To Be Popular II

522 77 0
                                    

Selamat Membaca 🐹
.
.
.

"Make over maksud kamu?"

Jeein menganggukkan kepalanya. "Aku yakin setelah itu, bakal banyak yang naksir. Entah jadiannya sama siapa, itu soal waktu. Mereka ganteng, kok. Cuma dirapihin dikit aja Mas. Nah, yang satu lagi itu senyumnya manis banget, tapi agak pucet. Kayaknya kurang tidur, deh."

"Hah?! Pucet?" Jaemin mengerutkan alis, sambil melongok layar ponsel. Menurutnya, walaupun di foto itu ekspresi sang adik biasa saja, tapi Jisung terlihat sangat sehat.

Ia bahkan ingat betul, ketika mengajak anak itu makan mie ayam di pinggir jalan, Jisung dengan lahap menyantapnya sampai habis dua mangkok.

"Senyum? Yang mana, Jeein. Adek saya yang ini, yang lagi makan mie ayam. Coba kamu liat lagi, deh!" Jarinya menunjuk wajah Jisung di layar.

Dengan senyum yang dipaksa mengembang, Jeein berkata, "Oh, e-enggak Mas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan senyum yang dipaksa mengembang, Jeein berkata, "Oh, e-enggak Mas. Maksud aku, adek mas ini kalo bisa jangan keseringan begadang. Kurang tidur bisa bikin muka pucet loh, Mas."

"Ohh ..." Kepala Jaemin mengangguk pelan. Walaupun ia tidak paham, tapi omongan Jeein ada benarnya juga. "Iya, nanti saya bilangin dia. Makasih, ya." Jaemin tersenyum melihat wanita di depannya mengangguk-angguk sampai poninya ikut bergoyang.

Terjadi keheningan beberapa saat diantara mereka. Sampai tiba-tiba ponselnya bergetar panjang. Jaemin mendapat panggilan telepon dari Renjun yang memintanya untuk segera kembali ke ruangan.

Rasa lapar yang sedari tadi ditahan mendadak hilang, ketika atasannya itu memberitahu soal pekerjaannya yang bermasalah. Buru-buru ia keluar dari pantry setelah mengakhiri telepon.

Tapi, tiba-tiba Jeein memanggil namanya, membuat Jaemin menoleh kebelakang. Wanita berambut panjang itu mengucapkan terima kasih dengan senyum yang manis. Hanya ia balas dengan anggukan cepat, lalu bergegas keluar pantry menuju ruang kerjanya.

Dalam perjalanan, ia sempat berhenti sebentar. Matanya melirik ke kiri atas. Alisnya mengkerut. Ia bingung, tidak tahu maksud Jeein berterimakasih kepadanya tadi untuk apa. Pikirannya yang penuh dengan pekerjaan, membuat Jaemin mengurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut.

.
.
.

"Jadi, bener dia suka sama itu guru?"

"Dia bilang sih, gitu bang" Chenle mendribble bola favoritnya. Dengan berlari kecil, ia melakukan shooting sampai bola melambung tinggi dan masuk ke ring. Kakinya melangkah menuju Jaemin yang sedang bersandar di pagar rumahnya. Bola basketnya ia biarkan menggelinding random.

"Dia terus-terusan nyari tau semua hal soal Bu Wendy. Makanan yang disuka, alamat rumah, hobi, semuanya, Bang. Gue sengaja ikut padus sekolah, ya ... gara-gara dia itu. Buat nyari info lebih."

"Lu sama aja ngejerumusin dia, Le."

Chenle mendengus geli. Ia mendudukan dirinya di aspal halaman rumah, persis di hadapan Jaemin. Punggung tangannya mengusap keringat yang bercucuran membasahi leher. "Gue tau dia nggak bakal bisa dapetin itu guru, makanya gue kawal terus. Biar hidup tu anak lebih seru dikit, lah! Dari dulu lempeng-lempeng aja. Boring banget!"

Gara-gara Park Jisung || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang