Punishment

23 2 0
                                    

Mengangguk-angguk, menggeleng, mengangguk lagi, menggeleng lagi.

Hal itu rutin dilakukan Hayden sejak 10 menit terakhir. Hukuman atas bolosnya kemarin memang tak sulit. Hanya mendengar nasehat pak Setno saja. Tapi masalahnya, siapapun tahu. Pak Setno saat bicara akan turun hujan dari mulutnya. Tak salah jika Carmen tadi sempat memprotes hujan yang mengenai wajahnya saat pak Setno berteriak.

"Dengar Hayden?"

Hayden mengangguk sekali lagi dibalas senyuman pak Setno. "Udah. Kamu boleh kembali ke kelas."

Setelah Hayden pamit, cowok itu melangkah ke arah stadion lapangan basket. Kelasnya saat ini kosong. Guru yang mengajar sedang menghadiri acara wisuda anaknya. Jadi ia bebas kemana pun.

"Aarghh!" teriakan itu membuat Hayden menghentikan langkahnya ke lapangan. Terlihat Carmen merebahkan dirinya disana sambil menyeka peluh dengan lengan. Diujung sana juga terlihat Stella dengan rambut merahnya yang sedang memegang kuas dan ember cat yang senada dengan rambutnya.

"Car! jangan malas-malasan, dong. Biar kita cepet selesai." teriak Stella.

"Entar. Gue mau nafas dulu." balas Carmen. "Gila aja pak Setno. Dia yang buat pertandingan tapi kita yang disuruh siapin lapangan."

"Eh dodol! ini tuh hukuman kita."

"Tapi tetep aja kan, Stel. Dia ngambil kesempatan dalam kesempitan."

"Terserah deh." ujar Stella lalu mengecat pinggir-pinggiran lapangan.

Hayden tersenyum tipis yang bahkan tak terlihat. "Kemoceng." lalu cowok itu melangkah pergi.

Naasnya, saat hampir keluar, Carmen menyadari keberadaannya.

"Hayday! uuhhuuyy gantengnya...."

Stella nampak menepuk jidatnya mendengar itu namun segera tersadar. Tangannya terkena cat berwarna merah.

"Aaaahhhh...."

Hayden menoleh kaget. Ia pikir Stella berteriak karena baru sadar temannya menyerupai orang gila. Namun ternyata tidak.

Diujung sana terlihat Carmen sibuk menertawai Stella yang jidat dan hidungnya ikut berwarna merah. Seperti rambutnya.

"Gila Stel. Lo bener-bener sesuka itu ama warna merah? hahahaha..."

"Kalau ada banteng lo enggak cuma di seruduk doang. Tapi udah dicomot." tawa dan ucapan hinaan Carmen masih membahana keseisi lapangan basket.

Hayden menggeleng-geleng lalu segera keluar dari stadion. Niatnya tadi ingin bermain basket sebentar, namun ternyata lapangannya sedang dilukis oleh dua cewek gila tadi.

••••

"Kamu makan duluan!"

"Enggak kamu aja dulu."

"Setelah kamu."

"Enggak ih. Kamu aja dulu. Abis itu aku."

"Gak boleh sayang. Kamu dulu yang makan. Nih aku suapin."

"Enggak ... aku gak mau. Kamu dulu. Titik."

Coki mengernyit menatap pemandangan itu. Makan saja susah begitu. Kalau mau makan ya makan saja. Tak baik menolak rejeki.

"Woi!" gebrakan dimejanya mengangetkan hampir seluruh isi kantin, termasuk sejoli yang-berebutan-kuburannya-minta-diisi.

"Apaan sih. Lo dateng kayak preman tau gak." ucap Tata menatap sinis Carmen yang kini nyengir selebar-lebarnya.

"Gak tau." Carmen menggeleng-geleng. "Eh lo berdua ada yang tau nomor teleponnya banteng? gue mau nelponin buat Stella."

"Lo pikir kita temennya?"

Cool Boy & Weird GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang