New Life

29 3 3
                                    

"Cerewet!"


"Diem!"


"Kampungan!"



"Hm."

Carmen mendengus kesal. Sedari tadi respon Hayden benar-benar menunjukkan kepribadian cowok itu.

"Ucapan makasih gue aja lo bales kayak gitu? wow! nyokap lo ngidam apa waktu hamil elo? es putar atau es dung-dung?" Carmen menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap kagum Hayden. Bagaikan melihat lukisan Da Vinci yang terendam di air comberan.

"Gue pulang." pamit Hayden tanpa basa basi, bahkan tanpa menjawab pertanyaan Carmen tadi. Cowok dingin itu langsung tancap gas.

Tanpa menyadari asap knalpot motornya menyembur hebat ke belakang. Hingga Carmen yang menghirupnya otomatis terbatuk-batuk hebat.

"Sialan! dasar titisan knalpot becak." Carmen masuk ke dalam rumahnya dengan segala jenis sumpah serapah untuk Hayden tersayang. Si es putar dari kutub utara.

"Hebat, ya, baru pulang." seru Thomas sambil bersidekap di sofa.

"Iyalah. Carmen..." balas Carmen santai.

"Dari mana kamu?" tanya Thomas dengan tatapan berangnya pada putri tunggalnya yang dengan santainya ikut duduk di depannya dengan kaki bersila.

"Dugem." jawab Carmen kalem sambil mengambil jus wortel milik ayahnya. Menegaknya hingga tandas. "Segarnyaaa...."

"CARMEN!"

"Hadirrr!!!"

Wajah Thomas semakin memerah karena emosi.

"Kamu semakin hari semakin kurang ajar." hardik ayahnya.

"Papi semakin hari semakin brengsek." balas Carmen.

Plakk!

Suara tamparan itu menggema di seisi ruang tamu.

Carmen tersenyum angkuh. "Hanya ini kan, yang bisa papi lakukan? Marah-marah, menghukum, selingkuh, usir mami, main hakim sendiri, playing victim." Carmen menatap marah ayahnya. "Carmen kurang ajar? emang iya! Papi kan, gak pernah ngajarin Carmen apapun. Papi cuma tau bersikap arogan kayak biasanya."

Cindy datang sambil menguap, mendapati suami dan anak tirinya sedang berperang verbal.

Sedangkan Thomas, lelaki paruh baya itu menatap geram putrinya. Semakin hari anak itu semakin membangkang, pikirnya.

"Kenapa? papi mau marahin aku gimana lagi? hukum aku kayak apa lagi? jujur pi, Carmen udah kebal sama semua itu. Kalau ada hal yang paling Carmen pengenin, Carmen mau bebas dari semua ini." mata Carmen mulai berkaca.

"Kamu mau pergi? silahkan! biarin aja, mas. Dia pergi, sumber uangnya hilang." Cindy menatap remeh Carmen.

Thomas menatap bimbang ke arah Carmen lalu mengangguk-angguk. "Baiklah. Jika kamu mau pergi, silahkan. Papi gak ngelarang." putus Thomas. "Tapi jangan harap papi mau ngebiayain hidup kamu. Pergi!" Thomas menekan setiap katanya. Menegaskan konsekuensi pada keputusan Carmen.

Cindy tersenyum kemenangan, sedangkan Carmen hanya tersenyum miris. Apa nasibnya memang seburuk ini? apa ayahnya memang tak mencintai keluarga kecilnya? setelah mengusir ibu Carmen dari rumah saat wanita paruh baya itu sakit-sakitan, sekarang ia juga mengusir Carmen, darah dagingnya sendiri.

Carmen mengangguk. "Aku pergi." Carmen lalu berlari cepat ke kamarnya. Mengambil beberapa barang yang sekiranya ia perlukan.

Seperti hadiah pemberian ibu, kakek, nenek, dan teman-temannya. Atau barang yang ia beli sendiri.

Cool Boy & Weird GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang