Party

47 5 3
                                    

Dress berwarna ungu dengan bahan scuba serta sentuhan wave pada bagian lengan yang sengaja tak dibuat mencapai siku itu nampak elegan.

Pada bagian pinggang kebawah dress itu tampak mengembang dengan warna ungu tua yang dihiasi butiran halus berlian swarovsky.

Gaun mahal, sudah pasti.

Semarah apapun ayahnya pada dirinya, Carmen tahu pria paruh baya itu tak akan pernah membiarkannya tampil buruk didepan umum.

Karena tentu saja ia tak mau reputasinya ikut buruk nantinya.

Carmen menghela nafas gusar sambil menyambar tas selempang berwarna biru keunguan dan tas kecil berisi alat make up nya.

Ia hanya sempat merapikan rambut, tidak dengan wajah.

"Pak, kita berangkat sekarang, ya." pintanya sambil membuka pintu mobil pada sang supir yang memang telah menunggunya sedari tadi.

"Non, saya kebut gak apa-apa? kita udah hampir terlambat." tanya pak Timo, supir pribadi Carmen pelan saat melihat gadis itu sibuk mengeluarkan alat-alat make up dari tasnya.

"Gak pa-pa pak, saya bisa kok nyelesaiin dengan rapi nantinya. Bapak liat aja. ok?" ucap Carmen sambil memakai cushion-nya.

Pak Timo mengangguk-angguk lalu mulai menjalankan mobil dengan cepat. Area pintu masuk mansion ayah Carmen memang terlalu jauh dari gerbang. Tak heran jika kini kecepatan mobil menjadi 80 km/jam.

Apa pak Timo mantan pembalap liar?

Tentu saja.

Sejak awal Carmen memang ingin memiliki supir pribadi yang dapat menyamai skill Vin Diesel.

Bahkan kalau perlu ia ingin Vin Diesel yang jadi supirnya.

"Pak Timo main tebak-tebakan, yuk." ajak Carmen sambil memakai mascara. Gadis itu tak peru bersusah-susah menjepit bulu mata, karena mewarisi bulu mata lentik sang ibu.

"Ayo, neng." respon pak Timo sambil memutar stir mobil kekiri. Karena kecepatan mobil yang agak cepat saat berbelok, menyebabkan pak Timo seperti melakukan adegan drift ala film fast & furious. Namun sayangnya hal itu agak mengganggu Carmen yang sedang memakai mascara, ia harus berhenti sejenak menunggu mobil kembali berjalan lurus untuk memakai kembali mascara-nya.

"Kenapa sapi kakinya 4?"

Pak Timo terlihat berpikir sejenak, "karena takdir?"

"Salah."

"Supaya seimbang, kan dia berat, neng."

"Salah lagi."

"Bapak nyerah, deh."

Carmen tersenyum simpul sambil memakai highlighter-nya, "karena kalau cuma dua, nanti dia mirip motor."

Pak Timo terkekeh, "receh neng, receh."

"Iih, serius loh pak. Bayangin aja kalau sapi kakinya cuma dua, dia bakal sebelas dua belas sama motorkan?"

Pak Timo mengangguk-angguk, tampak membenarkan.

"Sekali lagi, pak." seru Carmen bersemangat sambil menyemprotkan setting spray pada wajahnya. "Kenapa ayam kakinya 2?"

"Karena kalau 4 nanti kayak mobil."

"Salah."

"Kok salah lagi, neng? emang benerkan?"

"Ya salah, pak."

"Terus apa, dong?"

Carmen mematut penampilannya dengan seyum lebar pada cermin kecil lalu menoleh kearah pak Timo, "karena kalau 4, nanti dia mirip sapi."

Cool Boy & Weird GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang