Jangan lupa VOTE dan KOMEN ya ...
.
.
.Setelah pertemuannya dengan ayahnya hari itu, Anna kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Bekerja dari pagi hingga sore di pabrik milik keluarga Wilson, lalu setelah itu mengurung diri di apartemennya yang sempit. Siklus itu berulang sama seperti itu setiap hari. Tidak ada sesuatu hal yang spesial terjadi pada Anna. Hidupnya benar-benar membosankan.
Hingga sampailah sebulan kemudian. Waktu yang ditentukan pun datang. Hari ini Anna akan pergi ke kediaman Sebastian, karena sebelumnya lelaki itu menghubungi Anna lewat telepon, membahas tentang keputusan akhir Anna mengenai berkas yang diberikan Dennis sebelumnya. Setelah berbicara sedikit lewat telepon, mereka sepakat untuk membahasnya di kediaman Sebastian. Anna sengaja pergi sendiri karena ia tidak mau merepotkan salah satu supir Sebastian untuk menjemputnya.
Sepulang kerja, Anna langsung pergi ke kediaman Sebastian. Ia pergi dengan taksi dan saat Anna mengetuk pintu besar itu, ternyata Martha yang membukakan pintu untuknya. Pertama kali Anna melihat wanita itu lagi, entah kenapa Anna merasa bahagia sekali.
"Selamat datang kembali di rumah ini, Nyonya Anna. Tuan Sebastian sudah menunggu Anda."
Anna menjawab Martha dengan sebuah senyuman tapi tidak mengucapkan sepatah kata pun. Kembali ke rumah itu dan setelah ini akan bertemu lagi dengan Sebastian sudah cukup membuatnya gugup. Martha berjalan lebih dulu dengan Anna mengikuti langkahnya di belakang dengan jantung yang berdebar cepat. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah taman yang ada di rumah itu.
Sebastian sudah menunggu Anna di sebuah meja yang disiapkan khusus. Meja itu berbentuk persegi, tidak terlalu besar dan dihiasi oleh bunga dan lilin yang menyala di tengahnya. Meja itu terletak di sebuah taman yang sangat luas. Tak jauh dari sana ada sebuah air mancur tepat di tengah yang dihiasi oleh lampu-lampu indah.
Saat melihat Anna datang bersama Martha, Sebastian langsung bangkit dari kursinya dan menarik kursi di seberangnya untuk Anna. Anna bertanya dalam hati, kenapa Sebastian bersikap begitu sopan padanya hari ini dan harus menyiapkan penyambutan seperti itu. Padahal lelaki itu tampak begitu marah saat terakhir mereka bertemu.
Dengan ragu Anna duduk di kursinya, berhadapan dengan Sebastian.
"Apa kabar, Anna?" ucap Sebastian pertama kali dengan senyuman kecil menghiasi bibirnya. Wajahnya nampak tenang.
"Aku baik, Sebastian. Kau sendiri apa kabar?" Anna membalas senyuman Sebastian. Mencoba bersikap tenang seperti lelaki itu.
"Aku baik, Anna. Hanya sedikit lelah setelah perjalananku kemarin. Tapi, tidak apa-apa. Aku sengaja ingin bertemu denganmu hari ini karena aku sudah tidak sabar ingin mengetahui keputusan apa yang kau ambil untuk masa depan pernikahan kita. Boleh aku lihat berkas yang diberikan pengacaraku?"
Anna mengambil map itu dari dalam tasnya. Perlahan ia berikan map itu pada Sebastian. Jantung Anna berdebar dengan cepat saat melihat Sebastian membukanya dan tampak membaca isinya. Anna tidak bisa menebak apa yang ada di pikiran Sebastian sekarang saat ia membaca surat itu.
Tak lama, Sebastian menghela napas lalu menatap Anna.
"Kenapa kau belum menandatanganinya juga, Anna? Bukankah ini adalah keinginanmu sejak lama. Melepaskan diri dariku agar kau bisa bersatu kembali dengan kekasihmu itu?"
Anna terdiam mendengar ucapan Sebastian.
"Atau kau butuh waktu lebih lama lagi untuk mempertimbangkannya?"
Sebastian menutup map di tangannya tapi kedua matanya tak pernah lepas menatap Anna. Membuat gadis itu jadi malu dan bertambah gugup.
"Aku tidak tahu, Sebastian. Aku tidak tahu." Anna memalingkan wajahnya dari Sebastian. Ia sendiri tidak mengerti apa yang dirasakannya saat ini. Di satu sisi Anna tidak menyukai lelaki itu, dengan ucapan-ucapannya yang terkadang menyinggung perasaan Anna dan sikapnya yang kadang menyebalkan. Tapi di sisi lain Anna juga tidak mau kalau harus benar-benar berpisah darinya. Entah disebut apakah perasaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐀𝐕𝐀𝐍𝐍𝐀𝐇
Romance[𝐂𝐎𝐌𝐏𝐋𝐄𝐓𝐄 𝟐𝟑/𝟏𝟐/𝟐𝟎𝟐𝟏] Lahir dan tumbuh dalam keluarga kaya raya membuat Savannah menjadi gadis yang sangat keras kepala. Itu karena sejak kecil ayahnya selalu memanjakannya dan tanpa segan memberikan semua hal yang ia inginkan. Namun...