Jason tidak mengerti kenapa tiba-tiba Gatra mengajaknya untuk bertemu, dan melarang dirinya untuk bilang kepada Hadif tentang pertemuannya kali ini.
Ia semakin tidak mengerti ketika Gatra mengajaknya ke suatu rumah, dan mendapati Haga yang langsung berdiri ketika mengetahui kedatangan keduanya.
Awalnya mungkin ia bingung, tapi lama kelamaan, setelah menerima banyak sekali penjelasan. Pada akhirnya Jason paham, walaupun rasanya masih sulit untuk diterima.
"Gila," ucap Jason sembari menatap Haga, ia tidak mengerti dengan jalan pikiran Haga; juga mungkin om Randi. Menyembunyikan kematian seorang Ibu pada anaknya adalah hal yang salah, apapun alasannya.
"Dia nyariin Ibunya terus asal lo tau," ujar Jason masih terus menatap Haga. "Sekarang kalo dia tau Ibunya udah nggak ada, gimana, Ga?"
"Mungkin sekarang dia emang udah nggak punya usaha apa-apa buat nyari lo ataupun Ibu lo, tapi kalo dia tau Ibunya udah nggak ada ... gimana anjing?"
"Lo sama bokap lo mikirin dampaknya nggak waktu buat keputusan tolol itu? Lo pikir dengan lo nggak ngasih tau kematian orang tua lo, dia oke-oke aja?"
"Nggak ya, anjing. Asal lo tau, dia sengaja nyari penyakit biar Ibu lo dateng nemuin dia, atau sekadar marahin dia di telepon. Sampe kepikiran mau mati, biar Ibu lo mau dateng nemuin dia. Karena yang dia tau, Ibunya masih hidup."
"Dia j—" belum sempat Jason menyelesaikan ucapannya, Gatra sudah lebih dulu memotongnya.
"Sen, udah. Gue ngajak lo ke sini, ceritain semuanya ke lo ... bukan buat nyuruh lo nyalahin Haga, dia sadar dia salah, dia juga nyesel, tapi mau di kata apa? Semuanya udah terjadi. Gue ngasih tau lo juga biar lo bisa bantu, karena selain gue, Hadif juga deketnya sama lo."
"Apa yang bisa gue bantu?"
"Sekolah lo masih sibuk ujian?" tanya Gatra.
Jason mengangguk, "iya sampe April."
Pada awal bulan Maret lalu, seluruh siswa-siswi kelas dua belas sudah disibukkan dengan ujian akhir sekolah, lalu dari pertengahan bulan sampai akhir bulan nanti; mereka akan disibukkan dengan ujian sekolah dan ujian praktek. Lanjut di bulan April, akan ada ujian nasional yang akan menjadi akhir dari segala perjuangan di masa SMA.
Dan di bulan Mei akan ada pengumuman kelulusan, alih-alih menikmati kelulusan; mereka harus kembali menyiapkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi.
"Kenapa emang?" tanya Jason.
"Gue ada rencana mau nemuin Hadif sama Haga, pengennya setelah semua ujiannya kelar; biar nggak ganggu konsentrasi."
"Abis ujian kelar juga kita ada ujian masuk PTN, tetep ganggu konsentrasi."
"Kalo menurut gue, lo nggak perlu nemuin Hadif sama Haga. Hadif juga udah nggak punya keinginan buat ketemu sama Ibunya. Jadi biarin dia dengan ketidaktahuannya, dia baru aja damai sama apa yang terjadi di hidupnya ... kalo dia tau Ibunya nggak ada, itu bakal ngerusak hidupnya sekali lagi."
"Biarin dia bahagia sama apa yang ada di hidupnya sekarang. Tiga tahun gue jadi saksi atas apa yang terjadi sama sahabat gue, rasanya gak rela kalo dia harus mengulang kesakitan yang sama di saat dia udah sembuh dari semuanya."
Baik Haga maupun Gatra terdiam, apa yang dikatakan Jason memang ada benarnya. Entah sudah yang ke berapa kali Haga merasa salah dengan semua tindakannya, sehingga untuk membela diri pun rasanya ia tidak pantas.
****
"Hadif," panggil Gemila. "Liat," unjuknya sembari merentangkan kedua tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadif dan Senayan
Teen FictionTentang Hadif, yang memilih sekolah di daerah Senayan- yang jaraknya jauh sekali dari rumah- hanya untuk bisa bertemu dengan Ibu dan kakaknya. Tentang Hadif, laki-laki tujuh belas tahun; yang dihancurkan rumahnya, dipatahkan hatinya juga dikhianati...