28. Liburan

917 153 242
                                    

"Manusia-manusia kuat itu kita!
Jiwa-jiwa yang kuat, itu kita!"

"Pengang kuping gue, kudis! Bisa nggak sih nyanyinya madep sono aja?" Leo menggerutu sambil terus mengelus kedua telinga. Telinga yang malang, pasti tersiksa mendengar suara sumbang nan melengking tajam itu.

"Apa?! Lo pengen soto?" tanya Dimas berteriak.

"Gue bilang madep sono! Pengang kuping gue!" teriak Leo keras-keras, hingga urat lehernya terlihat.

"Oh, kuping lo pengang?" Dimas manggut-manggut. "Bilang dong dari tadi."

Leo tersenyum kecut. "Untung gue sabar ngadepin nih manusia."

Dipta terkekeh geli melihat pertengkaran tak berfaedah antara duo penyakit kulit itu dari kaca spion depan mobil. Saat ini, mereka berempat-Dipta, Dimas, Leo, dan Setya-berkendara dengan mobil kap terbuka menuju sebuah villa yang berada di dekat pantai, mengekor di belakang dua mobil lain yang sudah melaju duluan.

Untuk apa? Ya, tentu saja berlibur. Merayakan kemenangan tim basketnya, sekaligus refreshing sejenak sebelum menghadapi drama kehidupan di pertengahan semester yang bernama UTS.

Ternyata, rejeki nomplok yang sejak beberapa hari lalu disinggung Leo adalah ini, liburan gratis di villa dekat pantai. Kakeknya yang menjanjikan itu kalau timnya berhasil memenangkan turnamen.

Dan, agar lebih ramai-karena anak-anak basket hanya berenam-Leo juga mengajak anak-anak Cheerleader dan PMR. Ya, meski yang bisa ikut hanya Emma, Carissa, Meira, dan tiga anak cheerleader lain yang ia tak tahu namanya.

Tidak masalah. Yang paling penting, tujuan utama mengajak Meira sang pujaan hati berlibur bersama sudah terpenuhi. Sisanya, terserahlah.

Dipta menoleh ke arah Setya yang duduk di samping kursi kemudi, di sampingnya. "Tadi, obatnya udah lo bawa, kan?" tanyanya. Sejujurnya, ia sedikit was-was mengajak sang adik bepergian sampai menginap seperti sekarang. Takut kalau-kalau penyakit Setya tiba-tiba kambuh dan tidak ada akses ke rumah sakit. Tapi berhubung Setya memaksa ingin ikut dan mamanya juga mengizinkan, ya sudah. Mereka pergi bersama.

"Aman," jawab Setya. "Lo tenang aja, gue bisa jaga diri. Lo fokus aja--"

"Fokus apa?"

"Membahagiakan diri sendiri," balas Setya berkelakar.

"Cielah, bisa ngomong gitu juga si Setya," sahut Leo dari kursi belakang.

"Udah terjangkit virusnya si Dipta nih." Dimas menimpali. "Parah banget. Masa adik sekalem dia lo gituin. Aset penting tuh."

Setya terkekeh pelan mendengar itu. "Kalian ada-ada aja," katanya sambil geleng-geleng kepala.

"Ih, beneran. Lo tuh aset, Set. Seriusan deh." Leo mencondongkan tubuhnya ke depan, mendekat pada Setya. "Besok sore sebelum pulang, jangan lupa, ya."

Setya mengangguk. "Siap."

"Jangan lupa apa?" Dipta menoleh sekilas pada Leo, lalu mengarahkan kembali fokusnya pada jalanan di depan. "Jangan bawa-bawa pengaruh nggak bener ya ke dia. Awas lo!"

Leo berdecak sekali. "Ya elah, Dip. Sembarangan banget kalo nuduh," ucapnya. "Gue cuma minta ajarin dia kimia sama matematika. Heran deh, lagi kesambet apa coba yang bikin jadwal UTS, masa hari pertama langsung diajak ribut sama kimia MTK."

"Emang Senin besok UTS kimia sama MTK?" tanya Dipta, ketahuan kalau jadwal UTS-nya masih terlipat rapi di tas. Tidak terjamah.

"Emang senin besok UTS?" polos Dimas, yang langsung saja mendapat toyoran dari teman sekursinya.

HUMMING HEART [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang