Tepat setelah ia tahu bahwa itu bukan si bendahara kelas, Jisung mematung, tubuhnya seolah kaku. Ponsel yang digenggam sampai jatuh entah kemana. Apa yang ada di depannya ini tampak nyata. Bahkan garis-garis merah pada bola mata makhluk itu, terlihat jelas. Kulitnya berubah pucat. Urat-urat tubuh membiru. Ini kali pertama Jisung bertemu makhluk seseram ini. Bulu ronanya sampai berdiri, merinding hebat. Sungguh, yang ada di pikirannya sekarang hanya ingin lari sekuat tenaga. Tapi boro-boro bergerak, memejamkan mata saja tidak bisa.Makhluk itu perlahan mendongakkan kepalanya sampai berbunyi 'kretek kretek'. Tulang lehernya seperti ikut patah. Cairan kental berwana legam tiba-tiba keluar dari mulutnya dan perlahan membanjiri leher. Aneh. Yang pasti, baunya sangat busuk. Bayangkan, rasanya sama seperti berada dalam ruangan sempit tanpa fentilasi yang dipenuhi dengan ratusan bangkai hewan. Membuat siapapun yang berada di situ mual, ingin memuntahkan semua isi perutnya.
Rasa takut semakin menjadi saat dalam hitungan detik makhluk itu melotot menatap matanya, lalu berteriak kencang hingga memekakkan telinga. Jisung mulai sesak napas. Dadanya sebelah kiri, nyeri. Pandangannya berubah gelap.
Dalam gelap, Jisung bisa merasakan seperti terombang-ambing di laut luas. Tubuhnya terasa ringan dan hangat, mirip puding susu yang baru masak. Hanya pasrah yang bisa ia lakukan, sampai terlihat cahaya di depannya yang entah datang dari mana, menyilaukan mata. Sontak membuat Jisung terbangun.
Matanya kedip-kedip lalu dikucek pelan. Jisung memperhatikan sekeliling. Aneh. Ini tempat yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya. Sepanjang mata memandang hanya ada padang rumput yang luas. Langitnya senja, oranye bercampur kemerahan. Tipis, ia bisa merasakan semilir angin beraroma bedak mawar yang lembut. Dari jauh terdengar samar, orang memainkan Kalimba. Alat musik petik seukuran telapak tangan yang bunyinya merdu, menenangkan.
Ia mencoba berjalan mengikuti arah suara itu berasal namun tidak menemukan apapun selain ilalang. Jisung sempat berpikir apakah ini mimpi. Jika iya, harus bagaimana? Apa harus terus berjalan.. atau diam saja menunggu sampai Abang menjemput?
Sresek sresek
Suara itu datang dari depan Jisung. Jaraknya kira-kira sepuluh kali langkah kakinya. Ya, itu suara rerumputan yang bergesek. Terlihat goyang-goyang, seakan ada yang bergerak dibaliknya. Tak lama, munculah makhluk mungil berbulu putih. Ukurannya hanya sebesar bola tangan. Jisung memicingkan mata, memastikan benar-benar apa yang ia lihat karena wujudnya sungguh familiar bagi anak ini.
Kemunculan hewan karnivora itu membuat Jisung bingung luar biasa. Pasalnya mereka sudah lama sekali tidak bertemu. Di tempat aneh ini? Sepertinya bukan sebuah kebetulan semata. Namun disisi lain, si penyuka makanan manis bisa sedikit bernapas lega karena setidaknya ada yang ia kenal walaupun hanya seekor cemeng. "Micin" panggil Jisung sambil berjalan mendekat. Yang dipanggil seakan paham. Dengan wajah innocent, kucing itu menatap balik mata Jisung. Ia bisa melihat bening mata Micin yang cantik sekali. Bulat, biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
ФанфикSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...