Carmen diskors, sampai waktu yang ditentukan bersama.
Ayahnya telah menemui pihak sekolah dan berani menawarkan putrinya untuk tes narkoba. Memberi klarifikasi pada media tentang berita narkoba putrinya, serta memberi psikiater untuk Carmen.
Coki mendengar itu semua dari Hayden. Orang tua cowok itu kebetulan bersahabat baik dengan orang tua Carmen. Sehingga sangat mudah untuk mendapatkan informasi, yaitu dari pembantu rumah Carmen.
"Jujur gue kesel sama temen kalian itu. Pergi gak pamit." ujar Davian kesal.
"Kan gue udah bilang Carmen nitip pamit." seru Stella.
"Emang lo mati nanti pake istilah nitip juga?" timpal Tata.
"Iya. Nanti gue nitip nyawa gue ke lo, supaya malaikat maut nyabutin nyawa lo juga sekalian."
"Cuma orang g*blok yang bilang kayak, gitu."
Stella terkekeh sambil mendorong bahu Tata cukup kuat. "Lo juga, kan g*blok, Ta."
Baru Tata ingin membalas ucapan itu, Davian sudah berteriam duluan. "Mbok!"
Wanita paruh baya berjalan cepat kearah meja mereka.
"Tambah 1 lagi nasi liwetnya." ujar Davian.
"Es tehnya juga." timpal Coki.
"Laper banget lo, Dav? udah enggak ada lagi yang masakin, ya?" ucap Tata setengah meledek.
"Iyalah. Lo kira gue bisa masak?"
"Nyewa pembantu bisa kali."
"Temen lo itu babu gue, masa gue harus nyewa yang lain lagi?"
"Ya ... gak mungkin, kan, Carmen kembali jadi babu lo. Pasti udah balik kayak dulu lagi dia." Coki berujar yakin. Jujur saja, awalnya ia sempat tak percaya mengenai Carmen yang menjadi pembantu di apartemen salah satu aktor. Namun mengingat keberadaan Davian di sekolahnya menjadi wali Carmen, cowok itu pun percaya penjelasan singkat Stella.
Davian menghela nafas panjang, lalu tersadar sesuatu,
"Mbok? Kenapa masih disini? mbok nguping, ya?"
Wanita paruh baya berkemeja putih dengan corak bunga tersebut tersenyum. "Udah punya istri, ya Dav? mamanya udah tau?"
"HAH?!"
••••
Carmen menatap datar wanita dihadapannya. Wanita itu berjas putih dengan kemeja pink didalamnya. Dengan rambut tersanggul rapi dan senyum yang terus terarah padanya, tanpa perlu dijelaskan lagi Carmen sudah tau siapa wanita itu.
"Carmen ini psikiater untuk kamu. Namanya dokter Nadine Anatasya. Beliau ini akan membimbing kamu agar--"
"Tidak gila." sambung Carmen cepat dengan nada datar.
"Ya." balas ayahnya dengan nada yang sama.
Carmen tersenyum miris sambil menatap wanita bernama dokter Nadine itu. "Saya sebenarnya enggak butuh psikiater, dok. Saya baik-baik aja, cuma ayah saya aja yang lebay."
Mata ayah Carmen sontak membola. Tapi tak sampai mengeluarkan amarahnya didepan orang asing. Ia segera menoleh kearah istri mudanya. "Cindy, kamu urus anak ini."
Cindy yang sedari tadi duduk tenang di sofa langsung mengangguk santai sambil tersenyum angkuh. "Iya, sayang. Kamu tenang aja."
"Aku emang bisa ngandelin kamu." balas Thomas dengan senyuman membuat Carmen berakting seolah ingin muntah mendengar ayahnya sedangkan dokter Nadine tersenyum mafhum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Boy & Weird Girl
HumorAnak nakal, tukang gosip, langganan bk, dan bermulut tanpa saringan. Paket lengkap dari Carmen Aninlyvia. •••• Hayden suka ketenangan dan tak suka perubahan. Tapi semenjak Carmen menerobos kedalam hidupnya, semuanya berbeda. Dan ia tak suka itu.