Gemila menyeka peluh yang bercucuran di dahinya, ia tengah duduk lesehan dengan badan yang bersandar pada tiang gawang. Ia baru saja menyelesaikan pelajaran olahraga, yang diisi dengan senam pemanasan, lari mengelilingi lapangan sebanyak lima kali, lalu diakhiri dengan latihan mem-passing bola voli secara bergantian sesuai dengan daftar absensi kelasnya.
"Gem, mau ikut kita nggak? Kita mau ke kantin nih," ajak salah satu teman sekelasnya, Gisha.
Gemila menggeleng, "gue bareng Albi aja, Sha. Thanks tawarannya." di kelas— bahkan di sekolah, the one and only teman perempuan Gemila hanya Gisha. Bukan tidak ada yang mau berteman dengan Gemila, hanya saja gadis itu memilih untuk menutup dirinya.
"Oh yaudah gue duluan ya," sahut Gisha yang diakhiri dengan senyuman, setelahnya ia berlalu dengan dua temannya yang lain.
Kini mata Gemila menatap kumpulan laki-laki yang berada di pandangannya, mereka tengah berlomba memasukkan bola basket ke dalam ring. Bukan, ini bukan bagian dari pelajaran olahraga hari ini. Mereka hanya bermain, yang paling sedikit memasukkan bola ke dalam ring, maka harus mentraktir minuman di kantin.
Kadang Gemila merasa iri dengan pertemanan laki-laki, di matanya ... pertemanan mereka terlihat begitu tulus. Meski kadang bercandanya keterlaluan, bicaranya frontal, tapi sejauh ini mereka tidak pernah meninggalkan satu sama lain dalam kondisi sesulit apapun.
Gadis itu bangkit dari duduknya, ia akan pergi ke kelas. Tidak mau mengganggu kebersamaan Albi dengan teman-temannya. Meski kata Albi, "temen gue temen lo juga, Gem." Tapi biarkan kali ini Albi menghabiskan waktu tanpanya.
"Wah mau ke mana nih PHO?"
Gemila menatap empat perempuan yang baru saja datang menghampirinya, yang berbicara barusan namanya Lula— mantan kekasih Albi waktu kelas satu SMA, pacaran selama kurang dari tiga bulan.
"Di kacangin Lul, sama cowok-cowok. Makanya pengen pergi," sahut teman Lula, Rere.
"Uuuuh ... kasian," cibir Lula dengan ekspresi yang dibuat sesedih mungkin.
"Bukannya lo, Lul, yang dikacangin sama Albi?" tanya Gemila sembari menunjuk wajah Lula dengan pandangan meremehkan.
"Ngedeketin Elzio sama Andaru dengan harapan Albi cemburu, nyatanya tiga-tiganya malah ilfeel sama Lo. GWS deh buat Lula, buat lo pada juga, satu circle isinya freak semua."
Mendengar itu Lula langsung tersulut emosinya, "anjing lo ya."
"Eh kok marah, gue salah ya?" tanya Gemila meledek.
"Dari pada elo, deket sama semua cowok. Digilir kan lo?" tanya Bella, tangannya melipat di dada.
Ketiga perempuan itu tertawa, memandang rendah Gemila yang hanya berdiri sendiri. "Udah sama siapa aja, Gem?" tanya Bella lagi.
"Banyaklah, dari SMP juga udah digilir. Sampe pernah di skors, kan?" kini giliran Rere yang bersuara.
"Lo kalo ngomong jangan sembarangan, Re."
"Pantes ya, banyak cowok di sekelilingnya. Paling lagi pada minta jatah ya, Re?" tanya Bella yang diberi anggukan oleh Rere.
"Kalo sama Albi udah berapa kali?" Lula bertanya kepada Gemila.
Di detik itu juga, tangan Gemila melayang ke wajah Lula. Sedangkan sipemilik wajah langsung menarik rambut Gemila dengan kedua tangannya, tidak mau kalah; Gemila juga melakukan hal yang sama pada Lula.
"Ih jangan berantem," pekik Kia. Diantara teman-teman Lula, yang paling waras memang Kia. Anak itu tidak pernah ikut-ikutan jika Lula tengah merundung seseorang atau berantem seperti saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadif dan Senayan
Roman pour AdolescentsTentang Hadif, yang memilih sekolah di daerah Senayan- yang jaraknya jauh sekali dari rumah- hanya untuk bisa bertemu dengan Ibu dan kakaknya. Tentang Hadif, laki-laki tujuh belas tahun; yang dihancurkan rumahnya, dipatahkan hatinya juga dikhianati...