"Maksudnya?"
Jeein bisa melihat seniornya kaget setengah mati. Mata Jaemin membulat dengan dahi yang mengkerut. Untuk pertanyaan barusan, Jeein hanya bisa menggeleng pelan sampai poninya ikut bergoyang. Bukan tidak tahu, tapi ia memilih untuk tidak banyak bicara, takut bikin Jaemin makin panik.
Jaemin menghela napas panjang, menempelkan punggung pada sandaran kursi kayu yang diduduki. Ini kali pertama dirinya mendengar makhluk itu tertarik padanya. Walaupun Jeein tidak cerita secara detail, tapi Jaemin cukup paham posisinya sekarang.
Punya fans, dimintai nomor telepon sampai diajak foto bareng, jadi salah satu yang Jaemin impikan. Tapi, kalau disukai makhluk pucat macam Jiyo rasanya.. mustahil ada orang yang menginginkannya. Yang ada, bisa bikin sekujur tubuh terus terusan merinding. Ini lebih mengerikan dari pada lihat kamera kesayangannya ketumpahan mie rebus panas ulah si bungsu.
"Bentar.. kalo dia suka sama saya, kenapa malah Jisung yang diikutin terus, bukan saya?!"
"Ehm, Mas Jaemin sayang nggak sama Jisung?"
"Sayang banget! Saya sayaaang banget sama dia. Dia segalanya buat saya. Walopun nyebelin.. apapun bakal saya lakuin buat dia" Jaemin menatap wanita di depannya melirik ke kiri sambil sesekali menggigit bibir bawahnya. "Bilang aja Jeein. Saya gak papa"
Dengan suara sedikit bergetar, Jeein menjawab, "Mungkin, dia pingin juga ngerasain rasanya disayang sama Mas Jaemin"
Di waktu yang sama, Jisung dan Renjun asik ngobrol di ruang desain. Walaupun kantong Doraemon teman sebangku Chenle itu sudah menyedot habis seporsi KFC paket super besar 2, tapi tetap saja mulutnya nggak berhenti ngunyah.
Kruk kruk
Renjun terpaku melihat remaja jangkung di hadapannya makan Bengbeng sambil melirik ke segala arah. Matanya seperti sedang mencari sesuatu. Bukan hal baru bagi Renjun melihat Jisung yang seperti sekarang ini. Pertanyaan klasik pun keluar dari mulutnya tanpa bisa ditahan.
"Ji"
"Ehm?"
"Ada gak?" tanya Renjun penasaran, alisnya naik turun membuat Jisung yang masih duduk di kursi kerja Renjun, tersenyum kecil.
"Ada, banyak." jawab Jisung cepat.
"Dih. Di mana aja?"
"Haha"
Anak kristal macam Jisung, sudah milyaran kali dapat pertanyaan seperti itu. Sampai kadang-kadang bosan dan nggak mau jawab. Atau sengaja berbohong bilang kalau tidak lihat apa-apa, supaya nggak muncul pertanyaan annoying lainnya. Mereka yang tidak bisa 'lihat' memang suka penasaran sama apa yang Jisung lihat. Tapi, melihat 'mereka' butuh tenaga ekstra. Seperti sekarang ini, sudah makan banyak tapi Jisung tetap saja lapar.
"Di basemen ada. Sama samping receptions deket tangga"
"Mampus dah si Nancy ditemenin setan kerjanyaaa!" kata Renjun heboh sendiri. Tangannya mengusap-usap lengan yang kini merinding. "Gudang tinta di bawah pintunya suka gerak-gerak sendiri, Ji. Itu angin kan, ya?"
"Aku gak tau Bang. Belom liat"
"Gue belom pernah liat juga si.. cuma anak-anak aja sering ngomong gitu" kata Renjun menatap sekeliling ruangan yang tampak sepi. Hanya ada mereka berdua di sana. "Terus, terus. Kalo di sini.. ada gak?" lanjutnya lirih sambil merasakan seluruh bulu tubuhnya berdiri tiba-tiba.
Jisung melirik meja kerja Jaemin lalu berkata, "Ada, lagi nyengir-nyengir sambil ngeliatin Bang Renjun"
"Aahhh serius kamu Ji.. jan becanda!" Renjun menutup telinganya dengan kedua tangan. Ia memang tidak sepenakut Jaemin, tapi tetap saja takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
ФанфикSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...