Sepasang netra biru Carissa memicing, ketika pandangannya terarah pada Setya yang kini sibuk menekuri buku di tangan. Ia menyeret kursi yang ada di meja dekat pintu dan memindahkannya ke samping tempat tidur Setya, kemudian mendudukinya.
"Sebenernya, lo pingsan tadi gara-gara apa?" tanya gadis itu memecah keheningan ruang UKS. "Apa gara-gara gue bilang mau pacaran sama lo?"
Setya yang tadinya ingin membalik lembar buku, langsung menghentikan aktivitasnya. Laki-laki itu lalu mendongak, sepasang netra coklatnya menatap Carissa dengan tatapan tak terbaca.
Carissa dapat merasakan ada sesuatu yang disembunyikan. Namun, ia tak tahu apa itu.
"Iya dan nggak," kata Setya kemudian. Lelaki itu kembali mengarahkan pandangan pada halaman buku yang tadi ia baca. "Kepala gue emang udah pusing dari pagi," bohongnya.
"Serius?" tanya gadis itu curiga. "Trus, gimana sama kembaran lo tadi, si Dipta? Harusnya kalo cuma pingsan biasa, dia nggak mungkin sepanik tadi." Ia kembali teringat seperti apa kacaunya Dipta tadi.
Laki-laki itu menghela napas berat. Dipta—saudara kembarnya—memang selalu begitu, khawatir berlebihan padanya. Kesannya seperti, Dipta lebih mementingkan Setya dibanding dirinya sendiri.
Itu tidak baik, dan Setya tak suka. Dipta juga memiliki hidupnya sendiri, memiliki mimpi yang ingin dikejar, dan petualangan-petualangan gila yang ingin ia jajal. Namun, semua itu Dipta kubur dalam-dalam hanya agar bisa selalu ada bersamanya dan menjaganya.
"Hei." Carissa menjentikkan jari tepat di depan wajah lelaki itu, mengaburkan lamunannya. "Ditanya malah ngelamun. Jawab dong, Mas Pras." Lengkung senyumnya terlihat setelah mengucap panggilan itu. Panggilan itu lucu, membuat lidahnya terasa geli saat mengucapnya. Ia menyukainya.
Setya tersenyum kecut. "Nggak usah manggil Mas Pras, bisa nggak?" tanyanya sedikit kesal. "Panas kuping gue."
"Suka-suka gue dong. Gue yang manggil."
"Gue yang punya nama."
"Nama lo Prasetya, 'kan? Ada Pras-nya. Ya udah, tinggal gue tambahin Mas di depannya, jadi Mas Pras," balas Carissa. "Lucu juga panggilannya, Mas Pras. Cocok buat panggilan sayang."
Carissa ketagihan menyebut nama itu.
"Panggilan sayang?" tanya laki-laki itu memastikan. Ia sungguh berharap yang barusan didengarnya itu hanyalah mimpi. "Nggak salah denger gue?"
Carissa menganggukkan kepalanya sekali. "Mulai sekarang, kita pacaran," ucap gadis itu seenaknya.
Empat kata yang terlontar dari mulut gadis itu sukses membuat mata Setya membola kaget. Dan sialnya, jantung laki-laki itu juga ikutan terkena imbasnya. Ia mengepalkan tangan kanan, kemudian menghantamkannya pada dada sebelah kiri, seolah memberi perintah pada jantungnya agar mau bekerjasama.
Hari ini benar-benar berat bagi Setya. Semua itu gara-gara Carissa dan tingkahnya yang penuh kejutan, tentunya.
Dan, ia benar-benar harus memberikan reward pada jantungnya karena sudah bekerja sangat keras hari ini. Serius.
"Lo nggak mau pingsan lagi, 'kan?" tanya gadis bermanik mata biru itu hati-hati.
Setya menggeleng pelan. Setelah lima kali menarik-hembuskan napas, ia mendongak. "Gue cuma kaget aja."
"Masa kaget doang sampe sakit dada gitu." Carissa membeo. Pandangannya seketika berubah begitu menyadari sesuatu. "Oh, apa jangan-jangan lo emang orangnya kagetan gini, ya? Kalo dikagetin langsung jantungan," tanyanya kemudian. "Lo punya lemah jantung?"
Setya terdiam mendengar pertanyaan itu.
"Lo diam, gue simpulin itu sebagai jawaban iya."
"Itu bukan urusan lo." Ekspresi wajah laki-laki itu berubah kesal. "Lagian, lo ngapain pake acara ngaku-ngaku pacar gue? Gue nggak pengen pacaran, dan gue juga nggak suka sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMMING HEART [Completed]
Fiksi RemajaCan you fall in love without feeling that beat? Sudah menjadi rahasia umum kalau jantung akan berdebar lebih kencang saat seseorang jatuh cinta. Seakan, ada letupan kebahagiaan yang membuncah di dada. Sensasi itu menggelikan untuk orang normal. Namu...