Daerah Pinggiran Tumapel, 1220
"Lila..." Suara seorang perempuan yang entah mengapa begitu familiar menyapaku dalam kegelapan.
"Yaa?" Tanyaku ragu... "Siapa?" sambungku berseru sambil mencari sumber suara tersebut.
"Tolong bantu dia... Tolong jangan tinggalkan dia..." kata suara itu lagi, mamakai Bahasa Indonesia. Aku mengernyitkan dahiku, tak mengerti apa maksudnya.
"Anda siapa? Dia siapa?" tanyaku lagi, masih mencari sumber suara.
Tiba-tiba cahaya yang sangat terang datang dan membuatku menutup mataku dengan kedua siku tanganku, dan terdengar suara ayam berkokok.
Aku terbangun dari tidurku...
Mimpi aneh lagi...
Reea ilang gapernah muncul di mimpi gue lagi, eh, kenapa jadi ganti cewek gajelas? Pikirku heran.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar.
Api unggun kecil telah menjadi abu dengan asap yang sesekali masih muncul. Aku sudah dapat melihat sedikit jelas keadaan gua kecil yang semalaman menjadi tempat kami berlindung berkat sinar Mentari yang cukup terang untuk menggapai bibir gua ini.
Aku tak melihat Arok di sekitar.
Kemana tuh bocah? Ninggalin gua sendirian? Pikirku agak sebal karena sadar tak tahu bagaimana cara untuk pulang ke padepokan mpu palot.
Ini kalo si Arok kaga balik gue seumur hidup disini gitu? Oh, my... I really miss google map!! Pikirku sebagai seorang millennial yang sangat amat teramat tergantung dengan segala aplikasi perusahaan unicorn bernama Mbah Google itu.
Tak berselang lama, terdengar suara gemerisik dari dahan dan semak di sekitar.
Kelinci? Rusa? Atau Harimauu???
Pikiranku mengembara untuk mengantisipasi hal yang akan muncul atau hal yang akan terjadi. Aku memang selalu memperhitungkan segala hal yang akan, sedang dan telah terjadi di hidupku. Dari mulai dampak, resiko hingga penanganannya. Selalu ada seribu scenario yang terpikir di otakku ini di setiap Langkah yang aku pijak, hanya saja mana yang kupilih untuk menjadi kenyataan dan mindset mana yang aku tanamkan, adalah suatu hal lain yang harus ku jawab seiring dengan berjalannya waktu.
Sama seperti saat aku menyadari bahwa aku telah terdampar di kehidupan 800 tahun lalu ini. Segala macam scenario muncul di pikiranku, bersama dengan penanganannya. Dan kenyataan bahwa aku terdampar di kehidupan 800 tahun lalu serta sedang berada di tubuh seorang calon selir, adalah scenario terakhir yang ternyata merupakan jawaban ter-tepat dari segala keanehan yang aku alami sejak aku bangun pagi itu.
So back to this moment, jika yang keluar adalah kelinci hutan aku mungkin akan mencoba menangkapnya untuk menjadikannya makanan karena aku tak tahu berapa lama aku harus tinggal di gua ini sendirian. Dan jika hewan buas yang keluar, aku akan segera berlari dalam diam menuju ke sudut gua untuk bersembunyi.
Aku memicingkan mataku dan menelan ludahku, mewaspadai apa yang akan keluar dari semak-semak tinggi yang di tutupi dahan-dahan pohon rendah dan rindang itu.
Tak lama, Arok keluar sambil memotong dahan-dahan menggunakan pisau yang ia bawa.
Keteganganku mereda, Aku pun menghela nafas lega, namun digantikan dengan kedongkolan yang entah datang darimana.
"Dari mana saja kau??" tanyaku ngotot dengan bibir mengerucut. Arok terdiam sejenak karena kaget akan sikapku lalu melihatku dengan janggal.
Sejurus kemudian aku menyadari bahwa diriku sedang bertingkah laku bak seorang istri yang ditinggal suaminya tanpa kabar, dengan ekspresi ngambek alami tanpa di buat-buat yang sialnya muncul secara spontan tanpa perhitungan dengan sendirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ken Umang dalam cinta Ken Arok
Historical FictionPria itu memandangku tersenyum lalu memandang lagi ke depan. Dia tidak memakai baju atasan, hanya selendang yang disampirkan ke samping dengan rambut disanggul dan memakai ikat kepala berwarna hitam seperti mahasiswa sedang demo. Dia hanya memakai c...