Bagian Dua Belas

838 76 2
                                    

♡♡♡♡♡

Alan memelankan langkahnya. Anak itu sengaja menunggui Afka yang tadi ia lihat masih berada di luar gerbang. Berharap, semoga saja kakaknya itu dalam mood yang baik sehingga bisa melupakan persoalan pulang sekolah kemarin.

Keberadaan Afka yang tertangkap penglihatannya membuat anak itu tersenyum lebar. Semoga saja Afka akan takluk dengan senyumannya. Ya, itu berlenihan sekali memang.

"Kenapa senyum-senyum gitu? Lihat cewek cantik?"

Untung Alan sabar. Jadi, ucapan Afka sama sekali tak memudarkan mengubah raut wajahnya.

"Bukan. Aku lagi bagi-bagi senyum, biar dapet pahala."

"Jangan keterusan. Mbak kunti suka sama anak manis, ntar bisa dibawa kabur," ucap Afka menggandeng yang lebih muda melanjutkan langkahnya.

"Emang iya? Baru tau."

"Gimana mau tau, kerjaannya belajar mulu."

Alan tak membalas. Gurauan Afka yang seperti ini yang kurang ia suka.

"Udah sarapan?"

"Kak Afka?"

"Belum. Kantin dulu ya?"

Alan mengangguk, meski sejujurnya ia sendiri sudah sarapan tadi pagi. Subih tadi, Bibi yang baru tiba sudah repot-repot membuat satapan untuknya.

"Nggak pesen makanan?"

Alan menggeleng. "Udah sarapan tadi."

"Minum aja berarti. Teh manis mau? Buat angetin badan."

Anggukan dari Alan membuat senyum sekilas dari bibir Afka tampak. Afka suka jika Alan sudah dalam mode menurut padanya.

"Kak?"

"Kenapa?"

"Soal Kak Denta, kalau aku terus terang langsung, nggak boleh ya?"

"Konsekuensinya, Denta bakal marah."

"Aku coba pelan-pelan. Kak Denta cuma bakal marah ke aku, bukan sama kakak."

"Bukan gitu, Dek. Tapi, kalau kamu yakin, coba aja. Kita tanggung bareng-bareng. Selamanya nggak bisa gini terus juga kan?"

Alan mengangguk. Anak itu kembali tersenyum mengetahui jika secara tak langsung Afka mendukung dan mengizinkannya.

"Beneran nggak mau makan?" Tanya Afka menawarkan mangkuk berisi soto yang ia pesan.

"Makan aja, Kak. Ntar kalau aku ngiler pesen deh," ucapnya tertawa kecil setelahnya.

Afka makan dalam diam. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Tentu saja ia tak mau berlama-lama, tak ingin jika adiknya yang taat aturan terjebak karenanya. Afka ingin adiknya itu tetap menjadi anak manis yang tak ternodai dengan kenakalan remaja lain. Bohong sekali jika Afka tak menyukai adiknya yang rajin, baik di sekolah ataupun di mana itu. Afka hanya tak suka jika adiknya itu sudah over dan nantinya justru melupakan hal-hal penting lainnya.

"Pulang nanti, bareng Denta ya!"

"Ada rapat OSIS ya?"

Afka mengangguk. Hal seperti ini sudah biasa, jadi Alan tentu bisa dengan mudah menebaknya.

"Aku sama Kak Denta mau ke pameran pulang nanti."

"Pantesan nurut. Kalau bareng aku, ada aja alesannya," respons Afka kemudian beralih meneguk minumnya.

Alan kewalahan. Ia pikir Afka sudah melupakan perkara itu. Tapi, ternyata Afka ya tetaplah Afka.

"Bercanda doang. Apa-apa jangan langsung dipikirin," sambung Afka lantas mencubit hidung bangir yang lebih muda karena terlalu gemas.

AkalankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang