BAB 6. Masa Lalu

124 42 27
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya!
.
.
.
Happy reading ^•^

Apa pacarmu yang seorang gitaris itu juga selalu membawanya?

Anna benar-benar kaget mendengar pertanyaan Andrew. Dari mana kakaknya itu tahu tentang Seth. Dan, tunggu dulu, apa jangan-jangan ayahnya juga sudah mengetahui semuanya.

Anna menoleh ke arah Andrew, ia tampak sedang menatap adiknya dengan kedua alis yang bergoyang naik turun, menunggu jawaban. Benar-benar menyebalkan.

"Apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti." Anna kembali berpaling lalu berpura-pura merapikan tasnya lagi. Ia sengaja menghindari bertatapan mata dengan Andrew.

"Kau tahu, Anna. Wajahnya terlihat lebih bodoh lagi ketika sedang berbohong."

Di depannya Andrew terus memperhatikan wajah Anna, menunggu adiknya itu mengaku.

"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang kau bicarakan." Anna bisa merasakan suaranya sedikit bergetar dan ia yakin Andrew pasti bisa mendengarnya.

"Oh ayolah Anna, aku tumbuh besar bersamamu. Aku bisa membaca semua pikiranmu. Dan, jangan kau pikir aku tidak tahu kalau kemarin kau berlibur dengan pemuda itu. Juga saat kau pergi seharian beberapa waktu lalu, kau sebenarnya tidak menemani Ashley, kan?"

Anna merasa seperti ingin menciut dan menghilang dari hadapan Andrew sekarang. Dari mana kakaknya tahu semua itu. Alih-alih mengakui semua perbuatannya, Anna malahan memukuli Andrew dengan guling yang ada di sampingnya dengan membabi buta.

"Katakan padaku dari mana kau tahu itu semua, Andrew James Martin?" Anna terus memukuli Andrew yang malahan tertawa. Ia tahu Anna sedang berusaha menutupi rasa malunya.

"Baiklah-baiklah. Tapi, kau berhenti dulu!" jawab Andrew sambil menutupi kepalanya dengan kedua tangannya.

"Aku tidak akan berhenti sampai kau benar-benar menceritakan semuanya padaku." Anna terus memukuli Andrew sampai-sampai ia naik ke atas tempat tidur kakaknya itu dan berdiri di atasnya.

"Baiklah, aku berjanji akan menceritakan semuanya." Setelah Anna berhenti, Andrew langsung merebut guling itu dari tangan adiknya dan melemparnya ke sembarang tempat. "Kau ingin membunuh kakakmu yang tampan ini ya?"

Andrew merapikan rambutnya yang acak-acakan dan Anna makin muak melihatnya. Di mata Anna kakaknya itu tidak tampan tapi beruntungnya Andrew mempunyai modal untuk memperbaiki penampilannya dan isi dompetnya mampu menarik perhatian para gadis yang ada di sekitarnya.

Setelah mereka berdua sudah berhasil mengatur napas, Anna langsung berkata, "Cepat katakan padaku dari mana kau tahu semua itu."

"Dari seseorang yang bisa kupercaya." Lagi-lagi Andrew tertawa geli. Anna benar-benar tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran kakaknya itu.

"Dan setelah kau tahu semua kau merasa puas?" Anna memelototi Andrew.

"Tentu saja," jawab Andrew bangga.

"Apa kau marah karena tahu aku sedang mengencani seorang pemain band?"

Kali ini Anna tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Itu terdengar jelas dalam nada suaranya walau ia masih saja memasang raut wajah marah pada Andrew.

"Tidak, bodoh. Aku tidak marah. Lagipula tidak ada yang salah. Selama menurutmu pemuda itu baik. Aku juga pernah seusiamu. Tapi, aku hanya merasa lucu kalau kau berpikir kau bisa membodohiku." Andrew tertawa geli.

Sejujurnya Anna merasa kesal dengan tawa Andrew itu, tapi sekarang Anna seperti merasa ingin sekali memeluk Andrew. Ia tidak bisa percaya Andrew bisa berpikiran dewasa juga. Tapi Anna mengurungkan niatnya karena kalau ia memeluk kakaknya itu, Andrew pasti meledek Anna lagi dan merusak suasana romantis di antara mereka berdua sekarang.

𝐒𝐀𝐕𝐀𝐍𝐍𝐀𝐇Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang