Gadis itu menyusut hidungnya yang berair, kemudian beranjak dari kursi piano dan berderap menuju meja, ketika mendengar ponsel milik Setya yang sedang ia isi daya dengan power bank-nya berdering. Ada sabuah panggilan masuk dari Mama laki-laki itu.
Carissa mengambil ponsel tersebut, kemudian membawanya menuju depan kamar mandi, berniat memberikan benda pipih tersebut. Siapa tahu teleponnya penting. "Setya," panggil gadis itu ketika sampai di depan pintu. "Ada telfon dari Mama--"
"Anjir! Laknat banget nih tangan," umpat gadis itu tanpa suara. Ia meruruki tangan tak tahu dirinya yang tanpa sengaja mengangkat panggilan tersebut. Mau tak mau, ia pun mengangkat panggilan tersebut.
"Setya, kamu ke mana aja? Kenapa belum pulang juga? Ini udah jam berapa?" tanya wanita itu cemas, segera setelah panggilan tersambung. "Mama cari kamu di rumah nggak ada, ini obat juga kamu tinggal. Nanti kalau sakit jantung kamu kambuh lagi gimana?"
Obat? Penyakit jantung? Sebenarnya, penyakit apa yang diderita laki-laki itu? Sejauh yang ia tahu, laki-laki itu sering merasakan sakit pada dada bagian kiri. Selebihnya, Setya selalu saja diam atau mengalihkan pembicaraan ketika ditanya.
Jelas bahwa Setya berusaha menutupi itu darinya. Untuk alasan apa, Carissa juga tak tahu.
"Halo, Tan," jawab gadis itu hati-hati. "Maaf, Tan. Setya lagi di kamar mandi sekarang. Saya minta dia istirahat di tempat saya karena dia tadi teng--" Ia buru-buru menghentikan kalimat. Menceritakan apa yang sebenarnya terjadi—Setya terjun ke sungai dan hampir tenggelam—jelas bukan pilihan baik. Wanita itu pasti akan bertambah panik. Akan lebih baik kalau ia mencari alasan yang lebih tidak membuat panik. "Anu, Setya tadi ... keserempet. I-iya. Dia keserempet.
"Apa? Keserempet? Dia baik-baik, kan? Keserempet di mana? Sekarang, kalian ada di mana," panik wanita itu dari seberang telepon. "Tante minta alamat rumah kamu. Tante ke sana sekarang."
"Tante, nggak gitu. Setya--" Panggilannya terputus. Gawat. Sepertinya, ia membuat kesalahan dengan mengatakan itu. "Mampus gue."
"Apanya yang mampus?" tanya Setya yang baru saja keluar dari kamar mandi. Laju napas juga debar jantungnya sudah berangsur normal. Tak sesakit sebelumnya.
"Mama lo tadi nelfon," jawab Carissa. Ia berlanjut menceritakan apa saja yang terjadi pada saat panggilan suara dengan wanita itu.
"Keserempet? Lo bilang gue keserempet ke Mama?" panik laki-laki itu. Memang bukan perkara besar bagi orang-orang pada umumnya, tapi bagi orang dengan kodnisi jantung abnormal dan mudah terpicu saat kaget—ketika keserempet—seperti Setya, itu bisa jadi salah satu penyebab kematian. "Ya, pantes aja Mama panik dan langsung nyusul."
"Sorry banget. Gue nggak tau kalo Mama lo bakal sepanik ini," sesal gadis itu. "Trus sekarang gimana?"
***
Setya menghela napas berat. Kedua tangannya terulur, perlahan menurunkan tangan sang Mama yang masih menempel pada wajah dan lehernya. "Setya baik-baik aja, Ma. Seriusan."
"Tapi, ini kamu demam, Nak. Panas banget," cemas Vidya. "Kita ke rumah sakit, ya?"
Laki-laki itu menggeleng. "Nggak usah, Ma. Langsung pulang aja."
"Ya sudah. Kita pulang," wanita itu tak lagi mendebat. Ia menoleh pada Carissa. "Terima kasih, ya."
Gadis itu mengulum senyum. "Iya sama-sama, Tan," balasnya. "Mari, saya antar ke depan."
Carissa kini berjalan beriringan, bersama dengan Setya dan Vidya, menyusuri pelataran depan kabin-kabin resort.
"Tadi Mama lo sempet nyebut Sakin jantung di telfon," ucap Carissa berbisik pada Setya. "Lo beneran punya penyakit jantung? Maksudnya, jantung lemah yang waktu itu gue bilang, tebakan gue, itu bener?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMMING HEART [Completed]
Novela JuvenilCan you fall in love without feeling that beat? Sudah menjadi rahasia umum kalau jantung akan berdebar lebih kencang saat seseorang jatuh cinta. Seakan, ada letupan kebahagiaan yang membuncah di dada. Sensasi itu menggelikan untuk orang normal. Namu...