Her Madness

21 2 0
                                    

Carmen memang terkenal dengan kegilaannya. Dan semua itu semakin terbukti hari ini.

Begitu keluar dari mobil Davian -yang terpaksa mengantarnya karena masih bermuka bantal-, ia langsung mencuri perhatian semua orang.

Rambut ungunya benar-benar nyentrik dikalangan anak sekolah yang berambut hitam. Tapi masa bodoh saja lah, pikir Carmen.

Davian menatapnya dibalik kaca mobil dengan gelengan kepala. Gadis itu memang ajaib, pikirnya.

Seperti dihari biasa, Carmen tak akan masuk lewat gerbang seperti anak normal lainnya. Ia akan memanjat tembok samping meskipun tidak terlambat. Masih dengan motto: kalau ada yang susah, kenapa harus mudah?

"CARMEN!" teriakan membahana itu mencuri perhatian semua siswa yang mendengarnya.

Diujung koridor, berdiri pak Setno dengan wajah garangnya. Ia berjalan cepat kearah Carmen yang berdiri dengan santai menunggunya, begitu sudah hampir sampai, Carmen langsung mengulurkan tangannya meminta sesuatu,

"Tas."

Mata pak Setno membola. Jika digambarkan dalam komik mungkin pak Setno sudah kebakaran, bukan lagi mengeluarkan asap saja.

"APA KAMU BILANG?!" teriak pak Setno membuat beberapa siswa disekitarnya memejamkan mata takut.

Tapi pada Carmen, tak terlihat ketakutan itu. Bahkan untuk sekadar berkedip pun tidak. Seolah Carmen sudah terbiasa dibentak, dan memang itulah kenyataannya.

"Tas. Saya minta tas saya pak." jawab Carmen santai.

Pak Setno menatap geram kearahnya, "DASAR MURID TIDAK TAU DIRI! SUDAH MEMBOLOS KEMARIN, SEKARANG MEWARNAI RAMBUT!"

Carmen mengelap wajahnya dengan tangan, "muncrat, pak."

Sontak beberapa siswa disekeliling yang mendengarnya menahan tawa. Tak ada yang betul-betul tertawa karena pak Setno masih dalam mode 'danger'.

Hayden yang baru saja tiba diujung koridor, menatap kejadian itu sambil menggeleng-geleng. Namun gelengannya terhenti saat melihat bu Rosa berjalan cepat kearah TKP.

"Kesini kamu!" bu Rosa menjewer telinga Carmen sambil menariknya keruang BK.

Pemandangan itu ditonton oleh banyak siswa yang memegang ponsel guna merekam. "Sebentar lagi Carmen pasti viral," gumam Tata yang berdiri dibelakang Hayden.

Tata tertawa geli menatap pemandangan Carmen memukul-mukul lengan bu Rosa sambil berteriak sakit. "Tuh upil kuda emang gak ada takut-takutnya." tawa Tata terhenti saat menatap kearah lain, "BU! STELLA JUGA WARNAIN RAMBUTNYA!"

"ANJ*NGAN LO, TA!"

••••

Stella melirik sebuah mistar kayu panjang yang kini dipukul kemeja dengan keras. Membayangkan apa yang terjadi jika mistar itu melayang kearahnya, apa ia akan langsung mati?

"Kenapa melamun? jawab pertanyaan ibu!" bu Rosa menundukkan tubuhnya kearah Carmen dengan mata tajam seolah memancarkan sinar laser untuk menguliti gadis berambut ungu itu.

"Saya cuma nikmati masa muda, bu." jawab Carmen kalem tampak tak terganggu dengan jarak wajah dirinya dengan bu Rosa.

"Ibu mau nyium saya? jangan bu. Saya masih normal. Saya masih suka cowok, apalagi Hayden."

Stella menatap horor sosok disampingnya. Lalu menatap kearah bu Rosa yang wajahnya kini sudah memerah.

"Kamu--"

"Hayden ya? kemarin ada laporan dia juga bolos. Jamnya sama kayak kamu." ujar pak Setno.

"Hayden? kenapa bisa? dia anak baik," tanya bu Rosa dengan tatapan tak percaya pada pak Setno yang duduk dibalik meja kebesaran guru BK. "Beda sama anak ini!" tatapan bu Rosa kembali menghujam Carmen dengan seramnya.

Cool Boy & Weird GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang