"Hayden apa kabar?"
Terdengar dengusan dari seseorang yang diteleponnya.
"Dia masih idup."
Carmen tersenyum. Hening sejenak sebelum cewek itu kembali bertanya. "Davian gimana?"
"Dia masih kesel sama lo. Tapi masih coba bantu nyari bukti lo enggak salah."
"Coki sama Tata?"
"Mereka baik. Pak Setno sama bu Rosa juga baik. Malah mereka udah bahagia sekarang, gak ada lo. Beban hidup mereka." jelas Stella panjang lebar tanpa ditanya.
Carmen mendengus. "Kasi tau mereka gue bakal kembali."
Stella menaikkan sebelah alisnya mendengar hal itu. Cewek itu kini sedang menulis tugas-tugas sekolahnya yang sudah ia biarkan menumpuk sejak 4 bulan yang lalu.
Dan besok ada pemeriksaan tugas oleh semua guru, pada beberapa siswa yang ditunjuk secara asal.
"Kembali kemana? ke neraka?"
"Ke sekolah, lah. Gue belum mau mati."
"Neraka itu sekolah." ujar Stella sambil membubuhkan tipe-x pada tulisannya. "Lo kembali kesini ya, lo cari mati."
"Bagus dong! hidup gua jadi lebih menantang."
"Menantang itu kalau lo beneran konsumsi narkoba sekarang." Stella tertawa sinis.
"Enggak perlu kayak gitu. Ganggu Hayden aja udah penuh tantangan."
"Otak lo isinya cuma Hayden, yah? lo beneran suka sama dia?"
Carmen terdiam sejenak, mengambil waktu untuk berpikir. "Enggak tau. Awalnya gue seneng liat mukanya yang dingin kalau gue gangguin kayak orang mau pup." Carmen cekikikan sebentar lalu melanjutkan penjelasannya. "Terus keterusan deh sampai sekarang. Kadang gue ngerasa aneh kalau enggak ganggu atau bahas tentang dia dalam sehari."
"Terbiasa belum tentu suka." komentar Stella.
"Tapi gak sadar gue biasa ganjen ke dia."
"Karena itu cara paling ampuh gangguin Hayden. Gue sering merhatiin setiap lo gangguin dia,Car. Lo sering ganjen dan dia risih. Tapi lama kelamaan lo jadi terbiasa dan anggap itu hal yang wajar sampai enggak tau perasaan lo sendiri. Gue cuma mau ngingetin, diluar sana ada orang yang bisa aja ngalihin perhatian lo dari Hayden."
"Gue lagi enggak butuh pengalih perhatian dari Hayden, Stell."
"Emang lo belum denger beritanya Hayden." gumam Stella pelan tapi dapat terdengar oleh Carmen di ujung sana.
"Apa?"
"Enggak ada. Lo kalau enggak sibuk kesini, deh. Bantuin gue nulis ini semua."
"Ogah! Mending gue stalk Hayden biar tau berita yang lo omongin tadi."
"Gak usah. Lo mending bantu gue."
"Lo kan bisa izin besok."
"Yang izin atau bolos besok bakal jadi buronan guru."
"Kok gitu? terus gue gimana?"
"Kecuali lo. Karena di skors, jadi enggak tau apa-apa."
"Jadi gue aman?"
"Belum tentu. Mungkin aja kalau lo masuk nanti bakal jadi buronan juga." balas Stella cuek.
Hening sejenak. Stella masih sibuk mencatat sedangkan Carmen mulai sibuk dengan laptopnya, berniat mencari tahu tentang Hayden.
"Kok...?"
"Apa? lo usah dapet beritanya?"
"Hm."
"Tentang apa coba?" tanya Stella memastikan temannya itu tidak mendapat berita yang salah.
"Dia bakal tunangan?"
••••
Davian menatap tajam target dihadapannya. Revan bersama teman-temannya tanpa Hayden.
"Sekitar 2 jam lagi gue punya jadwal syuting." ujarnya pelan.
"Ganti shift." balas seseorang dari earpiece-nya. "Giliran Tata."
"Kok gue?"
"Terus siapa?"
"Hayden, kan, bisa."
"Dia bakal dicurigain."
"Gue juga."
"Makanya sembunyi. Nguntit diam-diam."
Davian berdecak mendengar perdebatan sampah Coki dan Tata. Namun sedetik kemudian tubuh cowok itu menegang.
Didepan sana, sebuah mobil jazz hitam berhenti didepan Revan yang berdiri di bahu jalan yang sepi. Hanya cowok itu sendiri, sedangkan temannya masih berada di cafe tempat mereka berkumpul tadi.
Terlihat sebuah tangan terulur dari mobil itu. Mengambil kantong kresek yang disodorkan Revan. Kantong kresek itu mungkin berwarna hitam, tapi kantong itu sedikit transparan karena terkena cahaya matahari yang terik.
Dengan tergesa Davian memotret kejadian itu. Saat dimana kantong kresek lain muncul dari dalam mobil dan diterima langsung oleh Revan dengan senyum miring cowok itu.
Dahi Davian berkerut. "Kok mereka lakuin transaksi ditempat terbuka?"
"Hah? transaksi apa?" tanya Tata penasaran.
"Gue abis liat Revan beli narkoba di trotoar sama mobil jazz hitam."
"Seterbuka itu?" tanya Coki ikut merasa aneh.
"Lo udah ambil gambarnya?" tanya Tata.
"Udah. Sekarang Revan balik ke cafe lagi. Kantong kreseknya udah dia masukin ke kantong jaket."
Terjadi keheningan selama beberapa menit. Hingga akhirnya Tata berucap,
"Dav, ganti shift."
Davian melirik lewat spion tengah sebuah mobil Pajero Sport mulai menepi ke pinggir jalan, lebih tepatnya dibelakang mobil Davian.
"Ok, thanks."
"Yaudah pergi!"
"Nanti ada yang curiga kalau lo baru dateng terus gue langsung pergi."
"Siapa?"
"Target-target kita, maybe?" jawab Davian santai.
"Apalagi Revan. Senakalnya Revan, dia termasuk orang yang peka sekaligus pinter. Jangan remehin dia." sahut Coki.
"Bukannya diem di mobil kek gini juga bakal nimbulin kecurigaan?" tanya Tata.
"Makanya gue suruh lo bawa wig biar lo bisa turun sambil nyamar." balas Coki.
Tata langsung melirik tote bag di kursi penumpang mobilnya. Mengambil wig yang dimaksud Coki. Wig itu berambut lebat dilengkapi janggut palsu.
Tepat saat akan memakai wignya, Tata melihat mobil Davian melaju pergi. Dia lalu bergegas memakai wignya lalu memastikan penampilannya rapi sebelum turun.
"Gue kek orang gila, njir" komentarnya sambil bersiap menyebrang menuju cafe.
"Emang lo gila." balas Davian.
Tata memutar bola matanya malas. Cowok itu sempat melihat mobil satpol pp lewat di depannya dan berhenti di bahu jalan samping cafe tujuannya. Namun cowok itu tak menyangka,
Satpol pp itu berhenti untuknya.
••••
Vota & commenta, ya gengs 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Boy & Weird Girl
HumorAnak nakal, tukang gosip, langganan bk, dan bermulut tanpa saringan. Paket lengkap dari Carmen Aninlyvia. •••• Hayden suka ketenangan dan tak suka perubahan. Tapi semenjak Carmen menerobos kedalam hidupnya, semuanya berbeda. Dan ia tak suka itu.