Selamat membaca 🐹
.
.
.Pernah nggak kamu mencium aroma sesuatu lalu ingat momen tertentu atau orang tertentu? Jika iya, kamu nggak sendirian. Itu yang Na Jaemin rasakan sekarang. Wangi mewah parfum Wendy, membuatnya terus menerus memutar kembali ingatan.
Ketika Wendy bergerak, aroma anggun itu seakan menyebar. Powdery, seperi bedak mawar yang lembut, masuk ke indra penciumannya dengan sangat sopan. Namun, sampai kini Wendy berada tepat di sampingnya, Jaemin belum juga bisa mengingat aroma familiar itu.
"Makasih Bu Wendy, sudah mau repot-repot jenguk Adik saya" kata Jaemin berjalan pelan di samping si guru populer. Ia mengantar Wendy sampai ke pagar depan. Padahal mulutnya gatal sekali ingin menanyakan parfum jenis apa yang Wendy pakai. Tapi Jaemin memilih untuk basa-basi dulu. Kalau langsung tanya, takutnya bikin guru cantik itu nggak nyaman.
Wendy mendengus geli. "Jisung anaknya baik. Belakangan, Adik kamu itu sering bantu saya. Seminggu lebih dia gak ke sekolah rasanya.. kangen juga" kata Wendy, tersenyum manis. Tepat di depan pagar, ia menghentikan langkahnya. Garis bibirnya turun tiba-tiba. Matanya menatap si sulung dengan lesu. Lirih, Wendy berkata, "Maaf. Saya benar-benar nggak tau.."
"Nggak papa, Bu. Kami memang selalu menganggap almarhumah masih ada. Justru, saya yang mau terima kasih banyak sama Bu Wendy. Udah mau care sama Jisung, sama.. keluarga kami" Jaemin menarik lebar garis bibirnya. "Sekali lagi, terima kasih"
Wendy menganggukkan kepalanya, pelan. "Kalo gitu, saya sama Chenle pamit pulang" kata Wendy, melambaikan tangan. Belum sampai badannya berbalik sempurna, Jaemin memanggilnya tiba-tiba.
"Ehm, saya boleh tanya sesuatu?"
Wendy menoleh ke arah Jaemin. "Ya?"
"Kalau boleh tau, parfum Bu Wendy?"
"Oh, haha"
"Maaf, saya punya beberapa EDP juga. Dari Bu Wendy datang sampe sekarang, signature scent Ibu bagus banget ketahanannya. Padahal, udara di sini lumayan panas"
"Wah, terima kasih. Gak nyangka kamu paham soal parfum juga. Dari dulu yang saya pakai cuma ini" Wendy merogoh tas jinjingnya warna hitam. Benda mungil yang ia keluarkan membuat Jaemin kaget setengah mati.
Sementara Jaemin dan Wendy asik membahas wewangian, Jisung yang masih duduk di ruang tengah, sibuk dengan ponselnya.
"Duh! Plis bisa. Yah, angkat dong!"
Kedatangan sosok Wendy di rumahnya adalah momen langka. Jisung berusaha sebisa mungkin untuk menghubungi WhatsApp sang ayah. Kalau tidak bisa bertemu langsung, setidaknya Siwon dan Wendy bisa bertemu secara virtual. Dengan begitu, hutang taruhannya pada makhluk berponi yang sedang cengar-cengir di sudut ruangan bisa lunas. Tapi sayang, tidak semudah itu.
Tut Tut
"Halo-"
Jisung terbelalak melihat panggilan videonya tersambung tiba-tiba. "Halo.. yah, Ayah!"
"Ji, ka-- ge--"
"YAH, PUTUS-PUTUS YAH!! BENTAR!" Jisung menggenggam erat ponselnya, bangun dan jalan terpincang-pincang menuju pintu tanpa alat bantu. Ini saatnya. Ia harus cepat. "Aarrgh, ABAAAANG!" Wajah Jisung memerah, menahan sakit di titik cederanya.
Keseimbangan Jisung goyang ketika tangannya menarik kenop pintu sampai terbuka lebar. Badan bongsornya jatuh kebelakang sampai terdengar suara 'brugh' kencang. Ponsel yang digenggamnya sampai terlempar entah kemana. Jaemin yang melihat kejadian itu, langsung menghampiri Jisung dengan tampang khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
Fiksi PenggemarSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...