PROLOG

502 72 45
                                    

Jangan lupa vote dan komen!
.
.
.
Happy reading ^•^

"Bagaimana keadaan Anda, Nyonya Agustine? Apa kepala Anda masih sering sakit?" tanya dokter Lily. Ia adalah dokter yang menangani Anna sejak ia di rumah sakit akibat insiden tempo hari.

Anna duduk bersandar di atas tempat tidurnya. "Terkadang. Tapi, aku sudah merasa lebih baik sekarang."

"Lalu bagaimana dengan pundak kanan Anda? Sudah bisa digerakkan?"

Anna mencoba memutar lengan kanannya dan ia tampak meringis sedikit. "Bisa, tapi masih agak sakit."

Dokter Lily tersenyum mendengar jawaban Anna. Ia beranjak dan merapikan peralatan dokternya. "Bagus. Perkembangan Anda cukup baik, Nyonya. Saya akan datang lagi besok. Kalau ada apa-apa segera hubungi saya. Saya permisi dulu. Selamat siang."

Dokter Lily pergi meninggalkan Anna sendiri di kamar. Sepeninggal dokter Lily, Anna memijat-mijat kepalanya sendiri, rasanya mulai pusing lagi.

"Minumlah dulu."

Anna dikagetkan oleh suara Sebastian, suaminya. Saat Anna membuka matanya, lelaki itu sudah duduk di tepi tempat tidur. Entah dari mana datangnya Sebastian, Anna tidak memperhatikan.

"Kau sudah lebih baik?" tanya Sebastian. Anna merasa kalau tatapannya berbeda dari biasanya. Sebastian tampak sedang menahan marah. Rahangnya mengeras dan wajahnya sedikit memerah. Membuat Anna merasa sedikit takut padanya sekarang.

"Iya, aku sudah lebih baik."

Sebastian tersenyum lalu berkata, "Bagus, Anna. Karena ada beberapa hal yang ingin kusampaikan padamu."

Sebastian terus saja menatap Anna tanpa berkedip sedikit pun. Ya Tuhan, ada apa ini? pikir Anna dalam hati. Ia berharap kalau itu bukan hal yang aneh. Keadaannya belum pulih benar dan kepalanya masih sakit. Ia pasti tidak akan bisa kabur kalau Sebastian melakukan sesuatu padanya nanti.

Anna masih diam terpaku di tempatnya. Tiba-tiba saja Sebastian meraih tangan Anna dan meletakkannya dalam genggamannya. Lelaki itu mengusap-usap tangan Anna perlahan. Sikap lembutnya justru membuat Anna semakin takut.

Sebastian menghela napas lalu menatap Anna dalam, membuat Anna tak bisa bergerak sama sekali. Lalu Sebastian berkata dengan sangat perlahan seakan ingin membuat Anna mendengar dengan jelas setiap kata-katanya.

"Kau tahu sesuatu, Anna? Kecelakaan yang menimpamu kemarin itu bukanlah sebuah kecelakaan melainkan sebuah sabotase yang dilakukan seseorang untuk mencelakaiku."

Perkataan Sebastian bagaikan petir di siang bolong. Mata Anna tiba-tiba membelalak tidak percaya. Ia berharap kalau semua itu tidak seperti yang ia pikirkan.

"Detektif Sullivan sudah mengatakan padaku bahwa pelakunya adalah Alan, salah satu pegawaiku. Dan, kau tahu apa yang dikatakan Alan, Anna? Alan mengatakan kalau ia melakukan semua itu karena ia dibayar oleh seseorang yang ingin mencelakaiku. Dan, apa kau tahu siapa orang yang sudah membayar Alan?"

Sebastian menarik rahang Anna dan mendekatkan wajah gadis itu pada wajahnya sendiri. Membuat Anna dengan jelas melihat sosok tampan yang sedang murka itu. Jantung Anna berdegup dengan sangat cepat. Anna berharap kalau Sebastian tidak akan pernah menyebut nama itu. Jangan pernah.

"AKU BERTANYA PADAMU, ANNA! APA KAU TAHU SIAPA ORANGNYA?"

Sebastian berteriak pada Anna tepat di depan wajahnya, membuat jantung Anna berpacu. Anna benar-benar tidak sanggup menjawabnya. Ia hanya menggelengkan kepalanya.

Sebastian tiba-tiba tersenyum. Senyumannya justru membuat Anna jadi lebih takut lagi.

"Orang itu adalah Seth Logan. Kau dengar aku, sayang? Ya, orang yang sudah membayar Alan adalah Seth Logan. Pacarmu. Dan, Seth-mu yang paling kau cintai itu sekarang sudah meringkuk di penjara. Dan akan kupastikan kalau ia akan membusuk di dalamnya."

Sebastian melepas wajah Anna dengan kasar hingga membuat wajah Anna berpaling darinya. Tanpa terasa air mata meleleh di pipi Anna. Ia tidak percaya kenapa semuanya jadi seperti ini. Biar bagaimana pun Anna masih begitu mencintai Seth dan sekarang lelaki itu harus membayar atas kelancangannya karena telah menantang seorang Sebastian Agustine.

Sebastian menyadari kalau wajah Anna sudah dibasahi oleh air mata. Ia kembali meraih wajah Anna dengan kasar lalu tertawa. Anna benar-benar membencinya saat ini. Sebastian adalah seorang iblis! Persis seperti ayahnya!

"Oh, kau menangis, sayang? Kau menangisi Romeo-mu?" Lagi-lagi Sebastian tertawa. Tawanya adalah gabungan perasaan tidak percaya dan mengejek. "Kisah kalian berdua membuatku muak!!!"

"Kau jahat Sebastian!" Anna tidak bisa lagi menahan emosinya.

Sebastian meraih wajah Anna, mendekatkan ke wajahnya sendiri lalu berbisik, "Apa kejadian yang menimpaku beberapa waktu kemarin juga ada hubungannya dengan lelaki itu? Apa kegagalan proyekku dengan klien dari Jepang itu ada hubungannya dengan dia?"

"Bukan Seth yang melakukannya tapi aku!"

Jawaban Anna membuat Sebastian semakin merasa gemas padanya.

"Kau masih membela dia, Anna?"

"Memang aku pelakunya! Kalau kau mau hukum saja aku!"

Sebastian melepas tangannya dari wajah Anna. Ia lalu berdiri di hadapan gadis itu.

"Dan, apa kau tahu mengenai rencana lelaki itu untuk mencelakaiku kemarin?"

Anna menatap tajam pada Sebastian. Air mata sudah menggenang lagi di pelupuk matanya. Menunggu untuk tumpah. Kemarahan dan kebencian tampak menyatu dalam tatapannya saat ini.

"Jawab aku, Anna."

"Aku tidak tahu mengenai rencana Seth yang ingin mencelakaimu kemarin. Kalau memang aku tahu, aku tidak akan rela membahayakan nyawaku hanya demi menyelamatkanmu." Suara Anna lebih rendah kali ini. "Karena aku tidak pernah mencintaimu, Sebastian Agustine."

***

𝐒𝐀𝐕𝐀𝐍𝐍𝐀𝐇Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang