2 Kesempatan Kedua

734 89 1
                                    

Happy reading🐹
.
.
.

Tok tok

Dari meja guru di sudut ruangan, Pak Heewon menengok ke sumber suara. Ia mendapati salah satu siswa berprestasi kelas 11A, berdiri mematung di depan pintu. Kepalanya mengangguk pelan, mempersilakan anak itu untuk masuk.

Hampir semua siswa di ruangan itu menatap kagum seorang Chenle, dengan langkah gontai masuk ke dalam kelas walau jam pelajaran pertama sudah lewat.

Kecuali Jisung. Bocah ini acuh saja temannya masuk kelas dengan terlambat. Ia yakin, cuma ada dua alasan ketika Chenle seperti ini. Kalau nggak habis ikut lomba, paling-paling jadi perwakilan sekolahnya mengikuti seminar pendidikan di luar. Chenle memang anak emas.

"Dari mana lu?" tanya Jisung tanpa memalingkan wajahnya dari papan tulis.

"Biasa." sahut Chenle, menduduki kursinya tepat di samping Jisung. Matanya merah. Menguapnya sebisa mungkin ia tahan, sampai lubang hidungnya mengembang.

"Gue latian padus tadi."

Deg

Chenle sukses bikin Jisung tersentak kaget. Matanya melebar, tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Ia tak habis pikir, baru kemarin anak itu bilang malas ikut paduan suara dengan berbagai alasan. Tapi sekarang malah kebalikannya.

Jisung memicingkan mata, melirik sinis teman sebangkunya itu. "Lu utang cerita sama gue!"

.
.
.

"Pak Jun, saya bisa bantu apa ya, Pak?"

"Ehm, apa ya ... Saya lagi nggak ada yang bisa di share ke kamu Jeein" Renjun celingak-celinguk menatap sekeliling ruangan. Matanya menangkap sosok pemuda yang kini tengah cengar-cengir menatap layar komputer.

Ide jahat muncul tiba-tiba di kepala. Tangannya dengan cepat mengambil kotak tolak angin kosong, yang sudah seminggu ini tergeletak di mejanya.

Syuutt

Pak

"Duuh ... Apaan sih, Mas Jun? Cari perhatian banget deh, kamu itu." Kata Jaemin sambil mengusap-usap pahanya yang sakit karena ulah Renjun. Jeein menahan tawanya melihat kelakuan absurt mereka berdua. Mood banget.

"Lu jangan bikin serem, deh. Masih pagi udah cengar-cengir sendirian. Minta dibacain ayat kursi?"

"Biasalah, Mas. Anak muda ..." Alis Jaemin naik turun sambil nyengir kuda. "Kenapa, sih?"

"Tolong Jeein kasih kerjaan, yang gampang gampang dulu aja. Gue lagi ribet sama orang produksi, nih. Salah mulu ... pusing gue!"

Jaemin mengacungkan jempolnya. "Sini Jeein, jangan keseringan di situ. Bisa ketularan emosian nanti!"

"Sialan lu!"

"Haha"

Dengan senyumnya yang malu-malu, Jeein menarik kursi, ia duduk persis di samping Jaemin. Wangi parfum Jaemin pun tercium. Aroma fruity yang segar dengan sedikit manis vanila yang lembut setelahnya. Padahal wangi seperti ini umumnya di pakai oleh wanita, tapi entah kenapa begitu cocok dengan sosok seniornya ini. Wanginya membuat siapapun yang dekat, akan betah berlama-lama.

Sambil menunggu instruksi kerja dari Jaemin, mata Jeein berkeliling. Seumur hidup, ini kali pertama ia melihat ada pria yang profesinya sebagai seorang desainer, memiliki meja kerja yang sangat rapi.

Jeein terpaku pada figura mini berwarna hitam di hadapannya. Nampak dua orang anak kecil tersenyum manis menghadap ke arah kamera. Pikirannya menebak-nebak sekarang.

Gara-gara Park Jisung || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang