Davian mengusak surainya frustasi. Karirnya tengah berada dipuncak. Jika masalah ini sampai menggoyahkan karirnya maka semuanya kacau.
"Lebih baik kamu usir aja perempuan itu, Dav. Supaya kamu gak terlalu kena dampaknya." usul sang manajer dibalas tatapan tajam Davian. "Terus mau bagaimana lagi? kamu mau kerja keras kamu selama ini sia-sia cuma karena dia? dia yang narkoba kamu yang dapet hukumannya."
"Carmen gak narkoba. Itu cuma salah paham." Davian tetap mengatakan hal yang sama sedari tadi. Ia yakin cewek sableng itu tak mungkin menjadi pengguna obat terlarang.
"Kamu suka ya sama cewek itu? belain mati-matian sampe karirnya dipertaruhin." tebak manajernya sambil menyeruput teh hangatnya.
Davian mengedikkan bahu. "Suka atau enggak gue bakal tetep belain dia. Dia gak salah gue percaya itu." Davian bangkit dari kursi cafe tempat mereka berdiskusi ini. Cowok itu mengeluarkan kunci mobilnya dari saku sembari menatap datar manajernya. "Gak usah khawatir sama karir gue, kalau misal berita ini emang bakal viral, gue berani tes narkoba. Gue yakin hasilnya negatif."
Baru saja akan pergi dari tempat itu, suara manajernya kembali terdengar. "Saya percaya untuk yang satu itu." manajernya menatapnya nyalang. "Tapi coba pikirin kalau berita yang viral itu bukan masalah kamu jadi pengguna atau enggak, tapi tentang kamu yang ngebelain cewek gak bener. Berita miring jaman sekarang gampang viral. Opini gak jelas dari berbagai macam oknum gak bertanggung jawab dimedsos bisa ngancurin hidup kamu. Sekarang, anggap aja kamu nanti emang gak bakal kehilangan pekerjaan kamu sebagai artis. Tapi bisa aja, kan, kontrak kamu dimana-mana bakal kurang. Tarif kamu juga bakal turun. Ingat loh Dav, kamu bangun karir ini seorang diri. Gak perlu bawa orang lain buat hancurin karir kamu."
Telinga Davian rasanya panas mendengarnya. Ia segera beranjak dari sana. Apapun yang dikatakan manajernya sebenarnya benar. Tapi mengingat betapa sulitnya beban Carmen saat ini, rasanya Davian tak sanggup menambahnya.
Cewek itu bergantung padanya sekarang. Bisa dibilang hanya Davian yang Carmen punya untuk membantunya selain teman-teman cewek itu, tentunya.
"Sial!" Davian menendang ban mobilnya. Niatnya ketempat ini untuk membahas masalah ini dengan sang manajer. Mendiskusikannya baik-baik. Namun nyatanya ia justru diberi pilihan yang sulit.
"Gue gak mau hancurin karir gue tapi gue juga gak tega buang Carmen." gumam cowok itu pelan.
••••
Ditengah hiruk pikuknya malam di kota sibuk, Davian tengah tersenyum hambar sembari menegak sebotol champagne. Ia ingin rilex sejenak sambil berdiskusi ditelepon dengan mode loudspeaker dengan salah satu teman Carmen, Coki.
"Gue udah curiga sih, dari awal pasti pelaku yang sebenarnya hapus rekaman cctv terdekat. Tapi masalahnya bukti itu yang paling kuat buat kita dapetin."
"Orang yang kira-kira sempat kesana atau sekitarnya? Penjaga gitu atau cleaning service?" tanya Davian parau.
"Tata lagi usaha sekarang datengin satu-satu. Sedangkan Stella udah tanyain keseluruh siswa yang kayaknya emang sempat ke sekitar gudang belakang sekolah. Semoga ada kabar baik."
Davian menatap serius padatnya jalan raya dihadapannya. Saat ini cowok itu berada dalam mobilnya yang terparkir manis di sebuah bukit yang cukup tinggi untuk melihat suasana jalanan yang tak pernah sepi.
"Terus kabar tentang video yang direkam sama anak sekolahan gue tadi udah dihapus sama ketos. Lo tenang aja, 60 persen kemungkinan berita ini gak bakal viral."
Davian tersenyum sinis. "Dan 40 persennya bakal ngejatuhin karir gue."
Terjadi keheningan sejenak sebelum Coki bergumam. "Lo ikhlaskan bantu Carmen? Ya ... walaupun gue tau dengan lo bantu dia lo bakal dapet masalah tapi ... thanks banget."
Davian memijit pelipisnya, ia mulai merasa pening akibat terlalu banyak minum. Sepertinya ia harus menyimpan sisa champagnenya dan bergegas pulang.
"Oh iya! ada satu orang lagi yang mau bantu. Enggak terduga sih, namanya Hayden. Dia bilang tau siapa pelakunya. Tapi buktinya gak cukup kalau cuma pake kesaksiannya doang."
Davian menegang. Hayden? untuk apa si brengsek itu ikut memusingi hal ini?
Tanpa sadar ia mengeraskan rahangnya sambil menyalakan mesin mobilnya. "Udah dulu ya, Cok. Thanks buat infonya."
"Sip bro."
Setelah itu mesin mobil Davian mengaung-ngaung ditengah bisingnya lalu lintas. Mendahului mobil-mobil yang berada didepannya. Emosinya tak terkendali, mengingat nama Hayden dan perlakuan sok suci mantan sahabatnya itu ...
Davian terkekeh pilu.
••••
Berbeda dengan Davian yang berada ditengah jalan ramai, Carmen justru sedang merenung dalam kamarnya yang gelap dan sunyi.
Cewek itu sengaja mematikan lampu kamarnya agar air matanya yang mengalir tak akan terlihat, entah oleh siapa.
Sedari sore tadi Davian keluar hingga larut malam seperti ini cowok itu belum kembali.
Carmen khawatir? Iya. Sangat malah.
Ia khawatir pada banyak hal. Pikirannya sungguh berkecamuk hingga tak sadar lambat laun tubuhnya melemah dan berbaring diatas kasurnya dengan mata terpejam erat.
Tepat pukul 1:20 dini hari Davian menginjakkan kakinya kedalam apartemennya. Hal pertama yang cowok itu dapat adalah suasana remang. Penerangan satu-satunya hanya berasal dari cahaya bulan dan lampu jalan diluar sana.
Davian melangkah hati-hati sambil menggapai saklar lampu. Berjalan pelan kearah kamar Carmen dan masuk ke sana.
Ia sempat termenung sesaat melihat bekas air mata yang mengering dipipi cewek itu.
Dengan langkah mantap ia mendekat untuk memperbaiki posisi tidurnya sambil mengusap kepala cewek tersebut.
"Gue gak bakal nyesel sama keputusan gue nanti kan, Men? belain lo bukan hal yang salah, kan?" bisik Davian parau. Ia menatap wajah terlelap Carmen sendu.
"Gue dilema, antara lepas pekerjaan impian gue atau lepas orang yang gue sayang."
••••
Vota & commenta, ya gengs😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Boy & Weird Girl
HumorAnak nakal, tukang gosip, langganan bk, dan bermulut tanpa saringan. Paket lengkap dari Carmen Aninlyvia. •••• Hayden suka ketenangan dan tak suka perubahan. Tapi semenjak Carmen menerobos kedalam hidupnya, semuanya berbeda. Dan ia tak suka itu.