"Heh, siapa suruh lewat situ?!" teriak lelaki bertubuh jangkung pada beberapa adik kelasnya.
"Gak lewat situ juga, bego."
"Kalian semua bego, ya? kalau gak bisa lewat sini, ya muter." omel lelaki itu.
Hayden berdecak mendengar keributan yang disebabkan oleh sahabatnya itu. Selalu seperti itu, Revandy Naufal selalu bersikap senioritas yang terlihat menyerupai perempuan.
Tapi dilarang pun, tak ada gunanya. Beberapa jam pasti seperti itu lagi.
Lebih baik Hayden saja yang menjauh dari keributan itu dibanding ia yang terlibat didalamnya.
Namun sepertinya ia memang ditakdirkan terlibat dalam sebuah keributan pagi ini,
Saat akan melewati toilet ia justru bertabrakan dengan salah satu siswi yang paling dihindarinya semasa hidup.
Bukan karena siswi itu salah satu penggemarnya atau karena memiliki masalah dengannya, tapi karena ketenaran Carmen tentang segala kenakalan dan keributannya yang sering memenuhi rungu Hayden baik disekolah maupun diluar sekolah.
"Hayden, kalau jalan liat sekitar juga dong. Untung cuma ditabrak, gak dilewatin gue-nya." seru Carmen santai sambil menepuk pelan pundak Hayden.
Hayden memutar bola matanya malas lalu mengalihkan pandangannya pada seragamnya yang terkena tumpahan pembersih lantai,
"Tanggung jawab!"
"Emang gue yang salah?"
Hayden menatap Carmen sinis. "Kalau lo tau diri." setelahnya, lelaki itu beranjak dari sana. Tak meperdulikan seragamnya yang kotor dan pertanggung jawaban Carmen. Karena baginya meladeni gadis itu sama saja meladeni onta kehausan.
••••
"Stellalalalalalalaaaaaa........"
"Lalalalalalalalalala......"
"Stelaaaa..... aaaa...... la...lala....lala.....laaaa...."
"Eh kecebong. Bisa diem, gak sih?" tampak wajah Stella memerah secara keseluruhan.
Sementara Carmen yang sedari tadi sibuk berlatih vokal hanya terkekeh pelan. "Lo baru ngebersihin segini udah ngomel, lah gue tiap-tiap hari gak masalah."
"Lo kan emang ditakdirin jadi babu."
"Siapa?"
"Yang nanya."
"Hah?"
Stella terdiam sebentar memperhatikan wajah bingung Carmen, lalu menggeleng dan melanjutkan pekerjaannya.
Menyikat WC.
Sementara Carmen?
Gadis itu sudah menyelesaikan hukuman mengepel seluruh sekolahnya 5 menit yang lalu.
Memang pada dasarnya babu, ya pasti cepetlah, pikir Stella.
"Lo lama banget Stel, gue tinggalin boleh?" suara menyebalkan Carmen kembali terdengar membuat kepala Stella semakin berdenyut.
"Yang buat masalah ini elo tapi gue juga kena. Lo mestinya tau diri dong, Car. Bantu gue gitu." omel Stella.
"Gue tadi ngepel gak lo bantu." jawab Carmen dengan tampang polosnya.
Stella kembali menggelengkan kepalanya. Berdebat dengan Carmen tentu saja ia selalu kalah. Carmen selalu memiliki kata-kata untuk membalas semua perkataan yang dilontarkan padanya.
Tapi jangan salah, kelebihan itu kadang berguna.
Bukan berguna tingkat olimpiade debat, melainkan ketika berdebat saat menawar harga.
••••
Tatapan risih, aneh, dan menghina terlontar dari banyak arah.
Bahkan bisa dibilang, seluruh isi kedai es krim McColton, milik paman Stella saat ini penuh desas desus yang membicarakan perihal Carmen dan Carmen.
Tapi gadis itu malah tak memperdulikannya.
Ia justru melahap es krim kopinya dengan tampang bahagia. Stella disampingnya sampai bergedik ngeri melihat temannya yang seperti tak pernah mencicip es krim seumur hidup.
"Car, nyantai dong muka lo. Jangan kek gitu, malu gue." jujur Stella sambil melirik sekeliling.
Setelah tugas menyikat WC Stella selesai-dengan bantuan Carmen-, mereka langsung bergegas ke kedai milik paman Stella yang letaknya tak jauh dari sekolah mereka.
"Biarin aja sih. Yang penting gue gak."
"Yaiyalah! Orang urat malu lo udah putus sejak lahir." ujar Stella sebal yang hanya dibalas sinisan mata oleh Carmen.
"Eh Stel, liat tuh!" tunjuk Carmen pada segerombolan orang diluar kedai. "Itu ada apaan?"
"Ya mana gue tau. Gue kan didalem sama lo."
"Iih... lo kok nyebelin gitu?" decak sebal Carmen lalu gadis itu segera berdiri, masih dengan memegang es krim dan wajah belepotannya, ia berjalan keluar.
"Car! jangan keluar, lo malu-maluin." teriak Stella namun tak dihiraukan gadis dengan wajah belepotan es krim tersebut.
Carmen, gadis keras kepala yang sangat sering membuat ulah. Tak memiliki urat malu, dan sering bertingkah konyol.
Siapapun yang melihatnya dapat mengenali semua hal itu pada dirinya dalam sekejap.
Seperti halnya orang-orang yang berkerumunan itu. Mereka langsung melayangkan tatapan sinis, bingung, aneh, ingin tertawa, dan lain sebagainya.
Bahkan ada beberapa yang menjaga jarak begitu Carmen mendekat.
Selain karena wajah gadis itu belepotan es krim kopi yang notabenya berwarna coklat, ia juga berbau pewangi lantai dilengkapi rambut dan seragam sekolah yang lepek.
Lengkap sudah kehancuran gadis itu.
Kening Carmen berkerut saat beberapa orang menjauh setiap ia melangkah mendekat, tapi ia cukup senang akan hal itu, karena dengan begitu objek yang menjadi para gadis-gadis ABG labil dan wartawan, kini akhirnya bisa ia lihat dengan jelas.
Jelas.
Sangat Jelas.
Mata kelabu tuanya....
Hidung bangirnya....
Bahkan jika disebutkan satu persatu, rasanya Carmen akan kehausan meskipun ia mengucapkannya dalam hati.
Cukup lama mereka bertatapan hingga Carmen melengos kembali masuk kedalam kedai. Tujuannya keluar hanya ingin meng-kepo kerumunan tak berguna itu karena berpikir terjadi kecelakaan atau ada hal buruk yang terjadi lainnya yang ingin diviralkan. Tapi ini?
"Gimana? mereka ngerumunin apa?" tanya Stella begitu Carmen kembali menduduki kursinya.
"Artis." jawab Carmen singkat lalu melahap es krimnya kembali.
"Ooh... pantas." ujar Stella sambil menoleh ke pintu masuk kedai yang kini terlihat ramai, karena sang artis itu masuk dan berjalan mendekat.
Ke arah mereka.
Eh?
"Hei," sapanya ramah, "bolehkan gue ikutan duduk sini?" tanyanya sambil menunjuk kursi yang berada disamping Carmen.
Stella yang terkejut hanya bisa mengangguk sambil mencoba mencerna situasi.
Cowok ini gak tertarik sama Carmen, kan?
••••
VOTA & COMMENTA ya, gengz 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Boy & Weird Girl
HumorAnak nakal, tukang gosip, langganan bk, dan bermulut tanpa saringan. Paket lengkap dari Carmen Aninlyvia. •••• Hayden suka ketenangan dan tak suka perubahan. Tapi semenjak Carmen menerobos kedalam hidupnya, semuanya berbeda. Dan ia tak suka itu.