Bias

558 73 12
                                    

Selamat Membaca 🐹
.
.
.

Apa yang lebih menyenangkan dari menjadi seorang penggemar K-Pop idol?

Bisa ikut fansign? Cover lagumu dinotice bias? Dapet photo card idol favorit waktu unboxing album? Atau berada di barisan paling depan saat konser berlangsung?

Ya, sebahagia itu Jisung sekarang. Sampai senyumnya tak berhenti merekah setelah keluar dari kelas seniornya tadi. Bukan karena banyak yang minta nomor whatsapp nya, tapi ia merasa makin hari bisa makin dekat dengan si guru favorit.

Misinya untuk membayar hutang taruhan pada Jiyo mulai menemui jalan. Walaupun jalannya masih sempit dan sedikit berkelok-kelok, setidaknya selalu ada kemajuan.

Omong-omong soal Jiyo, makhluk itu sudah tidak terlihat lagi sejak kemarin pagi hingga sekarang. Munculnya si usil itu secara tiba-tiba, memang membuatnya jengah. Tapi ketika seperti ini, rasanya ... kangen juga. Bukannya Jisung ingin Jiyo kembali, tapi ia cukup penasaran kira-kira kemana perginya makhluk pucat itu ketika sedang tidak mengganggunya. Semoga saja tidak usil menggangu yang lain.

Jisung sampai di depan kelasnya sekarang. Ketika ia masuk, Bu Jinny sudah ada di dalam sana menerangkan pelajaran. Untung seragamnya sudah lengkap kalau tidak, mungkin guru Sejarah itu sudah memintanya untuk membersihkan lapangan sekolah.

Sebungkus coklat ChaCha di atas kursi Jisung membuatnya enggan untuk segera duduk. Tangannya mengambil bungkus cemilan manis warna-warni itu. Ia duduk sambil mengendikkan dagunya ke arah Chenle.

Chenle mendekatkan wajahnya lalu berbisik, "Choerry bilang, gue nggak boleh ngasih tau lu kalo itu dari dia!"

Jisung terkejut, melebarkan matanya. Ia tak habis pikir, tampilannya yang seperti anak bandel ini bisa mendatangkan rejeki. Terlebih, itu dari si pemilik pipi chubby sekretaris kelas. Ngobrol saja mereka nggak pernah.
Dengan pelan, Jisung melirik ke arah Choerry yang ternyata, juga sedang menatap dirinya. Mata mereka bertemu.

Ia sedikit mengangkat bungkus ChaCha itu lalu berkata tanpa suara, "Makasih."

Bak penggemar dinotice biasnya, Choerry tersenyum, mengernyitkan hidung. Wajahnya yang memerah ia tutup dengan kedua tangannya. Kalau saja tidak ada guru di sana, mungkin ia sudah fansgirling sambil meneriaki nama Jisung berkali-kali.

Sebetulnya SMA 112 ini adalah sekolah unggulan. Murid-murid yang sekolah di sana terbilang cakep-cakep. Yang lebih ganteng dari Jisung pun banyak. Namun entah kenapa perubahan yang terjadi pada anak ini benar-benar di luar nalar. Begitu drastis. Apalagi kalau Jisung sedang menyibakkan rambutnya kebelakang. Damagenya gak ada obat.

Jisung menoleh cepat lalu melebarkan mata saat Chenle tiba-tiba merebut ChaCha dari genggaman. "Itu punya gue!" Ia gusar.

"Inget, lu punya utang sama gue! LUNAS!" jawab Chenle lirih sambil merobek bungkus ChaCha di kolong meja.

.
.
.

Plak plak plak

Sol flat shoes Jeein beradu dengan lantai kayu ruang staf. Dengan sedikit berlari ia menuju meja kerjanya. Duduk, menundukkan kepala.

Suara langkah yang buru-buru tadi menarik perhatian Jaemin. Ia langsung menengok kebelakang mencari tahu apa yang terjadi. Jaemin melihat pundak gadis di hadapannya bergetar.

"Jeein ..." panggilnya.

Buru-buru punggung tangan Jeein mengusap bawah matanya. "Iya, Mas. Kenapa?"

Jaemin berdiri dari kursi, mendekat ke arah Jeein lalu menarik pelan lengan gadis itu. "Temenin saya makan, yuk!" Ajak Jaemin. Ia paling tidak bisa melihat seorang wanita menangis.

Gara-gara Park Jisung || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang