The Plan

9 1 1
                                    

Viana Archer melangkahkan kakinya dengan angkuh ke dalam sebuah gedung tua. Menuruti keinginan sang tunangan dengan iming-iming, pertunangan mereka akan berjalan lancar. Maka disinilah ia, menatap remeh semua pria berpenampilan preman yang bingung menatapnya.

"Siapa kamu?!" Tanya seorang pria yang baru tiba. Dibelakangnya sekitar belasan orang mengikut.

Viana tersenyum. "Dimana Davian?"

Ya, Hayden memintanya untuk menyelamatkan Davian. Alih-alih meminta polisi atau teman-teman Carmen, cowok itu justru berpikir Viana dan kesepuluh bodyguardnya -yang selalu mengikutinya kemanapun- bisa membantunya.

Awalnya Viana menolak saat tahu sosok yang harus diselamatkannya adalah Davian. Gadis itu langsung teringat pada Carmen. Hal yang berhubungan dengan Davian pasti juga berhubungan dengan musuh bebuyutannya itu.

Namun Hayden meyakinkannya berulang kali. Bahwa ini tak ada sangkut pautnya dengan Carmen. Davian adalah temannya dan ia harus membantunya.

Dengan berbekal foto yang dimintanya dari sang ibu, Hayden berhasil meyakinkan Viana. Foto itu adalah foto dirinya dengan Davian beberapa tahun silam. Saat hubungan keduanya masih baik.

Maka dari itu, Viana percaya dan setuju ikut dengan rencana Hayden. Ia akan turut membantu mengalihkan perhatian. Dan Hayden yang akan membebaskan Davian. Jika terjadi sesuatu yang buruk, maka para bodyguardnya akan ikut turun tangan.

Rencananya semudah itu. Hanya saja kini Viana tak yakin realitanya akan semudah itu juga.

Viana menelan salivanya kasar. Ia tak menyangka para preman yang dimaksud Hayden sebanyak ini jumlahnya. Mereka kalah jumlah.

"Davian? Oh! Kamu selingkuhannya, ya?" Tanya pria itu sambil terkekeh.

"Bukan." Jawab Viana santai. Gadis itu berjalan pelan kearah pria yang mengajak berbicara dengan santai. "Gue pengen bikin kesepakatan." Bisiknya.

Pria itu mengangkat sebelah alisnya. "Kamu coba bodohi saya, anak kecil?" Pria itu tersenyum miring. "Dia pikir dia siapa?" Pria itu menunjuknya sambil terbahak. Diikuti teman-temannya ikut terbahak keras.

"Gue tau kalian nyekap Davian karena dia punya bukti kejahatan kalian. Sekaligus bukti Carmen gak salah." Viana tersenyum simpul. Ia sadar, Hayden membohonginya. Tapi ia tertarik mengikuti permainan tunangannya itu. "Bebasin Davian. Gue pastiin bukti itu gak bakal sampai ke polisi."

Hening sejenak. Lalu mereka kembali tertawa. "Buat apa? Kita udah hapus buktinya."

Viana tersenyum manis. "Kalian gak ngira kalau buktinya gak cuma ada sama Davian, kan?"

Pria dihadapannya kini terdiam. "Bagaimana kami percaya kamu?"

Viana terkekeh sembari menepuk-nepuk pundak pria itu. Matanya melirik bayangan Hayden dari jauh. Cowok itu telah masuk lewat pintu belakang. "Gue tunangan temannya Davian. Salah satu orang yang cari bukti tentang kalian."

Pria itu mengangkat sebelah alis. "Dan?"

"Gue gak suka Carmen. Kita musuhan sejak kecil." Jelas Viana santai. Ia melirik lagi kearah Hayden yang kini menaikkan jempol padanya dari jauh sebelum kemudian menghilang. "Kalian tau yang gue maksud." Viana tersenyum lagi sambil berjalan mundur.

"Apa jaminan yang kamu katakan benar?"

Viana menaikkan bahunya acuh tak acuh. "Gue tau, kalian tertarik kerja sama." Viana menoleh kearah pintu masuk sekilas. "Tunangan gue terlalu bodoh, buat nyadar, dia gak bisa ngeluarin Davian dengan cara mudah. Gue tau disetiap blok banyak temen kalian yang jaga."

Pria dihadapannya tersenyum. Menampilkan gigi taringnya yang berukuran lebih panjang dibanding giginya yang lain. "Ternyata masih ada orang pintar."

Viana memutar bola matanya kesal. "Jadi?"

Salah satu pria di ujung ruangan mengangguk-angguk. Diikuti teman-temannya yang lain.

"Kayaknya dia bisa diandelin bos." Ujarnya.

Pria dihadapan Viana terlihat berpikir sejenak. "Dengan satu syarat!"

BOOM!!

••••

"Enggak!"

Carmen menggeleng kuat. Menolak gagasan konyol Tata mengenai cara membebaskan Davian.

"Lo, kan, elastis, Car. Pasti gampang manjat kayak monyet." Seru Tata serius.

Stella mengernyit mendengarkan seruan itu sambil menyusun botol plastik bekas di meja.

"Lagian ya, mereka pasti jumlahnya banyak. Kalau gue sama Coki yang dateng pasti lebih susah. Kalau cewek yang dateng lebih gampang." Jelas Tata lagi. Cowok itu betul-betul tekun untuk mendapat persetujuan teman-temannya tentang rencana menemukan Davian.

Jadi begini, Coki harus datang pada Revan sekedar mencari masalah dengannya. Tak lupa Coki harus mengatakan dia punya bukti yang sama dengan yang dimiliki Davian. Lalu dugaan Tata, Revan akan menghajar Coki. Dan saat cowok itu sibuk, dia akan mengambil ponsel Revan secara diam-diam.

Setelah itu mereka akan membongkar isi ponsel Revan untuk menemukan alamat atau paling tidak nomor si pengedar narkoba langganannya. Yang mereka duga sebagai pelaku penculikan Davian.

Tapi masalahnya rencana Tata tak hanya sampai situ. Cowok itu juga berencana, bahwa Stella dan Carmen yang bertugas untuk menyelamatkan Davian. Stella akan mencari perhatian dengan semua botol plastik bekasnya dan Carmen yang memutus kabel listrik markas si pengedar. Agar mengeluarkan Davian lebih mudah.

"Ini cuma rencana kasarnya, kok, tenang aja. Lo gak bakal mati kesetrum." Ujar Tata santai.

"Tapi gue mati babak belur!" Hardik Coki penuh emosi.

Stella menoleh. "Lo punya peran apa, Ta?"

"Gue ngambil hpnya Revan, lah. Susah itu, perlu teknik." Senyuman lebar terpasang diwajah Tata.

Carmen mendengus. "Gue gak denger adegan bahaya dari tugas dia." Ucap Carmen. Cewek itu menatap Coki yang kini mengerutkan dahinya. Kelihatan berpikir. "Lo kenapa?"

"Gue nyari rencana yang lebih bagus dari punya si curut."

"Eh! Itu udah paling bagus." Seru Tata. Cowok itu lalu berdiri sambil menunjuk jam tangannya. "Waktu, bro, waktu. Lo ngabisin waktu. Kelamaan mikir bisa aja si Davian udah gak tertolong."

"Heh! Mulutnya," hardik Stella dengan gelengan kepala.

"Realistis bro! Emang, tuh, penculik gak bakal ngapa-ngapain Davian?"

Carmen mengernyit. "Bro itu brother, kan? Kok Stella jadi br-"

"Yaudah, sist!" Potong Tata cepat.

"Jadi admin olshop, dong." Komentar Carmen lagi.

"Terus lo maunya apa?!" Teriak Tata kesal. "Lo buang-buang waktu!"

"Yaudah!" Coki beranjak dari duduknya sambil menyambar kunci mobil di atas meja. "Kita jalanin rencananya Tata." Coki berbalik sekilas pada Carmen dan Stella dan melanjutkan perjalanannya keluar cafe.

Stella menutup mata dengan mulut komat kamit. Merapalkan doa keselamatan. Sedangkan Carmen terdiam menatap Tata yang kini bersemangat memasukkan botol yang dikumpulkan Stella kedalam kantong kresek.

"Ayo!" Ajak cowok itu bersemangat. Saking semangatnya, ia tak sengaja terkesan mendobrak pintu cafe saat membukanya. Alhasil,

"Aww!"

Revan. Ada didepan mereka. Dengan dahi memerah. Menatap sengit kearah Tata yang terkejut.

••••


Vota & commenta, ya gengs😘😘









Cool Boy & Weird GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang