"Bosen gue lihat tampang lo mulu." Dipta melirik malas ke arah seorang lelaki ber-hoodie abu-abu di depan pintu kaca kedai, yang terhitung sejak parkiran tadi terus memamerkan senyum Pepsodent padanya. "Ngapain lo di sini?"
"Selamat datang, Kakak. Mau pesan apa?" balas laki-laki itu, yang tentu saja membuat Dipta dan Setya semakin tak paham dengan kelakuannya.
Dipta berdecak sekali. "Ye, kutil naga," cibirnya. "Ada masalah apa sih? Makin nggak beres aja gue lihat-lihat."
"Kasian," timpal Setya.
Wajah Leo, si kutil naga, langsung berubah masam. "Tega lo berdua," tudingnya. "Nyesek tau nggak hati ini. Sakit, Bang. Udah dibaik-baikin, disapa yang ramah, disenyumin sampe gigi gue kering. Bukannya diapresiasi, malah dikatain."
"Cabe tuh nyangkut di gigi." Dipta mengeluarkan ponsel dari saku celana, kemudian menyalakan kamera depan dan mengarahkannya pada Leo untuk mengaca. "Lo ngapain berdiri di depan pintu gini? Udah kaya patung selamat datang aja."
Leo mengatakan sesuatu, tapi tidak terdengar jelas karena tangannya sibuk mengambil cabai yang nyempil di sela gini. Suaranya lebih terdengar seperti orang berkumur.
"Hah? Lo ngomong apa?" tanya Setya. "Nggak jelas."
"Emang nggak pernah jelas tuh orang," ledek Dipta.
"Kok kamu gitu ya, Mas? Tega sama Dedek," sahut Leo mendramatisir, membuat Dipta mengerutkan kening. "Kita putus. Makasih buat hari-harinya."
"Ye, kutil," cibir Dipta seraya memberikan toyoran pada kening teman tersayangnya itu. "Kebanyakan main sama si kudis nih, jadi makin menjadi, kan, gesreknya."
Leo meringis, memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Ya maap."
"Hm."
"Kesel, Pak haji? Wah, kebetulan sekali kalian datang ke tempat yang tepat. Kalian wajib banget coba wedang ronde Bu Tejo. Dengan kandungan jahe asli yang mampu mengurangi tekanan darah dan merilekskan otot-otot yang tegang, juga memperbaiki suasana hati. Nikmat dan bagus untuk kesehatan," ucap Leo panjang lebar yang agaknya sudah seperti salesman.
Sementara, Setya dan Dipta hanya bisa melongo melihatnya.
"Jadi kesimpulannya ... lo kerja di sini?" tebak Setya, setengah tidak yakin.
"Um, bisa jadi," jawab Leo. "Sebenernya, ini kedai punya kakak sepupu gue, cabangnya gitu. Gue cuma main sih di sini. Ya, sekalian bantu-bantu."
Dipta manggut-manggut. "Sepupu yang baik," komentarnya.
"Gue, kan emang orangnya baik hati dan tidak sombong," kata Leo dengan bangganya. "Kalian mau pesen apa?"
"Wedang ronde yang paket komplit tiga, satu dibungkus, dua dimakan sini."
"Oke, siap. Ditunggu, ya." Leo menunjuk ke salah satu meja. "Kalian duduk sana aja, ada si Rico juga." Ia memanggil laki-laki itu, kemudian mengajak dua Dipta dan Setya menghampirinya.
"Ngapain sendirian di sini?" Dipta menarik salah satu kursi di sebelah Rico dan mendudukinya.
"Habis kerja kelompok, tapi yang lain udah pulang duluan," jawab Rico.
"Trus lo ngapain nggak pulang?"
"Nebeng Wi-Fi." Rico masih mengarahkan fokus pada layar laptopnya. "Tanggung, ngelarin download game sekalian. Lo sendiri?"
"Disuruh sama ibu negara beli wedang ronde." Dipta menggerutu. "Mana mintanya aneh banget. Masa gue sama Setya disuruh makan dulu di sini, habis itu baru boleh pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMMING HEART [Completed]
Novela JuvenilCan you fall in love without feeling that beat? Sudah menjadi rahasia umum kalau jantung akan berdebar lebih kencang saat seseorang jatuh cinta. Seakan, ada letupan kebahagiaan yang membuncah di dada. Sensasi itu menggelikan untuk orang normal. Namu...