Don't give a f**k

231 31 0
                                    


Daerah Pinggiran Tumapel, 1220

Udara malam disini selalu dingin. Tentu saja, dengan pepohonan yang masih rimbun dan kegelapan malam tanpa lampu kerlap kerlip seperti di Jakarta, membuat malam di sini dingin jika tidak menyalakan api unggun. Well, sebenarnya di Jakarta sang kota yang dikenal tak tidur dan tetap hidup selama 24 jam pun aku selalu merasa dingin... Entah karena hujan lebat, karena kehampaan, atau keheningan...

Namun malam ini berbeda. Aku tak tau apakah ini karena aku sedang tidak hanya duduk diam seperti biasanya di pondokan Mpu Palot, atau karena aku sedang menaiki kuda dengan Arok yang jika dilihat dari sisi manapun, scene yang kami tampilkan sekarang merupakan scene yang sangat romantic dan epic seperti di drama kolosal dimana tuan putri dan tuan muda pergi menunggangi kuda perlahan-lahan ditemani bintang dan langit malam yang cerah.

Tapi... aku tidak bisa merasakan apapun, selain ketidaknyamanan dan kecanggungan setelah Arok menanyakan hal itu. Apakah dia sudah tau kalau aku bukan Umang yang dia kenal?

Tiba-tiba aku merasa sedih, karena aku sekarang seperti tidak lagi mengenal siapa diriku ini. Apakah aku Umang, atau Lila.

Aku tak tau mengapa tiba-tiba merasa bingung setelah Arok menanyakannya.

Suara derik serangga hutan yang saling bersahutan, bintang-bintang malam yang sangat cantik di langit malam yang cerah, udara yang berhembus pelan, semua ini... begitu sedih... begitu sendu...

Aku memang menikmati suasana malam ini, namun... ini hanya terasa begitu sedih. Aku harusnya tidak merasa bingung. Dari awal aku menyadari bahwa aku terdampar dengan identitas baru di masa ini, aku telah memutuskan bahwa aku hanya akan memerankan peran yang telah diberikan kepadaku ini. Seorang Lila yang mendapatkan pekerjaan baru sebagai pemeran dalam kisah sejarah bernama Ken Umang. Aku adalah Lila, yang berperan sebagai Umang.

Namun, sekarang aku bingung. Segala hal menjadi tercampur antara pikiran dan hatiku sebagai seorang Lila, dan pikiran dan hatiku sebagai seorang Umang yang akan menjadi selir seorang calon Raja.

Well, dengan beban kehidupanku di abad ke-20 itu, aku memang sangat ingin menghilang dan melupakan segala hal, meninggalkan segala hal yang menyakitkan dan membuatku menangis. Apakah ini jawaban dari Tuhan agar aku menjalani kehidupan yang lain? Sebagai seorang Umang? Ah... lagi-lagi melarikan diri adalah opsi dalam permasalahanku. Aku lelah...

Kuakui, aku selalu melarikan diri. Sepertinya itu adalah suatu kebiasaan yang secara tak sengaja terpupuk dalam diriku. Dulu saat masih kecil, aku akan pergi ke rumah budeku jika aku dimarahin ibuku. Saat aku memutuskan untuk kuliah di luar provinsi pun, sebenarnya aku melarikan diri dari rutinitas di kampung halamanku dan juga karena masalah keluargaku. Pun saat aku memutuskan untuk bekerja di Jakarta, Aku sebenarnya melarikan diri dari segala masalah yang ada. Aku seperti selalu terobsesi membuka lembaran baru disetiap waktu aku tertekan akan permasalahan, padahal cerita sebelumnya belum aku selesaikan.

Apakah ini sebenarnya merupakan keinginanku juga untuk berada di masa ini? Untuk kembali melarikan diri dari segala rasa dan asa yang ada di kehidupanku di abad ke-20 itu? Pikirku tersadar.

Sekejap terlintas senyuman 'dirinya' yang sangat lembut kepadaku ketika aku memejamkan mata. Aku menghela nafasku panjang. Sosoknya begitu nyata, terasa memelukku dari belakang dan ikut menikmati suasana malam ini. Tubuhnya yang hangat selalu mampu menghangatkan dingin malam yang menyergapku ketika aku mengikutinya berkemah, membuatku lupa bahwa aku tidak terlalu suka untuk pergi mendaki gunung, membuatku lupa akan segala hal yang menyakitiku, membuatku terlalu bergantung padanya ketika aku membutuhkan tempat untuk pulang dan beristirahat dari lelahku.

Ken Umang dalam cinta Ken ArokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang