11. Lecet

307 61 20
                                        

Memiliki tetangga seperti Albi adalah salah satu hal yang paling Gemila syukuri dihidupnya, dan bagian menyenangkannya adalah; Gemila bisa berteman baik dengan tetangganya itu. Meski pada akhirnya, ada perasaan lebih yang timbul di hati Albi; semoga hal itu tidak akan merusak pertemanannya.

Beberapa kali, Albi sempat menyatakan perasaannya. Entah dengan maksud yang serius atau tidak, yang jelas Gemila tidak bisa menerima Albi lebih dari seorang sahabat.

Bukan karena Gemila tidak menyayangi Albi, gadis itu amat sangat menyayanginya. Tetapi rasa sayangnya masih kalah jauh daripada rasa takut kehilangannya kepada Albi.

Gemila belum siap jika suatu saat, setelah berpacaran; ia dihadapkan dengan kata "putus", ia belum siap jika harus menjadi asing setelah itu, ia juga belum siap untuk kehilangan Albi. Tidak akan pernah siap.

Ketakutan-ketakutan itulah yang membuat Gemila tidak bisa menerima Albi, meski jauh di dalam lubuk hatinya; Gemila juga sempat memiliki keinginan untuk menjalin hubungan dengan sahabatnya itu, tetapi ia urungkan sebab Gemila tidak siap dengan perpisahan, ataupun kehilangan.

Gemila memperhatikan Albi yang sedang sibuk bermain mobile legends, dengan satu batang rokok yang dicapit di kedua jarinya. Saat ini, mereka tengah duduk di depan minimarket yang berada di depan kompleks.

"Ngapain ngeliatin gue?" tanya Albi tanpa melihat kearah Gemila sedikitpun, walaupun sedang fokus bermain game, Albi tetap bisa merasakan tatapan itu.

"Siapa yang ngeliatin lo, kopi lo tuh ke masukkan abu rokok," jawab Gemila.

Setelahnya Albi menatap kopi yang di maksud oleh Gemila, lalu mengarahkan seluruh pandangannya kepada gadis itu. "Ya Allah Gem, ngenes banget gue asli," adunya pada Gemila.

"Belum gue minum anjing," umpatnya dengan kesal.

Gemila berusaha menahan tawanya, "beli lagi sih, ribet. Makanya kalo lagi nge-game, fokus aja sama game. Ngapain lo ngerokok."

"Lo masih mau jajan gak?" tanya Albi.

"Kenapa emangnya?" Gemila malah balik bertanya.

"Ya kalo masih mau jajan, gue mesen kopi lagi. Tapi lo yang beliin, gue males jalan."

"Mauuu, lo beli kopi Starbucks aja ya?" tawar Gemila.

Albi menggeleng, "kejauhan Gem, beli di dalem aja sih."

"No no, gue sekalian mau beli kebab yang di depan Indomaret, BM banget dari kemarin."

"Gue males jalan, Gem."

Gemila mengerutkan keningnya. "Lah, yaudah? Gak ada yang minta dianter sama lo, Albi."

"Oh yaudah bagus, kalo gitu gak usah ke Starbucks, nyebrang soalnya."

"Tapi gue juga mau beliiiiiii," ucap Gemila dengan gemas.

"Gak usah, Gemi. Lo beli di Point aja, sama kok itu. Starbucks nyebrang soalnya, jalanan rame."

Gemila mendengus kesal, "ck yaudah, lo mau kebab gak?"

"Nggak, minta punya lo aja. Tuh bawa dompet gue," sahut Albi sembari menyerahkan dompetnya kepada Gemila.

Gemila mengambil dompet itu, "iya ntar gue beliin satu." Setelahnya ia pergi tanpa memedulikan suara Albi yang berteriak kalau ia tidak mau.

Kini gadis itu tengah berjalan melewati ruko-ruko yang berjajar dengan rapi, sampai akhirnya ia berada di ruko paling ujung, lalu berbelok dan melewati tiga ruko lagi; kemudian sampai di depan Indomaret Point.

Gemila langsung menghampiri booth kebab yang terletak di teras Indomaret, "Mas biasa yaa dua, yang satu ekstra keju."

Mas-mas penjual kebab itu mengangguk, Gemila memang sudah langganan di kebab ini. Selanjutnya gadis itu memilih untuk masuk ke dalam Indomaret, "mas ditinggal dulu ya, mau beli minum."

Hadif dan SenayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang