Empat remaja dengan ragam usia itu mulai memasuki mobil yang nantinya dikemudikan Niko, pria berumur dua puluh sembilan tahun yang merupakan asisten Dheastra, pria yang biasanya mengantar jemput Denta. Sebagai informasi, keempatnya akan menggunakan libur hari Minggu ini untuk berwisata ke tempat pilihan Alfa. Sebuah kawasan pantai yang masih terjaga kealamiannya. Kira-kira butuh waktu dua jam lebih untuk sampai sana. Sebagai kesepakatan, tak boleh melebihi batas jam sembilan malam, dengan Niko yang akan mengawal.
Jok depan di samping kemudi ditempati Alan, sedangkan bagian tengah diduduki Alfa dengan Afka. Sementara itu, Denta yang lebih sering tidur di perjalanan menempati bagian paling belakang atas permintaannya sendiri. Tidak ada yang bersuara sepanjang perjalanan. Mungkin hanya suara Alfa yang ditanggapi Afka ala kadarnya atau juga sebaliknya. Denta tak perlu waktu lama untuk tertidur, sementara Alan memilih menikmati pemandangan jalanan; sesekali mengobrol dengan sosok yang ia panggil Om itu agar tak mengantuk.
Dua setengah jam telah terlewati. Mobil yang mereka tumpangi sampai di daerah pedesaan yang masih terbilang asri. Ada jalan beraspal lebar sebagai jalan utama. Sudah banyak pula losmen dan tempat penginapan di tepi jalan. Tapi, tidak dengan hotel-hotel besar ataupun tempat penginapan mewah yang biasanya mereka temui di wisata kota.
"Masih lama ya, Om?" Si bungsu kembali bertanya.
"Bentar lagi. Tinggal nyari tempat penginapan buat istirahat."
Tak berselang lama, mobil putih itu memasuki parkiran sebuah area penginapan yang tidak besar, tetapi terlihat nyaman. Mungkin area parkirnya juga hanya bisa memuat sekitar lima sampai enam mobil.
Ada tiga kamar yang mereka sewa. Satu untuk Niko, satu kamar untuk Denta dan Alfa, sementara sisanya ditempati si bungsu dengan Afka. Jelas Afka yang menentukan, beralibi jika Denta pasti akan menendangnya dari bed. Padahal, sejatinya jika Afka anteng-anteng saja, maka Denta juga tak akan melakukannya.
"Huuuft. Duduk aja pegel." Keluh Afka begitu tiba di kamar. Si bungsu lebih dulu meletakkan tasnya, lantas melepas kaus kaki dan masker yang ia kenakan.
"Istirahat, Kak. Dua jam lebih dari cukup buat tidur. Nanti aku bangunin kalau udah waktunya makan siang," ucap si manis sebelum menghilang di balik pintu. Sosok itu akan menuju toilet yang letaknya memang terpisah dari kamar.
"Saking niatnya kakak sampai bawa kamera. Buat merangkai kenangan." Kekehnya yang justru membuat si bungsu diam membisu.
Kemunculan si bungsu rupanya disusul Denta. Remaja itu tanpa ragu langsung merebahkan tubuhnya di kasur.
"Biar gue tebak. Lo sendirian di kamar kan, Ta? Mager ikut Om Niko sama Bang Alfa yang baru aja keluar."
"Kakak kok tau?"
"Kelihatan dari jendela pas mereka keluar gerbang." Afka menunjuk jendela dengan tirai terbuka dengan dagunya. Kamar yang mereka pesan memang paling depan, dengan jendela lebar yang memungkinkan pengunjung menyaksikan pemandangan luar halaman.
"Emang pada mau kemana?" Tanya Afka kembali.
"Cari angin." Singkat Denta dengan kelopak mata yang masih terpejam.
"Berburu foto, Ta. Gue lihat Bang Alfa juga bawa kamera. Lo biasanya malah paling suka."
Denta tak menjawab. Kantuknya benar-benar menyita semangatnya. Padahal hampir dua jam penuh dirinya tertidur pulas di mobil.
"Kakak nggak sakit kan?"
Si bungsu yang khawatir mendekat ke tubuh yang lebih tua, berjongkok menunggu sang kakak menjawab pertanyaannya.
"Cuma ngantuk. Jangan kuatir." Jawab Denta pelan dengan tenang. Cowok itu kembali mengatupkan kelopak matanya. Lega. Anak itu duduk di tikar dekat Afka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akalanka
General Fiction-END- Akalanka Dhefin Kavindra hanya mengharapkan kasih sayang sang mama. Jika tidak bisa, sedikit perhatian dari sang mama saja sudah sangat berharga untuknya. Namun, jika itu masih sangat sulit, setidaknya ia hanya ingin sang mama tak mengabaikan...