Kuingin saat ini engkau ada di sini
Tertawa bersamaku seperti dulu lagi
Walau hanya sebentar, Tuhan, tolong kabulkanlah
Bukannya diri ini tak terima kenyataan
Hati ini hanya rindu - Andmesh Kamaleng.
.
.Jaemin berdiri tanpa suara. Mendongakkan kepala dengan mata terpejam. Hembusan angin mengusak rambut depannya, pelan. Kakak satu-satunya Jisung ini menarik napas panjang, berharap dadanya yang sesak bisa membaik. Manik kembarnya melirik si bungsu, berlutut, tertunduk di hadapan batu indah favorit.
"Abang tunggu di mobil. Jangan curhat yang aneh-aneh sama Ibun!" kata Jaemin saat melihat punggung bidang adiknya mulai bergetar. Ia membalikkan badan, berjalan lesu menuju tempatnya memarkir mobil.
Hari ini, hari di mana janji ia lunasi. Membawa si bungsu berkunjung ke rumah abadi. Satu-satunya tempat pelepas rindu, tempat yang tidak pernah absen mereka datangi tiap tiga bulan sekali.
Sol sepatunya beradu dengan dedaunan kering. Matanya menatap kosong gapura kokoh di hadapan. Isak tangis di belakang terdengar makin pilu, membuat langkahnya sempat terhenti. Lagi, Jaemin menarik napas panjang. Berkali-kali mengurungkan niat untuk menoleh. Takut hatinya makin sakit.
Jaemin mengayun lagi langkahnya, meninggalkan tempat itu. Ia terus-menerus menyesali kebodohannya kemarin. Membentak si bungsu saat emosi sedang memuncak, sungguh bukan ide yang bagus. Akibatnya, Jisung jadi puasa bicara sampai sekarang.
Sesampainya di dalam mobil, tangannya memukul-mukul setir kemudi. Mengusak wajahnya, kasar. Jaemin sukses membuat dirinya sendiri gagal. Gagal jadi seorang kakak yang baik, versi ayahnya. Airmata jatuh tiba-tiba. Ribuan kata maaf yang ia haturkan pada almarhumah, belum juga membuat lega di hati.
Tangan Jaemin buru-buru mengusap pipinya yang basah, saat si bungsu menyusul masuk ke dalam mobil. "Mau makan apa?" tanya Jaemin yang lagi-lagi tanpa jawaban. Ia mendengus. Tanpa pikir panjang, Jaemin melajukan mobilnya menuju ke satu tempat. Berharap selesai dari sana, hati sang adik bisa luluh. Cara ini, biasanya berhasil.
Ketika masuk gerbang tol, Jaemin menginjak pedal gas dengan kecepatan yang lebih cepat dari sebelumnya. Jarum speedometer bergerak ke kanan, sampai hampir menyentuh angka 200. Badan keduanya serasa ditarik mundur oleh gravitasi. Jisung melebarkan mata. Tangan kanannya menggenggam erat seatbelt yang dikenakan, sedang yang kiri memegang bagian mobil yang entah apa dia juga tidak tahu. Jantungnya berdebar-debar. Napasnya memburu. Entah setan apa yang merasuki tubuh abangnya, sampai bisa melakukan hal gila seperti ini.
Jaemin melajukan kendaraannya dengan membabi-buta. Berkali-kali menyalip mobil di depan, dengan belokan tajam ke kanan jalan. Matanya menatap nyalang jalan di depan tanpa ekspresi. Ia memang sengaja melakukan ini agar si bungsu mau bicara. Sesekali Jisung mengernyitkan hidung, menyipitkan mata saat sang kakak menginjak rem dadakan karena hampir menabrak mobil lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
FanfictionSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...