggep sok suci sok alim, eh begitu disini gue telah dan sudah menjadi rampok. Titimangsa sialan! Pikirku speechless dengan nasibku sendiri.

"Mengapa? Kau kecewa dengan dirimu sendiri?" selidik Ngesti sambil tersenyum. Membuatku curiga bahwa dia bisa membaca pikiran. "Tidak apa-apa, kau melakukan itu bukan karena murni kehendakmu, Umang. Ini semua karena kamu kehilangan orangtuamu yang membuatmu murka dengan kepemimpinan kerajaan ini." Kata Ngesti. Membuatku agak lega, setidaknya Umang mungkin memiliki alasan yang kuat untuk apa yang ia lakukan.

Namun tidak lama kemudian, aku terperanjat. Sepertinya ada informasi yang missing dari cerita yang barusan di ceritakan oleh Ngesti.

"Aku kehilangan orangtuaku? Apakah Bango Samparan sudah meninggal? Bagaimana beliau meninggal sampai aku juga menjadi rampok? Kenapa Arok belum menceritakan itu kepadaku?" tanyaku kepada Ngesti yang sepertinya juga kaget dengan pertanyaanku. Dia hanya bisa diam, bingung dan gugup setelah aku menanyakan hal tersebut. Saat itulah tiba-tiba Arok datang.

Beberapa saat, dia dan Ngesti saling menatap, lalu Ngesti seperti memberikan ekspresi permintaan maafnya kepada Arok. Arok hanya membalas dengan senyuman seolah menenangkannya dan menjawab dengan ekspresi 'Tidak apa-apa, aku akan mengurus hal ini'.

Kemudian Ngesti pamit meninggalkanku dan Arok berdua. Arok duduk disebelahku dan hanya diam, seolah menugguku untuk bertanya. Dan aku sendiri, tiba-tiba lupa dengan apa yang ingin aku tanyakan. Kek mana sih, awkward bangeeut. Lagi gibahin orang, tiba-tiba orangnya dateng.

"Sudah selesai bertemu dengan Nyi Prenjak?" tanyaku memecah keheningan. Arok menoleh dan memberikan senyuman anggukan. Lalu kami terdiam lagi.

Krik krik anjir. Macem lagi chat-an tapi cuma dibales 'haha'. Udah gini gua kudu ngomong apaan? Entah mengapa lidahku kelu dan merasa asing dengan pemuda di sebelahku ini. Aku baru menyadari, bahwa dia adalah Ken Arok. Calon Raja masa depan yang diceritakan bengis di buku sejarah. Suka mencuri dan berjudi. Namun, apa yang diceritakan Ngesti membuatku tidak dapat berkata-kata dengan seikat informasi sejarah yang kutau tentang Ken Arok itu, yang hanya samar teringat olehku.

"Jadi... kamu adalah perampok?" tanyaku tak tahan dengan ke-krik-krik an ini. Dia hanya menjawab dengan senyuman tersirat sambil menatap tanah. "Kenapa?" tanyaku bodoh. Aku sangat tahu alasannya jika menarik dari cerita yang diceritakan oleh Ngesti, tapi entah mengapa pertanyaan itu keluar begitu saja tanpa ada sinyal dan permission dulu dari manajemen otakku. Keheningan siang menjelang sore ini sepertinya menambah suasana awkward diantara kami.

"Aku benar-benar tidak tahu seberapa banyak kamu melupakan kehidupanmu, Umang. Namun, pertama-tama aku ingin berkata jujur kepadamu. Aku harap kamu tidak akan terlalu membenci kebodohanku ini." Katanya dengan sendu ke arah tanah, beberapa saat setelah terdiam oleh pertanyaan satu kata dariku tadi. Aku hanya diam menatap lelaki muda yang duduk di sampingku ini. Disponsori oleh sinar Mentari yang tidak terlalu terik namun tidak terlalu redup dan entah mengapa terasa romantis di keheningan ini, tiba-tiba keluar kalimat di otakku seraya membatin.

Kok lama-lama diliat ganteng juga ni anak...

PLAK!!! Aku menampar pelan pipiku sendiri, yang membuat Arok kaget dan terperanjat. Aku mengutuk diriku sendiri. WHAT THE HELL ARE YOU THINKING, LILA??! BISA-BISANYA!! LAGI SERIUS KEK GINI!! MALAH SALFOK??!! Kapan sih pikiran randomku hilang???

Ken Umang dalam cinta Ken ArokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang