Suara tonggeret nyaring berbunyi di malam yang terang karena sinar rembulan pink ini. Aku terlalu speechless, otakku terasa kosong. Satu pun tak ada hal yang bisa terlintas di pikiranku. Bahkan aku kehabisan akal dan semua rangkaian cerita dari berbagai kemungkinan yang aku telah susun sejak aku berada disini, satu Langkah pun tidak bisa muncul. Aku hanya bisa terdiam menatap kosong ke udara.
"Nduk?" sayup kudengar suara Dang Hyang Lohgawe Memanggilku.
"Umang?" kudengar lagi suara Arok memanggilku.
"Nduk." Panggil lagi Dang Hyang Lohgawe sambil menepuk pelan pundakku. Dan aku tersadar dari lamunan kosongku.
Aku memandang ke arah Dang Hyang Lohgawe dan Arok, lalu Mpu Palot secara bergantian.
"Nduk..." panggil Dang Hyang Lohgawe lagi.
"Apakah kamu bersedia untuk menerima Arok sebagai pendamping hidupmu hingga akhir nanti, Nduk?" tanya Dang Hyang Lohgawe.
Aku sempat nge-Freeze dan tidak menemukan satu pun jawaban yang sesuai karena segala kebingunganku.
Aku memandang Arok yang tersenyum berbinar ke arahku, namun berapa detik kemudian perlahan senyumnya memudar dibarengi dengan mata yang menyiratkan sedikit kesedihan.
Whatta pitty... you must be really happy with this, but then you don't know that your beloved sister isn't me. Pikirku dalam hati.
Aku menghela nafas yang amat teramat panjang, lalu memandang Dang Hyang Lohgawe dan akhirnya berkata:
"Aku menyerahkan segalanya kepada takdir yang Tuhan telah berikan, Mpu..." jawabku sambil menundukkan diriku, memberikan gestur sopan layaknya bawahan yang diberikan mandat untuk menyelesaikan pekerjaan.
Emang gua bisa bilang apalagi... gerutuku dalam hati dengan tatapan mata kosong.d
Dang Hyang Lohgawe dan Mpu Palot terlihat sangat bahagia dan saling memandang karena apa yang telah digariskan tetap berjalan sesuai dengan wangsit yang mereka terima dari Tuhannya.
Relax, Lila... bisikku dalam hati sambil menghela nafas dalam dan meghembuskannya perlahan.
Everything is just going in the line. You know, what happens will happend. Lu cuma kudu jalanin ini sesuai alur aja, Lila... fine... Everything will be Fine... kataku lagi kepada diriku sendiri untuk menenangkan diri sembari mengepalkan tanganku kencang-kencang, untuk mengendalikan diriku sendiri.
Dang Hyang lohgawe melepaskan tanganku dan tangan arok yang sedari tadi di genggamnya. Dan menatap Arok.
"Arok..." katanya lembut sambil memandang Arok.
"Saya, Mahaguru..."
"Besok, kamu harus ikut denganku untuk bertemu Tunggul Ametung..." kata Dang Hyang Lohgawe, yang seketika membuat Ken Arok dan Tita kaget hingga tita tak sengaja mengeluarkan teriakan kecilnya.
"Maaf, Mahaguru... Untuk perkara apakah saya harus menemui orang yang telah mencari saya bertahun-tahun dan bahkan menginginkan kepala saya untuk bisa dipersembahkan kepada Raja Kadiri sebagai bentuk pengabdiannya, Mahaguru?" tanya Arok kepada Mahagurunya, yang sekaligus menjadi pertanyaan Tita dalam hatinya.
"Tenanglah, Arok... aku tidak memintamu untuk bertemu dengannya agar kau bisa menyerahkan kepalamu untuk Kadiri..." terangnya sambil tertawa kecil, yang dibalas dengan raut tanya Arok.
"Kamu, kuberi tugas pertama sebagai langkah awal untuk membantu Brahmana di bumi Jawadwipa ini Arok..." lanjutnya sambil melirik Mpu Palot yang ada di sebelahnya.
"Kamu besok akan diperkenalkan kepada Akuwu Tumpel itu sebagai murid Mahagurumu ini, dan akan mengabdi sebagai prajurit Tumapel yang menjaga keamanan wilayah Tumapel, Arok..." kata Mpu Palot pada Arok, yang membuat raut muka Arok dan Tita berubah drastis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ken Umang dalam cinta Ken Arok
Historical FictionPria itu memandangku tersenyum lalu memandang lagi ke depan. Dia tidak memakai baju atasan, hanya selendang yang disampirkan ke samping dengan rambut disanggul dan memakai ikat kepala berwarna hitam seperti mahasiswa sedang demo. Dia hanya memakai c...