"Serius, lu Le?"
"Serius gue, Bang!"
"Ga becanda?"
"Beneran"
"Kalo yang begini mah.. buat gue aja" Jaemin menatap kosong kotak merah muda di hadapannya. Ia seperti gagal move on dari kejadian dua puluh lima menit yang lalu. Sosok Wendy bak sumber air di tengah gurun Sahara, kehadirannya membuat hilang seluruh dahaga.
"Udah lah, Bang. Sekali-kali ngalah sama adek sendiri. Lagian.. lu kan udah sama Mbak Selin" kata Chenle, tengah sibuk dengan ponselnya.
"Selin?" Suara Jaemin bergetar.
Seketika Chenle menengok cepat ke arah Jaemin yang duduk persis di sampingnya. Dengan tak enak hati, putra keluarga Zhong bertanya, "Lu berdua.. oke, kan?"
"G-gue sama Selin? Oh.. oke kok. Kita.. baik" jawab Jaemin, terbata-bata. Matanya melirik ke segala arah. Si anak emas itu seakan tahu lawan bicaranya sedang tidak baik-baik saja.
Chenle menepuk pelan pundak Jaemin. "Ya.. bagus lah" Ia melihat raut wajah kakak sahabatnya itu berubah tegang, nggak santai. Namun Chenle memilih untuk tetap diam. Kalau Jaemin nggak mau cerita lebih banyak, Chenle juga nggak mau maksa.
Pertanyaan Chenle tadi membuat Jaemin tergerak untuk membuka pesan singkatnya dengan sang pujaan hati. Tidak ada perubahan. Sudah hampir seminggu ini, Selin seakan menghindar. Yang bisa dilakukan Jaemin hanya berpikir positif soal hubungannya, sambil menunggu waktu yang pas mengunjungi si wanita untuk minta penjelasan.
Di waktu yang sama, Jisung dan sang tamu asik ngobrol di kamar Jaemin. Guru favorit Jisung itu seakan tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan. Gosip-gosip yang sedang hot di sekolah pun, Wendy hapal. Tak jarang, si pecinta parfum Twilly d'Hermes itu melempar candaan sampai membuat Jisung terkekeh. Kalau sudah begini, mereka berdua tidak terlihat seperti guru dan murid. Tapi, keliatan kaya..
"Syukur kalo kamu udah sehat," Wendy menatap teduh remaja yang masih duduk di kasur dengan kaki terjulur lurus. Sudut bibirnya ditarik lebar. Sebisa mungkin ia menutupi rasa khawatirnya.
"Maapin saya ya, Bu.. gara-gara saya sakit, jadi nggak bisa nemenin Bu Wendy survei ke lokasi lomba" kata Jisung lesu.
"Ah.. nggak papa, Ji. Kemarin saya udah ditemenin sama yang lain, kok. Moga aja pas lomba nanti, kamu udah makin sehat. Jadi.. bisa bantu-bantu saya lagi" kata Wendy berharap Jisung lekas sembuh. Tiba-tiba, ia melihat remaja dihadapan terdiam. Mematung, memandang ke satu titik.
Karena penasaran, Wendy menoleh kebelakang tepat di mana mata Jisung mengarah. Hanya ada lemari dan meja kerja yang tertata rapi di sana. Seketika Wendy teringat cerita Chenle minggu lalu soal Jisung yang suka 'aneh'. Awalnya, ia pikir anak itu hanya bercanda, tapi saat melihat Jisung seperti sekarang ini rasanya.. ngeri juga.
Cukup lama Jisung terdiam, membuat bulu tubuh Wendy mulai berdiri. Tangannya menggenggam erat lengan Jisung sambil digoyang-goyang pelan. "Ji.. Ji, kamu gapapa kan? Liat apa Ji?"
"Ehm.. enggak Bu," Jisung tersadar, telunjuknya menggaruk pelipis yang tidak gatal. "Itu.. tadi ada tikus di mejanya Abang. Di sini emang suka banyak tikus. Padahal Bang Jaemin udah bikin jebakan, tapi tikusnya lebih pinter dari yang bikin jebakannya"
Kata-kata Jisung membuat Wendy mendengus lega. Nggak lucu kan, kalau kunjungannya pertama kali ke kediaman keluarga Na, malah berujung horor. Ia mulai mencari topik pembicaraan baru. "Kamu inget nggak waktu bantu saya bawain buku anak-anak kelas 12?"
Jisung menganggukkan kepalanya. "Iya, inget"
"Kamu cerita kalo bulan ini, bulan lahirnya Ibu kamu, kan? Saya kesini sekalian bawa kue buat dia. Kita.. rayain bareng yuk!" kata Wendy penuh semangat. Matanya berbinar. "Saya nggak liat dia dari tadi, Ji. Lagi keluar ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
ФанфикSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...