Happy reading🐹
.
.
.Embun pagi masih menghiasi dedaunan. Langit masih kelabu. Udara sekitar terasa dingin menyentuh kulit. Bagi sebagian orang, ini waktu yang tepat untuk berguling-guling di kasur nyamannya sebelum memulai rutinitas. Tapi, tak sedikit pula yang sudah berjuang mencari peruntungan di awal pagi. Seperti si pecinta makanan manis yang satu ini.
Dia duduk di bangku taman sekolah dengan tatapan kosong. Menunggu sahabatnya berlatih mencipta suara. Rasa hati ingin bisa ikut latihan juga. Apa daya, suaranya tak sampai.
Sekolah masih sangat sepi saat ini. Hanya ada dirinya dan dua orang petugas kebersihan di sekitar situ.
Pikirannya masih menimbang-nimbang. Apakah yang dilakukan nya ini sudah benar. Atau hanya membuang-buang waktu saja.
Kalau bukan karena si tengil berponi itu, mungkin sekarang Jisung masih berguling-guling di atas kasur kakaknya, sambil sesekali melakukan peregangan.
"Hoaamm" Mulutnya sengaja ia buka lebar-lebar. Udara segar pagi ini memenuhi rongga dadanya. Lumayan. Lumayan bikin nambah ngantuk.
Jisung menyipitkan mata saat melihat Chenle keluar dari ruang serba guna, lari ke arahnya membawa beberapa lembar kertas.
"Nih, Bu Wendy minta tolong fotocopy in masing-masing 25 lembar aja!" Chenle menyodorkan tiga lembar partitur lagu dengan napas yang sedikit ngos-ngosan.
"Gue? Bu Wendy nyuruh gue fotocopy ini?" tanya Jisung sedikit tidak percaya.
Chenle menganggukkan kepalanya. "Yang lain pada nggak sempet, lagi latihan semua. Mesin fotocopy sini juga rusak. Mau nggak mau fotocopy di luar. Tapi kudu cepet, soalnya buru-buru mau dipake. Tolong, yak."
Dengan senyumnya yang merekah, Jisung langsung lari menuju tempat fotocopy. Jaraknya kira-kira dua puluh meter dari depan pintu gerbang.
Chenle mematung memandangi punggung Jisung yang menjauh. Alisnya mengkerut. Sepertinya, ada yang kurang.
Seketika Chenle menepuk jidatnya, ia teringat uang untuk fotocopy yang dititipkan Bu Wendy masih ada di saku celananya.
"JI, DUITNYA KETINGGALAN!" teriaknya dengan suara yang nyaring, berharap anak itu menoleh untuk kembali.
Jisung yang sudah terlanjur berlari jauh, tidak mendengar teriakan itu. Pikirannya fokus pada lembaran kertas berisi notasi balok yang harus digandakan.
Masing-masing 25 lembar, 25 lembar, batin Jisung
Sesampainya di tempat tujuan, ia terbelalak melihat Abang tukang fotocopy baru selesai membuka rolling door toko.
Dengan napas yang masih tersengal-sengal ia berkata, "Yah, bang. Baru buka ya? Mau fotocopy, bang ... banyak, nih!"
"Ya sabar! Baru juga buka." jawab Abang fotocopy dengan ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
FanfictionSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...