Umang masih saja tertawa setelah merapelkan kata-kata dan kalimat yang tak aku mengerti. Ini adalah pertama kalinya Umang berbicara sangat banyak dan penuh dengan emosi serta ekpresi sejak sebulan yang lalu, dan pertama kalinya juga Umang tertawa terbahak-bahak.
Sesungguhnya, aku telah tak mengerti umang sejak saat itu, saat aku mengajaknya melihat gamelan. Ia terus saja berbicara hal-hal aneh, bersikap aneh, berpakaian aneh, beribadah dengan cara yang belum pernah aku lihat, bahkan cara berpikir dan tindak lakunya juga aneh.
Aku merasa bahwa Umang yang kukenal telah hilang...
Sebulan ini, Umang menjadi sangat pendiam. Ia hanya akan mengeluarkan suaranya saat aku menanyainya, atau saat ia menanyakan hal-hal yang sangat tak aku duga. Pun ketika dia berkata suatu hal, aku akan tidak terlalu mengerti apa yang dia bicarakan. Terkadang Bahasa yang ia pergunakan juga aneh. Dia bahkan tidak pernah lagi memanggilku dengan 'Kakang' seperti biasanya. Cara bicaranya kepadaku seperti dia seumuran atau lebih tua denganku. Umang yang dulu, meskipun dia akan sangat manja dan mengatakan apapun yang ia katakan, ia akan tetap sopan kepadaku karena aku lebih tua darinya.
Bukan berarti aku keberatan, namun aku hanya merasa janggal karena ia terkadang seperti tidak mengerti tata krama dasar padahal ia pernah berguru di Padepokan Ki Tantrapala bersamaku. Tapi aku hanya mendiamkannya saja ketika memanggilku hanya degan nama saja. Karena bagaimanapun, Umang sepertinya sedang sakit.
Aku benar-benar merasa asing dengannya saat ini.
Semua berawal dari hari itu. Hari yang menjadi hari pertama aku berani mengajaknya untuk keluar. Bukan karena aku takut dengan Nyi Prenjak, namun karena aku takut Umang akan menolak untuk kuajak keluar melihat gamelan, dan membuat diriku merasa konyol sehingga hubungan kami akan menjadi canggung. Aku ingin menjadi dekat dengannya pada hubungan yang lebih serius, lebih dari sekedar hubungan Kakak-Adik seperti yang selama ini ada di antara kami agar aku bisa menjaganya selamanya dengan memilikinya. Aku tak mau lagi melihatnya menderita.
Kami memang dekat, segala beban dan pemikiranku tentang bagaimana bobroknya kerajaan ini berjalan entah mengapa bisa kuceritakan secara leluasa dengan Umang. Ia memang hanya menjadi pendengar dan tidak begitu bisa menanggapi apa yang aku ceritakan. Namun, sosoknya yang ceria, manja, cerewet dan terkadang tengil selalu bisa menghiburku. Dia selalu berapi-api untuk membantu dalam setiap misi yang aku jalankan untuk membuat onar di Kerajaan Kadiri khususnya Tumapel ini. Dia juga terkadang gegabah saat melakukan sesuatu sehingga aku tidak bisa tidak mengkhawatirakannya. Meskipun ia hanya setahun lebih muda dariku dan katanya pernah belajar bersamaku di Padepokan Ki Tantrapala, cara berpikirnya masih belum dewasa dan seperti anak-anak yang gampang tersulut emosinya.
Sesunggguhnya, saat aku pertama kali bertemu dengannya ketika ia sedang dalam pelarian dengan ayahandanya, aku tidak mengenalinya karena di Padepokan tempat kami belajar, kami hanya berpapasan beberapa kali saja. Saat itu Umang masih seperti anak kecil yang lucu dan dengan sok berani nya membentakku untuk tidak macam-macam dengannya dan ayahanya. Saat kami bertemu lagi ketika ia telah bersama dengan Nyi Prenjak, ia sudah tumbuh menjadi gadis remaja, namun tetap terlihat seperti adik kecil di mataku.
Aku sesungguhnya agak tidak terima orang yang kulihat sebagai adik kecilku ini berpakaian layaknya sudra biasa saat itu, jadi aku langsung menutupi tubuhnya dengan kain yang aku bawa.
Ketika ia bercerita dan menangis tentang nasib ayahandanya hingga bagaimana ia bertemu dengan Nyi Prenjak seperti layaknya anak kecil yang mengadu kepada kakandanya setelah mainannya diambil anak tetangga, aku merasa sangat geram dan sakit hati.
Saat itu juga, aku berjanji akan menjaganya selamanya.
Namun akhir-akhir ini.... Entahlah... aku merasa adik kecilku hilang dalam semalam. Umang yang sekarang sangat berbeda dengan Umang yang aku kenal. Raut muka manja dan kekanak-kanakan yang sering ia tampilkan sudah jarang aku lihat. Aku sempat melihat raut muka kekanak-kanakan itu lagi saat aku membawanya ke sungai dan dia bermain dengan air yang entah mengapa terlihat seperti baru ia lihat pertama kali. Namun selain itu, aku tak pernah lagi melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ken Umang dalam cinta Ken Arok
Ficción históricaPria itu memandangku tersenyum lalu memandang lagi ke depan. Dia tidak memakai baju atasan, hanya selendang yang disampirkan ke samping dengan rambut disanggul dan memakai ikat kepala berwarna hitam seperti mahasiswa sedang demo. Dia hanya memakai c...