Jambudwipa

160 24 0
                                    

Daerah Pinggiran Tumapel, bulan ketiga 1220

Sudah sebulan sejak kejadian Arok dan komplotannya gagal dalam merampok upeti. Kelinci putihku telah melahirkan 9 ekor bayi yang sangat lucu-lucu dan tiap hari aku bermain bersama mereka ketika tidak ada hal yang aku kerjakan.

Selama sebulan ini, Aku mengusulkan kepada Arok untuk berhenti merampok terlebih dahulu agar prajurit kerajaan berpikir Arok dan komplotannya telah kapok untuk merampok, namun Arok dan kelompoknya tetap sering berkumpul. Nyi Prenjak dan saudara-saudara anggota juga terkadang turut hadir.

Ah, ya. Sekarang saudara-saudara perempuan Umang di komplotan Nyi Prenjak telah memakai kemben semua sejak kedatanganku hari itu. Sepertinya Nyi Prenjak aware kalau aku merasa risih dan tidak nyaman. Aku merasa terharu dan sedikit besar kepala dengan kemajuan itu, pertama kalinya entah mengapa merasa berguna terhadap peradaban wanita abad 12 ini.

Jangan-jangan ini adalah emansipasi wanita pertama di Indonesia? Hohohoo.. Pikirku lebay.

Aku juga mulai diajarkan ilmu kanuragan oleh Arok yang tak kusangka dan kuduga memang sangat berat.

Bukan, bukan masalah banyaknya kitab yang harus aku baca dan hafalkan. Aku tak masalah untuk membaca kitab sebanyak apapun, hanya saja banyak kata dan kalimat yang tak aku mengerti yang harus aku hafalkan. Ini sangat setara dengan kesulitan ketika aku belajar Bahasa mandarin. Sangat banyak vocabulary yang aku tak mengerti dan terkadang ditulis dengan karakter atau aksara yang berbeda-beda. Tanpa adanya Arok atau Ngesti aku tak akan tau apa maknanya dan menjadi penyebab aku begitu lambat dalam mempelajari ilmu kanuragan hingga Arok suatu saat berkata:

"Kamu ini sebenarnya sangat cerdas, Umang. Kau cepat sekali membaca, namun bagaimana bisa kau tak tahu maknanya? Seperti orang asing yang tak mengerti Bahasa sehari-hari saja." Katanya padaku saat itu. Yang hanya bisa ku jawab dengan diam.

Ya emang gua ini warga asing bro! lebih asing daripada Alien! sebalku dalam hati. Susah banget sih jadi Avangers. Berhenti aja gitu? Pikirku kadang-kadang. Namun karena keinginanku yang masih kuat untuk menjadi sakti membuatku terus belajar meski sangat amat teramat lambat.

Aku juga mulai belajar menulis diatas daun lontar dimana cara menulisnya juga sangat amat teramat butuh effort dan waktu dan kesabaran dan kelebihan dan ketelitian dan dan dan lain lainnya. Hal ini juga menjadi salah satu hal yang membuatku malu karena anak seusia SD disini saja bisa menulis dengan lancar dan menyelesaikan serat 10x lebih cepat dibandingan dengan diriku.

Aku mendadak merasa sangat amat teramat bersyukur di jaman 800 tahun kedepan itu, kita hanya perlu mengetik di word, dan pun jika salah tinggal di Backspace atau ctrl+A lalu delete.

Menulis diatas daun lontar benar benar menyusahkan, karena selain huruf jawa kuno yang rumit, ketika salah pada satu coretan saja, sudah berubah maknanya sehingga harus tulis ulang. I feel really blessed sama kehidupan abad 20 yang sangat amat memudahkan segala hal itu. Kukira jaman atasanku yang harus mengetik di mesin tik adalah yang paling susah, ternyata ada yang seribu kali lipat lebih susah lagi yakni menulis diatas daun lontar. Jika kalian tak percaya, kalian bisa search youtube mengenai bagaimana susahnya menulis diatas daun lontar. Aku yakin pasti ada.

At this rate, gua lebih milih nulis di atas daun pisang kering pake arang dah. Pikirku suatu ketika. Namun, Ngesti pernah berkata bahwa menulis di atas daun lontar adalah salah satu ketrampilan dasar yang semua orang terpelajar (cantrik) harus miliki.

Well, gua nggamau dianggep orang ngga terpelajar.

Namun apapun itu, belajar sastra jawa kuno memang sangat menyenangkan untukku. Banyak kosa kata sansekerta jawa kuno yang menurutku sangat keren, dan maknanya pun sangat dalam. Aku heran, mengapa sastra jawa tidak terlalu popular di zamanku padahal se keren ini.

Ken Umang dalam cinta Ken ArokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang