Tak! Tak! Tak!
Suara sol sepatu beradu pijak pada keramik gedung, lantai dua. Dari suara gaduh yang ditimbulkan, tak heran jika mencuri perhatian hampir seluruh penghuninya. "Siapa sih, tuh?" ucap salah satu dari mereka, kupingnya gatal merasa terganggu. Tak sedikit pula yang melempar lirikan sinis ke sumber suara. Namun Jeein malah mempercepat gerak tubuhnya dan terus berlari bak kesetanan tanpa peduli.
Sekujur tubuh banjir dengan keringat. Kaki gemetarnya, tak dirasa. Begitu sampai ditujuan, buru-buru ia mengusap peluh di wajah dan lehernya. Dengan cepat tangan lentik merapikan kemeja maroon yang dikenakan, asal. Dalam hati ia berdoa agar pak kepala suku sedang tidak di tempat.
Jeein menutup matanya sejenak, menarik napas panjang dan dalam lalu dihembuskan lewat mulut, pelan. Diulang beberapa kali sampai ia merasa sedikit lega. Berbanding terbalik dengan semenit yang lalu, kini si karyawan baru memelankan langkah kaki sampai suaranya hampir tak terdengar. Tangannya pelan mendorong gagang pintu ruang staf lalu melongok sedikit ke dalam. Matanya melirik ke setiap sudut ruangan. Aman. Sempurna seperti harapannya. Hampir semua karyawan terpaku pada layar komputer masing-masing. Jeein memberanikan diri masuk ruangan dengan berlagak santai seperti hari-hari biasanya, padahal jantungnya udah mau copot dari tadi.
Baru juga sedetik bokong Jeein mendarat di kursi, suara nyaring sang senior langsung memekakkan telinga. "Jeeeiiiiinnn. Kemane aje lu Jeeiiiiiin?!" teriak Siska yang mendapati rekan kerjanya baru hadir hampir di jam makan siang.
"Hehe.. kesiangan Mba" sambil nyengir Jeein menjawab lirih.
"Dicariin Mas Jun, tuh!"
"Haaaa... " mulutnya terbuka lebar. "kenapa ya, Mba?"
"Hiiii, mana gue tau. Udah ditungguin dari tadi di ruang interview. Mana mukanya asem banget lagi. Ngeri gue!"
"Duuhh" Jeein menggaruk-garuk pelipisnya.
"Btw.. " Siska melirik Jeein penuh khawatir. Ditatapnya setiap jengkal tubuh si juniornya itu lalu bertanya "lu ga papa, kan?"
"G-gapapa kok, Mba" jawab Jeein terbata-bata.
"Kemaren heboh banget, sumpah! Kenapa sih gara-garanya? Gue udah balik duluan tapi dikirimin videonya sama anak-anak. Gila... gak pernah gue liat Jaemin seserem itu. Ada apa, sih? Jeno juga gue perhatiin belom keliatan dari tadi, kayaknya ga masuk dah. Lu juga, beneran gapapa? Mata lu sembeb gitu, Jeein"
"Iya Mba gapapa, kurang tidur aja" kata Jeein sambil memalingkan wajahnya menghindari tatapan Siska. Tak mau pikirannya terpecah, ia memilih fokus pada pekerjaan dulu. Bahas soal kemarin, bisa belakangan.
Jeein yang napasnya masih ngos-ngosan, merapikan sedikit barang bawaan di atas meja lalu bergegas pergi menemui si kepala suku. 'Mati, gue. Jeein goblok banget sih, lu!!!' ia terus menghardik diri sendiri dalam hati.
Bangun bangun, matahari udah tinggi. Itupun karena digrebek satpam komplek gara-gara tidur semobil dengan yang belum halal. Masuk kantor telat 3 jam lebih dan begitu sampai malah langsung diminta menghadap atasan. Kurang sial apa Jeein hari ini?
Beribu pertanyaan memenuhi kepalanya sekarang. Kira-kira kesialan apa lagi yang bakal ia dapat setelah ini. Semoga bukan pemutusan kontrak kerja. Jujur, Jeein termasuk yang beruntung bisa dapat pekerjaan sesuai dengan passion. Mengingat, persaingan kerja di kota besar sangatlah ketat. Sementara, lapangan pekerjaannya terbatas. Nggak bisa bayangin kalau Jeein dipecat dan harus cari kerja lagi dari awal. Apply CV ke banyak perusahaan. Belum tentu juga bisa dapat yang senyaman sekarang.
Buru-buru Jeein menarik lebar garis bibirnya saat tempat yang dituju sudah di depan mata. Jari lentiknya mengetuk pelan pintu tebal transparan. Samar, Jeein mendengar suara lirih memberi isyarat agar ia segera masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
Fiksi PenggemarSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...