Selamat Membaca 🐹
.
.
."Siska!"
"Ya, Mas Jun?"
Dengan pipi semerah tomat, Renjun menghampiri Siska di ruang desain. "Nanti kalo lu punya anak, tolong jangan kasih nama Jaemin! Kalo perlu gue bikinin SPK-nya sekalian."
Perintah Renjun yang absurt barusan, sukses membuat Siska tertawa geli. "Emang kenapa Mas Jun?" tanyanya penasaran.
"Adeknya kena dikerjain sama dia, dong." Renjun menunjuk-nunjuk Jaemin yang baru saja sampai ruangan. "Parah, sih! Kalo gue jadi Jisung, udah gue coret namanya dari KK."
"Kamu juga, Jeein. Jangan kasih anak kamu nama Renjun. Bisa emosi terus! Nggak bagus buat jantung." kata Jaemin pada si mata bulat sambil duduk di kursi hitam favoritnya.
Kini ruang itu penuh dengan suara tawa mereka. Jaemin dan Renjun masih saja melempar candaan, sampai akhirnya terhenti saat terdengar getar panjang dari ponsel Jaemin di atas meja.
Jaemin melirik benda pipih canggih miliknya. Tawanya mendadak hilang ketika mengetahui panggilan masuk itu datang dari nomor whatsapp sang Adik. Buru-buru Jaemin menggeser lingkaran merah pada layar sampai getarnya hilang.
Tak sampai 5 detik, ponselnya bergetar lagi. Itu dari nomor yang sama. Otomatis memorinya memutar ulang ke tahun lalu ketika ia mencari kaos kakinya yang hilang.
"DEK. LIAT KAOS KAKI ABANG YANG ABU-ABU, NGGAK?" teriak Jaemin dari dalam kamar. Tangannya sibuk mengacak-acak isi lemari, mencari miliknya yang hilang sebelah.
"Dek! Nyelip di lemari kamu nggak?" Lagi-lagi teriakan Jaemin yang tanpa jawaban.
Jaemin mendengus sembari berkacak pinggang. Sepuluh menit sudah ia mencari kaos kaki abu-abunya yang entah di mana. Tiba-tiba ponselnya bergetar panjang di atas nakas. Dengan cepat Jaemin mengangkat panggilan itu sambil tangannya mencari di sela-sela tumpukan baju.
"Dek, kamu liat kaos kaki Abang nggak yang abu yang ada garis-garisnya. Ilang sebelah, nih. Bantuin cari di lemari kamu, Dek!"
"Ada di kolong"
"Di kolong? Kolong kasur Abang?" tanya Jaemin sambil berlutut melongok ke kolong tempat tidurnya. Benar, sebelah kaos kakinya ada di sana. Jaemin mengulurkan tangannya mencoba meraih benda yang letaknya sedikit jauh itu. Hampir sampai ujung sudut kamar.
Dengan sedikit susah payah akhirnya Jaemin berhasil mendapatkannya. Alisnya mengkerut ketika melihat bagian jempolnya sobek. Lubangnya tak beraturan.
"Yah, di gigit tikus. Abang pinjem kaos kaki kamu deh!"
"Pocky, Bang."
"Pinjem sehari doang pake barter Pocky segala?! Ya udah, cepet turun bawa kaos kaki kamu!" pinta Jaemin sambil keluar kamar.
Betapa terkejutnya ia ketika mendapati sang Adik duduk di meja makan dengan mulut menggembung, mengunyah sarapannya. Sementara panggilan telepon tadi belum terputus.
Astagfirullah, batinnya.
Sejak saat itu Jaemin dan Jisung sepakat ketika ingin menelepon satu sama lain, terlebih dahulu harus memberi kabar lewat pesan singkat di whatsapp.
Seperti de Javu. Hal itu, terulang lagi. Jisung menelepon tanpa mengiriminya pesan terlebih dahulu. Itu artinya...
Jantungnya berdebar kencang sekarang. Sesekali Jaemin mengigit bibir bawahnya. Getar panjang yang tak kunjung berhenti itu membuatnya gelisah setengah mati.
Derrrtt deerrrtt
"Siapa sih, Bro? Nggak lu angkat?" tanya Renjun yang sebenarnya sedikit terganggu dengan suara itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-gara Park Jisung || Na Jaemin
FanficSemuanya biasa saja. Sampai di mana, kehidupan Jisung mulai berubah ketika ia kalah taruhan dengan makhluk usil tak kasat mata. . . . "Kamu inget nggak, kapan terakhir kali call wa Abang?" "Hmm ... lupa. Udah lama banget" "Tadi pagi, nomor wa kamu n...