TUJUH

761 122 39
                                    

Hari ini sekolah lagi mengadakan acara tahunan. Biasanya akan ada bazar dan pertunjukan pentas seni lainnya. Biasanya setiap kelas akan berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik dari kelas lainnya.

"Dek, kamu berangkat sama siapa?" tanya Bunda saat atensinya menangkap siluet Liana turun dari lantai dua.

"Naik angkot deh kayaknya bun, atau gak naik ojek!" sahut gadis itu.

Liana berangkat lebih awal. Bunda menawarkan ingin mengantar gadis itu, namun Liana melarangnya. Padahal sudah seminggu sejak kepulangan bunda dari rumah sakit, namun Liana masih dalam mode over protektifnya.

"Emang gak bareng Juna?" tanya bunda lagi.

Liana yang saat itu sedang memasang sepatunya menggeleng pelan. "Gak bun, Juna mana bangun jam segini!"

"Loh kenapa?"

"Hari ini tuh kita bebas mau dateng kapan aja, Liana yakin Juna gak akan bangun."

"Ya udah kalo gitu hati-hati ya!"

"Iya bunda, assalamualaikum!" Liana mencium tangan bundanya, tak lupa dengan kecupan di kedua pipi ibunya itu. Ritual pagi yang selalu gadis Jelita itu lakukan sebelum pergi ke sekolah.

Liana melangkah keluar. Baru juga ia menutup pintu pagar rumahnya, gadis itu dikejutkan dengan kehadiran Janu yang duduk tenang di atas motornya.

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Liana, pasalnya dia gak ada hubungin pemuda itu sama sekali.

"Gak usah banyak tanya deh, buru naik!" ujar Janu menyodorkan helm ke arah Liana.

Gadis itu hanya menurut dan mengambil helm pemberian dari Janu. Tapi di tunggu beberapa saat, Janu belum merasakan gadis itu naik ke atas motornya. Pemuda itu menoleh, menatap ke arah Liana yang masih berdiam diri di tempatnya. Padahal gadis itu udah memakai helmnya.

"Ngapain bengong, ayo buru!"

"Hehe... Susah Janu!" ujar Liana.

Janu menghela napas pelan, dia baru sadar gadis itu sedang memakai rok yang cukup pendek saat itu. Liana hanya tersenyum kikuk melihat tatapan tak suka dari pemuda Rajendra itu.

"Lagian ngapain sih lo pake rok sependek itu? Gak malu apa di liatin banyak orang?" dumel Janu.

Aneh biasanya juga kalo Karina pake pakaian rok sependek Liana juga Janu fine-fine aja. Ini kenapa dia sewot Liana juga pake hal yang sama.

Pemuda itu melepas jaketnya. Sebelum itu ia membiarkan Liana naik dulu ke atas motornya. Hingga pada akhirnya, Janu memberikan jaketnya untuk menutup bagian paha Liana yang nantinya akan terbuka.

"Nanti kamu kedi..."

"Gak usah banyak protes deh!" sanggah Janu sebelum Liana menyelesaikan ucapannya.

"Iya!" Liana pada akhirnya nurut aja.

Jujur ini adalah kali pertama Janu menjemputnya di luar jadwal yang seharusnya. Iya—karena pacar Janu bukan hanya Liana—mereka bertiga akhirnya memutuskan menjadwalkan Janu harus menjemput siapa di hari-hari tertentu. Karina yang mengusulkannya.

Hari ini Janu gak ada jadwal buat jemput Liana. Harusnya dia bersama Karina sekarang. Walaupun ada jadwal pun Liana gak akan biarin Janu menjemputnya, dia selalu bilang akan pergi bersama Juna aja.

Liana tau dari awal Janu sama dia kan gak pure saling suka. Ya dia harus tau diri bukan. Liana gak banyak nuntut orangnya. Janu bilang dia mau jalan ama Karina ketimbang nganterin Liana, gadis itu fine-fine aja.

Sampai pada akhirnya ada sebuah kejadian dimana Liana di serang oleh penggemar Janu. Iya—Janu kan kapten basket—jadi udah kayak idol korea gitu. Digandrungi oleh kaum hawa dari seangkatan mereka, adik tingkat, hingga kakak tingkat mereka.

Liana saat itu berada di kantin, gak lagi sama teman-temannya. Dia datang lebih dulu untuk mencari tempat duduk tentunya. Di situ ada Harsa, jadi gadis itu berbincang aja sama dia. Asik mengobrol Liana kelilipan, Harsa coba membantu meniupnya.

Keduanya gak sadar, ada Janu dan teman-temannya yang melihat adegan itu. Kalo dari arah Janu, mereka terlihat seperti berciuman. Tapi saat itu Janu diem aja merhatiin dari kejauhan—belum mau mendekat dia.

Pemuda itu lihat Harsa pergi meninggalkan Liana, pergi ke stan makanan. Sepeninggalan Harsa ada segerombolan anak cewek yang deketin Liana.

"Ini ya yang katanya benalu di hubungan Karina sama Janu!" ucapnya sarkas.

Liana yang mendapat serangan mendadak itu hanya diem gak ngejawab apapun. Mau di lawan pun toh omongan mereka memang bener.

"Sumpah gak tau malu ya, udah jadi benalu selingkuh lagi sama Harsa!"

Liana beranjak dari tempat duduknya. "Mau kemana lo, gak usah sok sok polos deh!"

Alih-alih menahan tangan Liana untuk mencegatnya pergi, gadis itu malah menarik rambut Liana hingga ia mengadu kesakitan. Janu yang melihat itu dari kejauhan masih diem aja. Sedangkan Harsa terkejut dan mendatangi mereka.

"Apa-apaan kalian!" bentaknya.

"Cih selingkuhannya datang!" decihnya meremehkan.

"Cabut yuk gak asik, udah benalu gak tau diri pula!"

Gerombolan gadis itu pergi meninggalkan Liana dan Harsa. Mereka bahkan menyenggol tubuh Liana secara sengaja. Gadis jelita itu hanya menghela napas pelan.

"Li, gak apa-apa?" tanya Harsa.

Liana gak ngejawab, dia melihat sekelilingnya. Di sana beberapa pasang mata udah menatap ke arahnya, dengan bisikan-bisikan tak suka. Tatapan kasihan, menyedihkan, dan cibiran. Liana gak suka itu. Gadis itu buru-buru pergi dari tempat itu.

Namun langkahnya terhenti ketika di depan sana, gadis-gadis itu berhenti di hadapan Janu dan teman-temannya. Mereka menyapa Janu seakan tak terjadi apa-apa. Namun siapa sangka Janu akan merebut minuman yang sedang di minum Hendra lalu menuangnya tepat di kepala gadis yang tadi ngejambak Liana.

"Dia emang benalu, tapi dia masih punya malu untuk gak ikut campur sama urusan gue dan Karina!" ujar pemuda itu dengan tatapan tajamnya.

"Oh satu lagi, dia tetep pacar gue!"

Setelah mengatakan itu Janu pergi meninggalkan gadis-gadis itu yang terlihat syok. Mereka bahkan buru-buru meninggalkan area kantin tersebut karena malu.

Liana yang melihat itu terdiam di tempatnya. Netranya sempat beradu tatap dengan manik mata gelap pemuda Rajendra. Tapi tak ada perbincangan apapun antara keduanya.

"Jangan bego, gue gak suka cewek lemah!" sarkas Janu pada akhirnya.

"Kalo lo diem kaya tadi, dia lebih akan ngejatuhin lo lagi."

"Tapi bukannya emang bener ya?" ujar Liana. Dia yang awalnya menunduk itu akhirnya berani menatap mata Janu.

"Karena pada dasarnya semua yang dikatakan mereka benar adanya!" lanjutnya, sebelum akhirnya melangkah meninggalkan Janu dan teman-temannya.

Liana turun dari motor Janu. Keduanya sudah sampai di sekolah sekarang, masih sepi karena memang acaranya masih belum di mulai. Liana datang lebih awal karena dia termasuk panitia yang nanti akan mengawasi jalannya acara.

"Makasih!" ujar gadis itu sambil mengembalikan helm Janu.

"Gue cabut dulu, mau jemput Karina!" sahut Janu kembali menyalakan motornya.

Liana hanya bergumam pelan. Ketika motor Janu mulai jalan, Liana baru sadar jaket pemuda itu masih ada padanya. "Eh, Jan... Ja-ket!"

Liana menghela napas pelan. Janu gak mungkin dengar. Pemuda itu sudah menghilang di balik pagar. Mau tak mau Liana harus menyimpan jaket itu sampai si pemilik datang.






______________________________________

Hai guys!
Hayo ada gerangan apa seorang Janu tiba-tiba jemput Liana tanpa memberitahu dia?

Selamat membaca, jangan lupa tekan bintang ya!

SACRIFICE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang