"Wah, beneran cari mati nih orang."
Gadis itu terus mencicit ketika melihat postingan teranyar di akun gosip sekolahnya. Ya, setiap sekolah—entah satu atau lebih—pasti punya aku semacam itu, dengan bandar yang kompeten, berpengalaman, dan teruji klinis tentunya.
"Ada apa?"
Pertanyaan seseorang di belakang langsung membuatnya berbalik, menghadap si pemilik suara—Carissa. Ia menghela napas. Matanya melirik malas ke orang itu.
"Kalo ada orang nanya tuh dijawab, jangan diem aja," dengus Carissa. Ia baru saja tiba di kantin, setelah berjam-jam terjebak dengan Setya dan menu sayuran hijau yang membuatnya enek. Dan bukannya diajak memesan makan, ia malah dipandangi sampai sebegitunya. "Lo kenapa sih, Em?"
Emma memutar kedua bola matanya. "Harusnya gue yang nanya. Lo kenapa?" Ia balas bertanya. "Habis kesambet demit mana lo?"
"Kesambet?" tanya Carissa dengan kedua alis tertaut. "Ngaco lo. Demit mana yang berani sama gue? Kalo naksir, bisa aja sih," ucapnya nyeleneh, yang langsung mendapat toyoran dari lawan bicaranya.
"Bege!"
"Apaan sih? Nih kepala isinya otak. Jangan sembarangan." Carissa mencebikkan bibir sembari mengusap bekas toyoran di kening sebelah kanannya. "Salah gue apa coba? Main toyor-toyor gitu aja."
"Nih lihat." Emma menunjukkan salah satu postingan di akun Instagram gosip sekolahnya. Dalam postingan tersebut, tampak Carissa tengah bergandengan tangan dengan Setya, dan terang-terangan mengumumkan pada seisi kelas kalau mereka berpacaran. "Udah gila lo, Sa."
"Salah kalo gue pacaran sama Setya?" tanya Carissa dengan polosnya, tanpa memberitahukan bahwa status pacaran itu hanya pura-pura.
Emma memaksakan senyum pada temannya itu. "Lo nggak salah kok," gemasnya. "Cuma cari mati aja."
Carissa tersenyum kecut. "Gue cuma pacaran sama temen sekelas, bukan sama vampir. Nggak bakal lah dia bunuh gue." Ia terdiam sejenak. Tatapannya dengan cepat berubah ngeri begitu hal-hal aneh menghinggapi pikirannya. "Tuh anak bukan psikopat, 'kan? Dia bukan pembunuh berdarah dingin, 'kan? Dia kelihatannya anak baik-baik. Tapi tunggu, bukannya semua psikopat emang alim di luar, ya? Aduh, gimana dong? Mampus gu--"
Gadis itu refleks menutup kedua mata dan mulut, karena percikan air yang tiba-tiba saja mengenai wajahnya.
"Siapa pun roh, demit, lelembut, yang ada di dalam sana, keluarlah!" ucap Emma sambil terus memercikkan air ke wajah Carissa. Ngomong-ngomong, ia mendapat air itu dari gelas air mineral yang tinggal setengah—bekas diminum orang—di meja yang ada dekatnya.
"Emma, lo ngapain sih?"
"Keluarlah!" sambung Emma, tanpa memedulikan wajah, leher, dan kerah seragam gadis itu yang kini sudah basah karena ulahnya. "Seriusan deh. Kalian nggak akan kuat merasuki tubuh manusia ini. Kalian masih terlalu polos untuk jiwanya yang nista ini."
Carissa mendengus sebal. Ia langsung mengusap wajahnya dengan kedua tangan, dan menendang kaki teman tak berakhlak itu. "Tuh mulut kalo ngomong, ya...." cibirnya. "Nggak ada tata kramanya sama sekali."
Emma meringis memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Ya maaf. Habisnya gue gemes banget sama kelakuan lo," ungkapnya. "Nggak kira-kira banget."
"Gue nggak ngerti maksud lo," jujur Carissa. "Emang salah gue di mana dengan macarin Setya? Gue lihat, dia anaknya baik. Nggak punya pacar juga." Ia cukup yakin dengan kalimat terakhirnya, karena laki-laki itu jelas-jelas bilang kalau dirinya tidak ingin pacaran tadi. "Eh bentar, lo kenal sama Setya?"
"Satu sekolah juga tau siapa Prasetya Arfan Aditama itu. Dia siswa paling pinter di sini, lebih pinter dari lo, mungkin."
"Bener," gumam Carissa.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMMING HEART [Completed]
Fiksi RemajaCan you fall in love without feeling that beat? Sudah menjadi rahasia umum kalau jantung akan berdebar lebih kencang saat seseorang jatuh cinta. Seakan, ada letupan kebahagiaan yang membuncah di dada. Sensasi itu menggelikan untuk orang normal. Namu...