Berkali-kali tangannya menekan tengah setir kemudi. Dalam macetnya ibu kota, hanya satu yang ada di pikiran si sulung keluarga Na. Seorang remaja manja yang hampir setiap malam minta ditemani tidur. Yang setiap waktu mengeluh lapar minta dibuatkan makanan. Kini, berada di tempat yang Jaemin sendiri tidak tahu hidup atau mati. Menghubungi Chenle pun percuma, tidak ada jawaban. Membuat perasaan Jaemin makin kalut.
"Aarrgghh!!" Jaemin mengusak kasar wajahnya, frustasi. Ia menyesal membiarkan Jisung pergi kemarin malam. Kalau tahu bakal begini, mengunci si jangkung dalam kamar mandi rasanya jauh lebih baik. Batinnya terus menerus menghardik diri sendiri.
Goblok! Tolol lu Jae, ngurus satu Adek aja gak becus!
"GOBLOK!!" teriaknya.
Si bungsu memang menyebalkan, tapi jujur, Jaemin belum siap kalau harus kehilangan. Lagi. "Dek, tahan! Kamu kuat. Adek Abang, kuat!" Airmata jatuh. Ia tidak menyangka, ini benar-benar terjadi. Kecelakaan adiknya, menambah daftar nasib buruk keluarga Na pasca panggilan telepon itu.
Jaemin memaksa tubuh lemas nya berlari menyusuri koridor rumah sakit, sampai sesekali jatuh tersandung langkahnya sendiri. Tidak peduli orang-orang di sana memandangnya aneh. Kamar Cendana jadi tujuan Jaemin sekarang.
"Sus.." Langkahnya terhenti di depan meja resepsionis. "VIP Cendana.. Na Jisung?!" tanya Jaemin, dengan napas yang ngos-ngosan.
"Lantai 3, keluar lift ke kanan. Mas lurus saja."
Jaemin mengangguk cepat, lalu mulai jalan lagi sesuai petunjuk arah si petugas rumah sakit. Bau obat-obatan dan hawa dingin di gedung itu membuat hatinya makin kalut. Pikiran bercabang ke mana-mana. Bagaimanapun juga, ia harus siap dengan kemungkinan terburuk.
Dari jauh, ia melihat seorang remaja yang tak asing, jongkok menutup wajah dengan kedua tangan. Jaemin mempercepat langkahnya menuju orang itu. "LE!" panggilnya membuat putra keluarga Zhong menengok cepat. Chenle berdiri, menyambut kedatangan Jaemin yang tampilannya sangat acak-acakan. Wajah pemuda yang biasa dipanggil abang ini, pucat. Matanya sembab, berair. Sudut bibirnya turun. Chenle bisa merasakan perasaan khawatir Jaemin begitu besar pada sang adik. Boleh nggak sih, ia iri sama Jisung di waktu yang nggak tepat kayak gini?
"Le.." Suara Jaemin bergetar. Chenle mengendikkan dagunya ke arah pintu yang bertuliskan VIP Cendana.
Deg
'Bang, aku tidur di kamar Abang ya'
Jaemin menggenggam erat kenop pintu di hadapannya. Dingin. Ia menarik napas panjang. Suara Jisung merengek minta ditemani tidur, terngiang-ngiang di kepala. Dengan sisa tenaga yang ada, didorongnya pintu sampai terbuka lebar. Begitu masuk, matanya langsung tertuju pada satu-satunya kasur yang ada di ruangan itu. Ia bisa melihat orang yang dikhawatirkan sedari tadi, terbaring pucat, meringis menahan sakit. Jisung, terbaring setengah duduk, melirik ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
Fiksi PenggemarSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...